Neraca Pembayaran dan Cadangan Devisa


BAB I

PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang

Stabilitas perekonomian merupakan faktor yang penting di dalam suatu negara baik negara maju atau berkembang. Perdagangan internasional merupakan salah satu cara yang diterapkan oleh setiap negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Perdagangan internasional terlihat dari adanya aktivitas perdagangan barang dan jasa serta adanya investasi asing yang mengakibatkan adanya aliran masuk modal dan aliran keluar modal. Semua transaksi harus di catat kedalam neraca pembayaran internasional.
Neraca pembayaran internasional (Balance Of Payment) adalah catatan yang tersusun secara sistematis mengenai seluruh transaksi ekonomi intgernasional yang dilakukan oleh penduduk negara yang satu dengan penduduk negara yang lain dalam jangka waktu tertentu, biasanya 1 tahun (Nopirin, 2010). Neraca pembayaran terdiri dari 5 komponen utama yaitu : (1) Neraca Transaksi Berjalan; (2).Neraca Modal; (3). Neraca Finansial; (4). Selisih Perhitungan Bersih; dan (5). Lalu Lintas Moneter. Setiap komponen di catat dengan menggunakan sistem pencatatan ganda (double entry bookkepping system). Transaksi-transaksi yang dicatat akan menghasilkan simpangan cadangan devisa negara.
Cadangan devisa dalam pasal 13 UU-BI dirumuskan bahwa Bank Indonesia mengelolah cadangan devisa. Cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang antara lain berupa emas, uang kertas asing, dan taguhan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri yang dapat di pergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri. Selain itu cadangan devisa digunakan untuk membiayai kegiatan ekspor dan impor, membayar hutang luar negeri, dan intervensi di pasar valuta asing guna menstabilkan nilai tukar.

1.2        Rumusan Masalah

a)      Apa yang dimaksud dengan neraca pembayaran?
b)      Apa yang dimaksud dengan cadangan devisa?
c)      Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi cadangan devisa?


 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1        Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran adalah suatu catatan aliran keuangan yang menunjukkan nilai transaksi perdagangan dan aliran dana yang dilakukan di antara suatu negara dengan negara lain dalam suatu tahun tertentu. (Sukirno, 2008:390)
Neraca pembayaran (balance of payment) merupakan dokumen sistematis dari semua transaksi ekonomi antara penduduk satu negara lain dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Penduduk di sini adalah individu, badan hukum dan pemerintah. Individu dimaksudkan orang yang bertempat tinggal dan mempunyai mata pencaharian di negara tersebut. (Apridar, 2009:135)
Hady (2009:59) mendefinisikan balance of payment (BOP) adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi perdagangan barang atau jasa, transfer keuangan dan moneter antar penduduk suatu negara dan penduduk luar negeri (rest of the world) untuk suatu periode waktu tertentu, biasanya satu tahun.

2.1.1        Sistem Perekaman Ganda

Neraca pembayaran merupakan sistem perekaman ganda (double entry system). Setiap transaksi yang terdiri dari pertukaran sesuatu direkam baik sebagai debit maupun sebagai kredit. Seperti pada kasus perdagangan barang impor, permintaan barang biasanya dibayar tunai atau kredit. Begitu juga, ekspor direkam sebagai kredit dan pembayarannya pada pos debit. Begitulah pos debit dan pos kredit sebagai suatu kesepakatan konvensional pembukuan untuk menjaga keseimbangan neraca pembayaran. Kenaikan dalam assets selalu direkam pada pos debit dan kenaikan liabilities sebagai kredit. (Waluya, 2003:169)

2.1.2        Pendekatan Neraca Pembayaran

Menurut Jamli (2001:248), dalam perkembangan teori klasik, teori neraca pembayaran dibagi dalam dua pendekatan, yakni:
1.      Pendekatan Elastisitas
Pendekatan elastisitas adalah pendekatan yang menganalisis bahwa nilai tukar dan tingkat bunga akan memberikan dampak terhadap neraca pembayaran yang bergantung pada elastisitas penawaran dan permintaan nilai tukar dan barang luar negeri. Perubahan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing (devaluasi dan revaluasi) diharapkan mampu memperbaiki neraca pembayaran melalui elastisitas permintaan barang ekspor dari negara lain, di mana apabila semakin besar permintaan akan barang ekspor suatu negara maka devaluasi akan semakin efektif.
2.      Pendekatan Absorpsi
Pendekatan adsorbsi merupakan gabungan dari perubahan kurs, pendapatan, dan pengeluaran untuk memperbaiki neraca pembayaran dengan memulihkan keseimbangan eksternal. Apabila devaluasi menyebabkan meningkatnya produk nasional dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan bertambah besarnya peningkatan daya absorpsi, maka neraca pembayaran akan bertambah baik, akan tetapi kalau terjadi sebaliknya, maka neraca pembayaran justru akan memburuk sebagai akibat adanya kebijakan devaluasi.

2.1.3        Komponen-komponen neraca pembayaran.

Berdasarkan neraca pembayaran kita dapat mengetahui bahwa neraca dibagi ke dalam beberapa transaksi ekonomi internasional. Secara garis besar transaksi ekonomi internasional (luar negeri) atau pos-pos dasar suatu negara dapat dibedakan sebagai berikut :
1      Transaksi Dagang (Trade Account)
Transaksi dagang adalah semua transaksi ekspor dan impor barang-barang (merchandise) dan jasa-jasa. Transaksi dagang dibedakan menjadi transaksi barang (visible trade) yang merupakan transaksi ekspor dan impor barang dagangan, dan transaksi jasa (invisible trade) yang merupakan transaksi eskpor dan impor jasa. Untuk transaksi ekspor dicatat di sisi kredit, sedangkan transaksi impor dicatat di sisi debit.
2        Transaksi Pendapatan Modal (Income on Investment)
Transaksi pendapatan modal adalah semua transaksi penerimaan atau pendapatan yang berasal dari penanaman modal di luar negeri serta penerimaan pendapatan modal asing di negeri kita. Pendapatan tersebut dapat berupa bunga, dividen, dan keuntungan lain. Penerimaan bunga dan dividen merupakan transaksi kredit, sedangkan pembayaran bunga dan dividen kepada penduduk negara asing merupakan transaksi debit.
3        Transaksi Unilateral (Unilateral Transaction)
Transaksi unilateral adalah transaksi sepihak atau transaksi satu arah, artinya transaksi tersebut tidak menimbulkan kewajiban untuk membayar atas barang atau bantuan yang diberikan. Berikut ini yang tergolong dalam transaksi unilateral adalah hadiah (gift), bantuan (aid), dan transfer unilateral. Apabila suatu negara memberi hadiah atau bantuan ke negara lain, maka transaksi ini termasuk transaksi debit. Sebaliknya, jika suatu negara menerima hadiah atau bantuan dari negara lain, termasuk dalam transaksi kredit.
4        Transaksi Penanaman Modal Langsung (Direct Investment)
Transaksi penanaman modal langsung adalah semua transaksi yang berhubungan dengan jual beli saham dan jual beli perusahaan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Apabila terjadi pembelian saham atau perusahaan dari tangan penduduk negara lain, maka pos direct investment didebit, dan bila terjadi penjualan saham atau penduduk asing yang mendirikan perusahaan di wilayah kekuasaannya, maka pos ini dikredit.
5        Transaksi Utang Piutang Jangka Panjang (Long Term Loan)
Transaksi utang piutang jangka panjang adalah semua transaksi kredit jangka panjang yang pembayarannya lebih dari satu tahun. Sebagai contoh transaksi penjualan obligasi kepada penduduk negara lain, menerima pembayaran kembali pinjaman-pinjaman jangka panjang yang dipinjamkan kepada penduduk negara lain, atau mendapatkan pinjaman jangka panjang dari negara lain, maka pos ini dicatat di sebelah kredit, dan bila terjadi transaksi pembelian obligasi atau lainnya yang berkaitan dengan utang piutang jangka panjang, maka pos ini dicatat di sebelah debit.
6        Transaksi Utang Piutang Jangka Pendek (Short Term Capita1)
Transaksi utang piutang jangka pendek adalah semua transaksi utang piutang yang jatuh temponya tidak lebih dari satu tahun. Transaksi ini umumnya terdiri atas transaksi penarikan dan pembayaran surat-surat wesel.
7        Transaksi Lalu Lintas Moneter (Monetary Acomodating)
Transaksi lalu lintas moneter adalah pembayaran terhadap transaksi-transaksi pada current account (transaksi perdagangan, pendapatan modal, dan transaksi unilateral) dan investment account (transaksi penanaman modal langsung, utang piutang jangka pendek, dan utang piutang jangka panjang). Apabila jumlah pengeluaran current account dan investment account lebih besar daripada penerimaannya, maka perbedaan tersebut merupakan defisit yang harus ditutup dengan saldo kredit monetary acomodating. Dari transaksi tersebut, maka transaksi ekonomi internasional dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1.    Transaksi Berjalan (Current Account)
Transaksi berjalan adalah semua transaksi ekspor dan impor barang-barang dan jasa-jasa. Secara umum meliputi: transaksi perdagangan, transaksi pendapatan modal dan transaksi unilateral.
2.    Neraca Modal (Capital Account)
Neraca modal adalah neraca yang menunjukkan perubahan dalam harta kekayaan (asset) suatu negara di luar negeri dan aset asing di suatu negara, di luar aset cadangan pemerintah. Neraca modal meliputi: transaksi penanaman modal langsung, transaksi utang piutang jangka panjang dan transaksi utang piutang jangka pendek.
3.    Selisih yang Belum Diperhitungkan (Error and Omissions)
Selisih yang belum diperhitungkan merupakan rekening penyeimbang apabila nilai transaksi-transaksi kredit tidak sama persis dengan nilai transaksi debit. Dengan adanya rekening selisih perhitungan ini, maka jumlah total nilai transaksi kredit dari suatu Neraca Pembayaran Internasional (NPI) akan selalu sama dengan transaksi debitnya.

2.1.4        Defisit dan Surplus Neraca Pembayaran

            Dalam neraca pembayaran terdapat kemungkinan terjadinya surplus dan defisit. Adapun defisit terjadi apabila jumlah ekspor lebih kecil daripada impor, sedangkan apabila jumlah ekspor lebih besar daripada impor posisi neraca pembayaran menunjukkan surplus. Neraca pembayaran suatu negara juga dapat dikatakan seimbang apabila stok nasional (cadangan devisa) tidak berubah dan tidak ada aliran modal/pinjaman akomodatif. 
            Defisit atau surplus neraca pembayaran yang terjadi pada suatu negara dikarenakan oleh komponen berikut:
1        Stok Nasional
Jika terjadi penurunan stok nasional berarti defisit, dan jika terjadi kenaikan stok nasional berarti surplus.
2        Pinjaman Akomodatif
Pinjaman yang masuk karena berkaitan dengan adanya kelebihan impor berarti merupakan bagian dan defisit, sedangkan pinjaman yang masuk atas kemauannya sendiri (pinjaman otonom) tidak memengaruhi defisit.
3        Defisit total adalah besarnya penurunan stok nasional ditambah pinjaman akomodatif.
4        Surplus total adalah besarnya kenaikan stok nasional ditambah pinjaman akomodatif.

2.2        Cadangan Devisa

Cadangan devisa yang sering disebut dengan international reserves and foreign currency liquidity (IRFCL) atau official reserve assets didefinisikan sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu, guna membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing dan untuk tujuan lainnya[1]. Berdasarkan definisi tersebut manfaat cadangan devisa yang dimiliki oleh suatu negara dapat dipergunakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar[2] dan dapat juga dipergunakan untuk membiayai defisit pada neraca pembayaran.
Oleh karena cadangan devisa dituntut harus dapat dipergunakan setiap saat apabila diperlukankan, maka cadangan devisa biasanya berupa kekayaan dalam bentuk mata uang asing yang mudah diperjualbelikan, emas, dan tagihan jangka pendek kepada bukan penduduk yang bersifat likuid. Selanjutnya, agar cadangan devisa tersebut bersifat likuid, maka cadangan devisa sebaiknya dalam bentuk aset yang dapat dengan mudah dipergunakan setiap saat sesuai kebutuhan[3]. Oleh karena, itu cadangan devisa harus tersimpan sebagai tagihan pemerintah kepada bukan penduduk dalam bentuk valuta asing yang mudah dikonversikan. Dengan demikian aset yang tidak dikuasai pemerintah dan yang terikat persyaratan tertentu untuk jangka waktu lebih dari satu tahun tidak dapat dikatakan sebagai official reserve assets.

2.2.1        Komponen Cadangan Devisa

Cadangan devisa dapat berbentuk seperti di bawah ini :
1)      Emas moneter (monetary gold)
Emas Moneter adalah persediaan emas yang dimiliki oleh otoritas moneter berupa emas batangan dengan persyaratan internasioanl tertentu (London Good Delivery/LGD)[4], emas murni, dan mata uang emas yang berada baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Emas moneter ini merupakan cadangan devisa yang tidak memiliki posisi kewajiban finansial seperti halnya Special Drawing Rights (SDR). Otoritas moneter yang akan menambah emas yang dimiliki misalnya dengan, misalnya, menambang emas baru atau membeli emas dari pasar, harus memonetisasi emas tersebut. Sebaliknya otoritas yang akan mengeluarkan kepemilikan emas untuk tujuan nonmoneter harus mendemonetisasi emas tersebut.
2)      Special Drawing Rights (SDR)
SDR dalam bentuk alokasi dana dari Dana Moneter Internasional (IMF) merupakan suatu fasilitas yang diberikan oleh IMF kepada anggotanya. Fasilitas ini memungkinkan bertambah atau berkurangnya cadangan devisa negara-negara anggota. Tujuan diciptakan SDR adalah dalam rangka menambah likuiditas internasional.
3)      Reserve Position in the Fund (RPF)
RPF merupakan cadangan devisa dari suatu negara yang ada di rekening IMF dan menunjukkan posisi kekayaan dan tagihan negara tersebut kepada IMF sebagai hasil transaksi negara tersebut dengan IMF sehubungan dengan keanggotaannya pada IMF. Seperti diketahui, anggota IMF dapat memiliki posisi di Fund’s General Resources Account yang dicatat pada kategori cadangan devisa. Posisi cadangan devisa anggota merupakan jumlah reserve tranche purchase[5] yang dapat ditarik anggota (menurut perjanjian utang) yang siap diberikan kepada anggota.
4)      Valuta asing (foreign exchange) terdiri dari :
(a.)   uang kertas asing (convertible currencies) dan simpanan (deposito) ;
(b.)  surat berharga berupa : penyertaan, saham, obligasi, dan instrument pasar uang lainnya (equities, bonds and notes, money market instrument); dan
(c.)   derivatif keuangan (financial derivatives) Valuta asing mencakup tagihan otoritas moneter kepada bukan penduduk dalam bentuk mata uang, simpanan, surat berharga dan derivatif keuangan. Contoh transaksi derivatif keuangan adalah forward, futures, swaps, dan option.
5)      Tagihan lainnya
Tagihan lainnya merupakan jenis terakhir yang mencakup tagihan yang tidak termasuk dalam kategori tagihan tersebut di atas.
Pencatatan nilai cadangan devisa dalam statistik pada umumnya menurut harga pasar, yaitu kurs pasar yang berpengaruh pada saat transaksi. Harga pasar untuk tagihan seperti penyertaan dan kurs SDR ditentukan oleh IMF. Transaksi emas moneter dinilai menurut harga pasar transaksi yang mendasarinya, sedangkan untuk penilaian posisi cadangan devisa dipergunakan harga pasar yang berpengaruh pada akhir periode.

2.2.2        Tujuan Kepemilikan Cadangan Devisa

Motif kepemilikan cadangan devisa dapat dianalogikan dengan motif seseorang atau individu untuk memegang uang (Roger,1993). Seperti diketahui ada tiga motif mengapa seseorang ingin memegang uang, yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga, dan motif spekulasi. Dalam hal cadangan devisa, motif transaksi ditujukan terutama untuk mencukupi kebutuhan
likuiditas internasional, membiayai defisit neraca pembayaran, dan memberikan jaminan kepada pihak eksternal (para kreditor dan rating agency) bahwa kewajiban luar negeri senantiasa dapat dibayar tepat waktu (zero default) dengan biaya seminimal mungkin tanpa mengurangi optimalisasi pendapatan bagi negara. Motif berjaga-jaga ditujukan terutama dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter dan kebijakan nilai tukar, yaitu memelihara kepercayaan pasar, melakukan intervensi pasar sebagai upaya mengendalikan volatilitas nilai tukar apabila diperlukan, meredam market shocks bila terjadi krisis[6], dan memberikan kepercayaan kepada pelaku pasar domestik bahwa mata uang domestik senantiasa di-back up oleh aset valas. Motif spekulasi ditujukan terutama untuk memperoleh return dari kegiatan investasi cadangan devisa.
Dari ketiga motif tersebut di atas tampaknya motif kepemilikan cadangan devisa bagi suatu negara lebih didominasi oleh motif kedua yaitu motif berjaga-jaga sehingga dalam pengelolaan cadangan devisa prinsip likuiditas lebih diutamakan.
Berdasarkah tiga jenis motif tersebut di atas, tujuan suatu negara memiliki cadangan devisa juga bervariasi tergantung dari berbagai pertimbangan yang diwarnai oleh karakteristik perekonomian pemerintahan negara tersebut. Beberapa tujuan kepemilikan cadangan devisa yang sering dikemukakan adalah sebagai berikut.
1)      Sebagai alat kebijakan moneter khususnya untuk meredam gejolak nilai tukar, misalnya, dengan melakukan intervensi apabila diperlukan;
2)      Memberikan kepercayaan kepada pelaku pasar bahwa negara mampu memenuhi kewajibannya terhadap pihak luar negeri ;
3)      Membantu pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dan kewajiban ketika akan melakukan pembayaran utang luar negeri ;
4)      Membiayai transaksi yang tercatat di dalam Neraca Pembayaran ;
5)      Menunjukkan adanya suatu kekayaan dalam bentuk external asset untuk mem-back up mata uang dalam negeri (domestic currency) ;
6)      Memelihara suatu cadangan untuk dapat dipergunakan apabila negara mengalami suatu keadaan darurat.
7)      Merupakan salah satu sumber investasi. Tujuan ini pada umumnya bukan merupakan tujuan utama, tetapi lebih alasan untuk memaksimalkan pemanfaatan cadangan devisa yang dimiliki.

2.2.3        Tujuan dan Prinsip Pengelolaan Cadangan Devisa

Definisi pengelolaan cadangan devisa menurut IMF adalah suatu proses yang memastikan adanya cadangan devisa yang siap pakai dan dikuasai oleh otoritas moneter untuk memenuhi berbagai tujuan[7].
Pengelolaan cadangan devisa yang baik akan bermanfaat bagi meningkat ketahanan ekonomi suatu negara ketika ada tekanan (shocks) yang kemungkinan baik berasal dari pasar finansial global (global financial market) maupun dari masalah yang timbul karena sistem keuangan dalam negeri. Sehubungan dengan hal tersebut, maka manajer pengelola cadangan devisa (pihak bank sentral atau otoritas moneter) harus memantau pergerakan nilai tukar mata uang domestik setiap saat melalui interaksi dengan para pelaku pasar dan diharapkan dapat mengakses informasi secara benar dan tepat waktu. Hasil analisi berdasar informasi tersebut akan bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam memantau perkembangan pasar dari kemungkinan munculnya potensi masalah dan dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Berdasarkan pengalaman pengelolaan cadangan devisa yang kurang baik, akan mengakibatkan adanya keterbatasan kemampuan otoritas moneter untuk merespons secara efektif ketika terjadi situasi krisis. Selain itu, pengelolaan cadangan devisa yang lemah juga dapat menimbulkan kerugian baik dari sisi keuangan maupun dari sisi reputasi.
Dari pengamatan terhadap praktek pengelolaan cadangan devisa di beberapa negara, terdapat keseragaman pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan praktek pengelolaan cadangan devisa yang aman. Dalam Guideline yang dikeluarkan oleh IMF praktek pengelolaan yang aman meliputi hal-hal dibawah ini :
1)      kejelasan tujuan dari pengelolaan cadangan devisa ;
2)      manajemen risiko yang hati-hati ;
3)      struktur kelembagaan dan tata kelola (governance) yang sehat ;
4)      kerangka kerja yang transparansi yang memastikan adanya akuntabilitas dalam pengelolaan cadangan devisa, baik aktivitas maupun hasilnya ; dan
5)      pelaksanaan pengelolaan cadangan devisa yang efisien dan sehat (sound).
Tujuan pengelolaan cadangan devisa pada umumnya adalah untuk memastikan (1) ketersediaan kecukupan devisa untuk memenuhi berbagai kebutuhan; (2) kontrol terhadap risiko kredit, likuiditas, dan pasar dan ; (3) kemampuan memberikan penghasilan dengan tetap memprioritaskan kepada dua tujuan lainnya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya ada berbagai tujuan mengapa suatu negara memiliki cadangan devisa. Apa pun tujuan yang dipilih, dalam mengelola cadangan devisa terdapat beberapa persamaan karakteristik. Pertama, bahwa cadangan devisa adalah kekayaan milik masyarakat sehingga dalam mengelolanya faktor keamanan menjadi prinsip utama. Kedua, cadangan devisa tidak hanya sebagai suatu kekayaan tetapi kepemilikannya mempunyai berbagai tujuan. Oleh karena itu, dalam mengelola cadangan devisa harus diperhatikan prinsip likuiditas dalam arti cadangan devisa harus ada setiap saat diperlukan[8]. Ketiga, pada umumnya jumlah cadangan devisa relatif lebih besar dibandingkan dengan kekayaan finansial yang lain pemerintah sehingga prinsip untuk memaksimalkan pendapatan juga harus mendapat perhatian.
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga prinsip pengelolaan cadangan devisa, yaitu: (1) keamanan, (2) likuiditas, dan (3) keuntungan. Meskipun pada dasarnya ketiga prinsip tersebut sama pentingnya, dalam pengelolaan cadangan devisa prinsip pertama dan kedua pada umumnya diprioritaskan. Oleh karena karakteristik seperti dijelaskan di atas, maka dalam mengelola cadangan devisa, banyak bank sentral mempunyai kecenderungan sangat konservatif, yang tercermin pada filosofi investasi mereka yang cenderung lebih menghindari risiko (risk averse). Sebagai ilustrasi, pengelolaan cadangan devisa yang lebih mengutamakan keamanan, maka sebagian besar portofolionya akan terdiri dari surat-surat berharga atau bond-bond yang dikeluarkan oleh pemerintah negara maju atau instrumen investasi berkualitas tinggi lainnya, dengan rating AAA. Apabila likuiditas yang diprioritaskan, maka portofolio investasi sebagian besar akan berupa bond-bond dengan kapitalisasi yang besar di pasar keuangan, seperti US Treasury , European Government Bonds dan bond lain yang menunjukkan likuiditas tinggi[9], sehingga apabila diperlukan dana cash mendadak, instrumen yang dimiliki akan mudah dijual/dicairkan. Sedangkan apabila pengelolaan cadangan devisa lebih mementingkan profitabilitas, maka komposisi portofolio investasinya sebagian besar akan berbentuk bond-bond yang memiliki yield tinggi (dan risiko tinggi secara bersamaan), misalnya, bonds yang dikeluarkan oleh korporasi seperti IBM, Ford, atau bonds lainnya yang dikeluarkan oleh agency yang ratingnya di bawah rating investasi[10].

2.2.4        Faktor yang Berpengaruh terhadap Strategi Pengelolaan Cadangan Devisa

Strategi pengelolaan cadangan devisa merupakan rangkaian kebijakan dan kegiatan yang berkaitan erat dengan tujuan kepemilikan cadangan devisa. Tujuan tersebut akan berpengaruh terhadap keputusan tentang adanya kecukupan cadangan devisa maupun komposisi cadangan devisa yang harus tersedia.

2.2.4.1  Kecukupan Cadangan Devisa
Meskipun secara teori tidak ada suatu petunjuk yang pasti dalam menentukan berapa tingkat kecukupan cadangan devisa, penentuan tingkat kecukupan pada umumnya dipengaruhi oleh karakteristik dari kebijakan moneter yang dikaitkan dengan rezim nilai tukar; keterbukaan perekonomian suatu negara; dan kebijakan utang luar negeri yang dianut oleh suatu negara.
Dalam rangka memastikan adanya kecukupan cadangan devisa dan sebagai upaya menentukan prioritas investasi, manajer pengelola cadangan devisa diharapkan melakukan penilaian terhadap berapa tingkat kecukupan cadangan devisa yang diperlukan.
Kecukupan Cadangan Devisa dan Sistem Nilai Tukar
Sehubungan dengan sifat dari rezim nilai tukar[11], di negara yang menganut fixed exchange rate ’sistem nilai tukar tetap’[12] pada umumnya memerlukan cadangan devisa yang besar untuk mempertahankan nilai tukar pada level yang ditetapkan. Apabila nilai tukar yang ditetapkan di atas harga pasar, maka pemerintah/otoritas moneter akan menjual cadangan devisa atau valuta asing. Sebaliknya, jika nilai tukar di bawah harga pasar, maka pemerintah/otoritas moneter akan membeli valuta asing atau cadangan devisa sebagai upaya untuk mempertahankan nilai tukar pada level yang ditetapkan. Adapun dalam sistem floating exchange rate ’sistem nilai tukar mengambang’[13], nilai tukar mata uang suatu negara ditentukan oleh kekuatan antara permintaan dan penawaran yang ada di pasar, sehingga tidak ada kewajiban bagi otoritas moneter untuk mempertahankan suatu tingkat nilai tukar tertentu. Dalam sistem ini, otoritas moneter pada dasarnya tidak memerlukan cadangan devisa untuk menjaga nilai tukar. Namun, hampir tidak ada negara yang menganut sistem ini secara murni, sehingga otoritas moneter masih memerlukan cadangan devisa untuk melakukan intervensi agar nilai tukar tidak terlalu berfluktuasi[14]. Intervensi tersebut tidak dimaksudkan untuk mengarahkan atau mencapai nilai tukar pada tingkat tertentu, tetapi semata-mata hanya untuk menjaga agar gejolak nilai tukar yang terjadi tidak berlebihan yang membahayakan perekonomian secara keseluruhan.
Kecukupan Cadangan Devisa dan Keterbukaan Perekonomian
Keterbukaan perekonomian suatu negara tercermin dengan semakin besarnya transaksi perdagangan dan aliran dana antarnegara. Dengan semakin terbukanya perekonomian suatu negara, kebutuhan cadangan devisa akan cenderung semakin besar untuk membiayai transaksi perdagangan. Parameter yang biasa dipakai untuk mengukur kecukupan cadangan devisa sehubungan dengan transaksi perdagangan antarnegara adalah marginal propensity to import. Secara teoritis, semakin besar angka propensity tersebut menunjukkan semakin kecilnya kebutuhan cadangan devisa yang harus dimiliki. Selain parameter tersebut di atas, kecukupan cadangan devisa dapat pula dinyatakan dengan penyediaan cadangan devisa sejumlah yang dapat memenuhi “sekian” bulan impor.
Keterbukaan perekonomian suatu negara juga memungkinkan negara menghadapi risiko timbulnya ketidakseimbangan di neraca pembayarannya[15] sehingga diperlukan cadangan devisa untuk motif berjaga-jaga. Suatu negara yang menghadapi eksposur ketidakseimbangan neraca pembayaran cukup besar pada umumnya cenderung ingin memiliki cadangan devisa yang besar pula[16].
Besar kecilnya kebutuhan cadangan devisa dikaitkan dengan arus dana antarnegara dipengaruhi oleh sistem devisa yang dianut oleh suatu negara[17]. Di negara yang menganut sistem devisa bebas, aliran modal bebas masuk dan keluar sehingga perekonomian negara tersebut biasanya akan rentan terhadap risiko yang muncul dari kegiatan spekulasi pemilik modal yang sewaktu-waktu dapat menarik dananya. Dalam situasi tersebut, otoritas moneter memerlukan jumlah cadangan devisa dalam jangka pendek yang lebih besar, khususnya untuk kebutuhan mengelola nilai tukar dibandingkan dengan negara yang menganut sistem devisa terkontrol.
Kecukupan Cadangan Devisa dan Utang Negara
Strategi pengelolaan cadangan devisa juga harus mempertimbangkan strategi pengelolaan utang. Adanya keterpaduan antara strategi pengelolaan cadangan devisa dan strategi pengelolaan utang merupakan suatu unsur penting untuk mencegah munculnya krisis (crisis prevention). Dalam suatu perekonomian, adanya short term external private debt merupakan suatu faktor untuk menentukan tingkat kecukupan cadangan devisa.
Penentuan besarnya cadangan devisa pada umumnya tidak terlalu mendapat perhatian. Di negara yang sedang berkembang, masalah yang dihadapi pada umumnya lebih kepada “kekurangan” cadangan devisa. Upaya yang menjadi lebih penting adalah adanya identifikasi penggunaan cadangan devisa yang tepat dan analisis tentang cost of funding reserves yang baik.

2.2.4.2  Komposisi Mata Uang Cadangan Devisa

Pemilihan komposisi mata uang cadangan devisa sangat dipengaruhi oleh tujuan kepemilikan cadangan devisa. Apabila tujuan utama dari kepemilikan cadangan devisa adalah untuk memenuhi kebutuhan kewajiban luar negeri, yang ada di neraca bank sentral, maka komposisi mata uang cadangan devisa akan disesuaikan dengan komponen kewajiban tersebut. Apabila tujuan memiliki cadangan devisa semata-mata untuk tujuan intervensi pasar valuta asing, maka komposisi mata uang cadangan devisa yang bersifat likuid menjadi persyaratan utama. Sedangkan apabila kepemilikan cadangan devisa adalah untuk membayar transaksi impor, maka komposisi mata uang cadangan devisa dibuat sedemikian rupa untuk mempertahankan daya beli dari cadangan devisa yang dimiliki. Dalam rangka mempertahankan nilai cadangan devisa yang dimiliki dari inflasi internasional, berdasarkan penelitian The Management of Forex Reserve (Roger, 1993) Scott Roger, komposisi mata uang cadangan devisa
pada umumnya dalam bentuk empat jenis mata uang utama yang dianggap paling berpengaruh di dunia, yaitu: US dollar, Euro, Poundsterling, dan Yen.

2.2.5        Kerangka Kerja Manajemen Risiko

Pengelolaan cadangan devisa, sebagaimana kegiatan investasi keuangan (financial investment) yang dilakukan oleh lembaga keuangan bank maupun nonbank, tidak dapat terlepas dari kemungkinan terjadinya kerugian akibat berbagai risiko yang dihadapi. Penggunaan berbagai instrumen investasi untuk pengelolaan cadangan devisa dewasa ini menghadapi risiko yang semakin tinggi dan kompleks. Keadaan ini terutama disebabkan (a) semakin tingginya keterkaitan kegiatan perekonomian antar negara dan semakin terintegrasinya pasar keuangan dunia[18]; (b) semakin berkembangnya globalisasi yang mendorong perkembangan inovasi produk-produk investasi di pasar keuangan; dan (c) munculnya pelaku-pelaku baru di pasar keuangan sebagai akibat adanya deregulasi di beberapa negara.
Meskipun tidak ada pedoman yang pasti, pengelolaan cadangan devisa pada dasarnya adalah pengelolaan investasi dan pengelolaan risiko. Ibarat mata uang logam, maka risiko dan return adalah dua sisi dari mata uang tersebut. Dalam kegiatan investasi, manajer pengelola cadangan devisa harus mampu untuk memperoleh return yang optimal dengan risiko yang terukur.
Menurut Jorion 1977 ‘risk is the volatility of unexpected outcomes, generally the value of assets or liabilities of interest’. Pada umumnya risikorisiko yang dihadapi berupa business risk dan atau consequential risk. Business risk merupakan risiko yang harus dihadapi akibat keinginan untuk memperoleh return yang tinggi. Sedangkan consequential risk adalah risiko yang harus dihadapi sebagai konsekuensi pemilihan kegiatan usaha tertentu.
Business risk terdiri dari risiko pasar dan risiko kredit. Risiko pasar terdiri dari:
1)      Risiko nilai tukar kerugian yang diakibatkan oleh perubahan nilai tukar suatu mata uang yang menjadi denominasi dari investasi.
2)      Risiko harga risiko merosotnya nilai investasi karena perubahan harga dari instrumen pasar keuangan sebagai instrumen investasi, baik harga di pasar modal maupun harga surat-surat berharga yang menghasilkan bunga tetap.
Sedangkan risiko kredit atau counterparty risk adalah kerugian investasi yang disebabkan oleh kepailitan mitra transaksi[19]. Sementara itu, consequential risk suatu lembaga keuangan (financial institution) dapat berupa hal-hal berikut:
1)      Risiko likuiditas, yaitu risiko tidak tersedianya jumlah likuiditas yang cukup guna memenuhi kewajiban finansial dalam jangka pendek (cash flow mismatching). Risiko ini pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu (a) risiko pendanaan (cash flow), merupakan risiko yang timbul karena lembaga tidak dapat memperoleh dana untuk memenuhi kewajibannya pada waktu yang ditentukan dan (b) risiko likuiditas pasar atau risiko yang timbul karena lembaga tidak dapat dengan mudah mensinkronkan posisi tertentu dengan harga pasar sebelumnya karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memungkinkan
2)      Risiko Penyelesaian Transaksi (settlement risk) risiko kerugian yang terkait dengan pelaksanaan sistem pembayaran, yaitu tidak diselesaikannya transaksi kewajiban pembayaran yang telah disepakati pada waktu yang telah diperjanjikan.
3)      Risiko operasional (operational risk) risiko yang timbul karena kesalahan sistem, manajemen, kontrol, manusia, dan kejadian.
4)      Risiko hukum (legal risk) risiko yang mungkin timbul karena adanya kontrak yang tidak didukung oleh kekuatan hukum atau yang tidak terdokumentasikan dengan baik.
Di samping business risk dan consequential risk, terdapat juga reputational risk yang merupakan risiko yang muncul sebagai akibat kegiatan yang dilakukan oleh institusi ataupun individu di dalam institusi dan menciptakan persepsi negatif terhadap lembaga termaksud di pasar.
Selain jenis-jenis risiko tersebut di atas, pengelompokan risiko dapat pula dipisahkan menjadi risiko sistematis dan risiko nonsistematis. Dari kedua jenis risiko tersebut, risiko sistematis merupakan risiko yang timbul dari suatu instrumen. Oleh karena itu, risiko ini dapat diminimalisiasi dengan jalan melakukan diversifikasi instrumen. Namun, diversifikasi instrumen tersebut tidak dapat menghilangkan risiko nonsistematis atau risiko pasar.
Sehubungan dengan berbagai jenis risiko tersebut di atas pengelolaan cadangan devisa membutuhkan adanya suatu kerangka kerja yang mampu mengidentifikasi dan menilai risiko yang mungkin muncul dari kegiatan operasional pengelolaan cadangan devisa sehingga besarnya risiko yang akan ditanggung sesuai dengan parameter dan pada tingkat yang dapat ditoleransi oleh manajemen. Suatu kerangka kerja manajemen risiko berusaha untuk mengidentifikasi kemungkinan risiko yang dapat membawa dampak terhadap nilai portofolio dan kemudian risiko tersebut dikelola sehingga hasil dari kegiatan investasi menjadi optimal dengan risiko yang serendah mungkin. Pengelolaan risiko ini dilakukan melalui pengukuran terhadap eksposur dan bila perlu dibutuhkan adanya prosedur pendukung untuk mengurangi potensial efek dari risiko yang mungkin timbul.
Meskipun sampai saat ini tidak ada suatu aturan yang baku mengenai manajemen risiko, pada umumnya proses manajemen risiko melalui beberapa tahap yang berkesinambungan dimulai dengan adanya (1) identifikasi risiko; (2) pemetaan risiko untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko dan dampaknya terhadap kegiatan usaha; (3) pengukuran risiko ; (4) pengawasan risiko agar risiko tersebut dapat dikelola secara sistematis, dan akhirnya (5) penyusunan laporan kinerja dari keseluruhan kegiatan manajemen risiko. 
Tahap paling awal dari manajemen risiko adalah pemahaman terhadap kegiatan usaha yang meliputi pemahaman terhadap kondisi internal yang meliputi sumber pendanaan, komposisi kekayaan dan kewajiban, jenis-jenis investasi yang sesuai, sifat kegiatan usaha, dan keadaan infrastruktur perusahaan. Adapun kondisi eksternal yang harus dipahami, antara lain siapa stakeholders dan couterparties dari perusahaan, aspek hukum yang terkait, perkembangan kondisi pasar finansial, dan instrument yang tersedia di pasar finansial. Pemahaman yang baik terhadap faktor-faktor tersebut diharapkan dapat mempercepat dan mempertajam proses identifikasi risiko.
Setelah berbagai risiko teridentifikasi dan dipetakan, meskipun tidak semua risiko dapat dikuantifikasi, diupayakan agar pengukuran risiko mempergunakan metode kuantitatif sehingga dampak risiko terhadap keuangan lembaga dapat terukur.
Dalam mengukur risiko pasar, metode yang pada umumnya dipakai antara lain: (a) Penghitungan Value at Risk (VaR) (Penza et. al, 2001), yaitu cara untuk mengetahui besarnya potensi kerugian maksimum yang mungkin timbul dari suatu portofolio dalam suatu jangka waktu tertentu pada tingkat kepercayaan tertentu yang disebabkan oleh perubahan harga pasar portofolio tersebut (penjelasan VaR baca Boks di bawah); (b) Penghitungan duration yaitu cara untuk mengetahui seberapa besar persentase perubahan harga surat-surat berharga yang diakibatkan perubahan yield sebesar tertentu; dan (c) Analisis sensitivitas dilakukan dalam rangka mencari perubahan harga untuk setiap perubahan yield sebesar 1 (satu) basis point.
Pengukuran risiko kredit antara lain dapat dilakukan dengan metode Credit VaR, Credit Metrics, dan Probability of Default. Selain itu, dapat juga dipergunakan Credit Rating yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat. Adapun untuk mengetahui besarnya risiko kredit yang dihadapi, dapat dilakukan dengan pemetaan terhadap konsentrasi risiko kredit berdasarkan negara, jenis mata uang, issuer, dan rating. Pada umumnya pengukuran terhadap risiko kredit tidak hanya dilakukan pada saat akan dilakukan investasi, tetapi juga selama kegiatan investasi tersebut berlangsung. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar probabilitas terjadinya penurunan kualitas atas peringkat dari issuer atau instrumen investasi yang dimiliki.
Pengukuran risiko likuiditas biasanya mempergunakan metode Gap Analysis, yaitu untuk mengetahui gapping (tenor dan size) dari kekayaan dan kewajiban yang dimiliki. Analisis gap ini dilakukan untuk seluruh jangka waktu baik jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Tahap monitoring dan evaluasi risiko merupakan suatu proses dalam rangka memastikan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan masih dalam batas toleransi risiko yang diperbolehkan dan apakah masih sesuai dengan kebijakan, prosedur, dan arahan yang sudah ditetapkan. Selain hal tersebut di atas, kegiatan monitoring ini juga bermaksud untuk mengetahui apakah hasil yang diperoleh seimbang dengan risiko yang diambil. Agar kegiatan antisipasif dapat segera diambil bila muncul kemungkinan meningkatnya risiko, maka kegiatan monitoring dan evaluasi itu biasanya dilakukan secara berkesinambungan.
Proses pelaporan risiko sebaiknya dilaksanakan secara harian dan materi laporan antara lain mencakup komposisi portofolio, profil risiko, kinerja portofolio dibandingkan benchmark, serta evaluasi atas kepatuhan terhadap arahan investasi (investment guide line).
Proses manajemen risiko hendaknya didasarkan pada Specific Risk Policies and Prosedures yang merupakan dokumen tertulis berisi mengenai berbagai kebijakan, prosedur serta pedoman yang mengatur secara rinci seluruh tahapan pengelolaan risiko oleh lembaga.
Verifikasi dan audit merupakan suatu proses untuk mengevaluasi apakah proses manajemen risiko yang diimplementasikan telah berjalan dengan efektif sesuai kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan oleh pihak internal maupun oleh auditor independen. Auditor juga dapat diminta untuk melakukan evaluasi apakah metode, kebijakan, dan prosedur yang dipergunakan dalam manajemen risiko sesuai dengan karakteristik dari tujuan usaha lembaga dimaksud. Termasuk dalam proses ini adalah melakukan back testing untuk menguji keakuratan dari metode yang dipergunakan dalam pengukuran risiko.




BAB III

PENUTUP

3.1         Kesimpulan

Neraca pembayaran adalah suatu catatan aliran keuangan yang menunjukkan nilai transaksi perdagangan dan aliran dana yang dilakukan di antara suatu negara dengan negara lain dalam suatu tahun tertentu.
Cadangan devisa yang sering disebut dengan international reserves and foreign currency liquidity (IRFCL) atau official reserve assets didefinisikan sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter dan dapat digunakan setiap waktu, guna membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing dan untuk tujuan lainnya. Berdasarkan definisi tersebut manfaat cadangan devisa yang dimiliki oleh suatu negara dapat dipergunakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar dan dapat juga dipergunakan untuk membiayai defisit pada neraca pembayaran.
Faktor yang Berpengaruh terhadap Strategi Pengelolaan Cadangan Devisa :
1.      Kecukupan cadangan devisa
2.      Komposisi mata uang cadanagan devisa



Daftar Pustaka


Anisa, Amanda C.. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Neraca Pembayaran Indonesia.
     JOM Fekon.
Astuti, Ismadiyanti P., Oktavilia, Shanty., dan Rahman, Agus Rubianto. 2015. The International
     Balance of Payments Role in the Economy of Indonesia
. Journal of Economics and Policy.
Ekananda, Mahyus. 2014. Sistem Pembayaran dan Neraca Pembayaran Internasional. Jurnal
     Ekonomi Keuangan Internasional.
Gandhi, Dyah Virgoana. 2006. Pengelolaan Cadangan Devisa di Bank Indonesia. Jakarta: PPSK
     Bank Indonesia.
Leonufna, Lucyana., Kumaat, Robby., dan Mandeij, Dennij. 2016. Analisis Pengaruh Neraca
     Pembayaran Internasional terhadap Tingkat Kurs Rupiah/Dollar As Melalui Cadangan
     Devisa dalam Sistem Kurs Mengambang Bebas di Indonesia Periode 1998.1 sampai 2014.4
.
     Jurnal Berkala Ilmiah Efisien.



[1] Balance of Payments Manual, 5th edition, IMF
[2] Nilai tukar adalah harga satu unit suatu valuta asing apabila dinyatakan dalam valuta asing lainnya
[3] Dalam difinisi IMF, kriteria likuid adalah dapat dicairkan sebelum jangka waktu satu tahun.
[4] Emas batangan dapat dikatakan memenuhi kualifikasi untuk dapat diperdagangkan di pasa emas internasional apabila memenuhi persyaratan : a) berbentuk batangan (brick) dengan berat antara 340-400 toz/bar;b) memiliki kadar kemurnian emas lebih dari 96%; c) tidak memiliki cacat/goresan pada permukaannya, dan d) memiliki tanda cap cap dari perusahaan refinery yang terdaftar pada LBMA
[5] Reserve tranche purchase adalah perolehan dari IMF yang tidak mengakibatkan IMF memegang mata uang anggota melebihi kuota anggota. Pembelian IMF dari negara tersebut akan menyebabkan peningkatan valuta asing di negara tersebut dan penurunan posisi cadangan devisa anggota di IMF. Demikian pula sebaliknya untuk pembelian kembali.
[6] Financial shocks, bank run, maupun national disaster/emergencies
[7] Guidelines for International Reserves and Foreign Currency Liquidity, IMF, 2001
[8] Kemampuan untuk mengubah asset menjadi cash.
[9] Bond tersebut dikeluarkan dengan jumlah yang besar, misal bond yang dikeluarkan oleh Jepang.
[10] Semakin rendah rating suatu bond maka semakin tinggi risiko yang akan dihadapi. Namun, sebagai konsekuensinya return yang akan diperoleh juga akan semakin tinggi. Rating yang digunakan adalah rating dari lembaga pemerating internasional seperti Moody’s, Standart & Poors atau lembaga lain yang setara.
[11] Pada dasarnya terdapat tiga rezim/sistem nilai tukar, yaitu: fixed exchange rate ‘sistem nilai tukar tetap’, managed floating exchange rate ‘sistem nilai tukar mengambang terkendali’, dan floating exchange rate ‘sistem nilai tukar mengambang’.
[12] Dimana nilai tukar atau kurs suatu mata uang terhadap mata uang lain ditetapkan pada nilai uang tertentu
[13] Nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar
[14] Nilai tukar yang terlalu berfluktuasi akan dapat menambah ketidakpastian bagi dunia usaha
[15] Ketidakseimbangan Neraca Pembayaran bisa muncul karena transaksi impor lebih besar daripada transaksi ekspor atau bisa juga dari transaksi modal yang negatif.
[16] Menurut Scott Roger, ukuran besar kecilnya cadangan devisa yang diinginkan sebaiknya tidak hanya dilihat pada besarnya ketidakseimbangan neraca pembayaran, tetapi juga perlu diperhatikan sumber dari ketidakseimbangan tersebut dan sifat ketidakseimbangan apakah permanen atau hanya bersifat sementara.
[17] Pada dasarnya ada tiga sistem devisa yaitu: sistem devisa terkontrol, sistem devisa semi kontrol, dan sistem devisa bebas.
[18] Keadaan ini membawa akibat bahwa ketidakstabilan di suatu pasar akan dengan cepat berpengaruh ke pasar lainnya, sehingga risiko kegiatan investasi menjadi semakin tinggi.
[19] Mitra transaksi dapat lembaga keuangan sebagai bank koresponden atau lembaga yang menerbitkan surat-surat utang di pasar keuangan yang menjadi aset kita melalui pembelian.

Related Posts

Neraca Pembayaran dan Cadangan Devisa
4/ 5
Oleh