BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Stabilitas
perekonomian merupakan faktor yang penting di dalam suatu negara baik negara
maju atau berkembang. Perdagangan internasional merupakan salah satu cara yang
diterapkan oleh setiap negara yang menganut sistem perekonomian terbuka.
Perdagangan internasional terlihat dari adanya aktivitas perdagangan barang dan
jasa serta adanya investasi asing yang mengakibatkan adanya aliran masuk modal
dan aliran keluar modal. Semua transaksi harus di catat kedalam neraca
pembayaran internasional.
Neraca
pembayaran internasional (Balance Of Payment) adalah catatan yang
tersusun secara sistematis mengenai seluruh transaksi ekonomi intgernasional
yang dilakukan oleh penduduk negara yang satu dengan penduduk negara yang lain
dalam jangka waktu tertentu, biasanya 1 tahun (Nopirin, 2010). Neraca
pembayaran terdiri dari 5 komponen utama yaitu : (1) Neraca Transaksi Berjalan;
(2).Neraca Modal; (3). Neraca Finansial; (4). Selisih Perhitungan Bersih; dan
(5). Lalu Lintas Moneter. Setiap komponen di catat dengan menggunakan sistem
pencatatan ganda (double entry bookkepping system). Transaksi-transaksi
yang dicatat akan menghasilkan simpangan cadangan devisa negara.
Cadangan
devisa dalam pasal 13 UU-BI dirumuskan bahwa Bank Indonesia mengelolah cadangan
devisa. Cadangan devisa adalah cadangan devisa negara yang antara lain berupa
emas, uang kertas asing, dan taguhan lainnya dalam valuta asing kepada pihak
luar negeri yang dapat di pergunakan sebagai alat pembayaran luar negeri.
Selain itu cadangan devisa digunakan untuk membiayai kegiatan ekspor dan impor,
membayar hutang luar negeri, dan intervensi di pasar valuta asing guna
menstabilkan nilai tukar.
1.2
Rumusan Masalah
a)
Apa yang dimaksud dengan neraca pembayaran?
b)
Apa yang dimaksud dengan cadangan devisa?
c)
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi cadangan
devisa?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Neraca Pembayaran
Neraca
pembayaran adalah suatu catatan aliran keuangan yang menunjukkan nilai
transaksi perdagangan dan aliran dana yang dilakukan di antara suatu negara
dengan negara lain dalam suatu tahun tertentu. (Sukirno, 2008:390)
Neraca
pembayaran (balance of payment) merupakan dokumen sistematis dari semua
transaksi ekonomi antara penduduk satu negara lain dalam jangka waktu tertentu,
biasanya satu tahun. Penduduk di sini adalah individu, badan hukum dan
pemerintah. Individu dimaksudkan orang yang bertempat tinggal dan mempunyai
mata pencaharian di negara tersebut. (Apridar, 2009:135)
Hady
(2009:59) mendefinisikan balance of payment (BOP) adalah suatu catatan
yang disusun secara sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi
perdagangan barang atau jasa, transfer keuangan dan moneter antar penduduk
suatu negara dan penduduk luar negeri (rest of the world) untuk suatu
periode waktu tertentu, biasanya satu tahun.
2.1.1
Sistem Perekaman Ganda
Neraca
pembayaran merupakan sistem perekaman ganda (double entry system).
Setiap transaksi yang terdiri dari pertukaran sesuatu direkam baik sebagai
debit maupun sebagai kredit. Seperti pada kasus perdagangan barang impor,
permintaan barang biasanya dibayar tunai atau kredit. Begitu juga, ekspor
direkam sebagai kredit dan pembayarannya pada pos debit. Begitulah pos debit
dan pos kredit sebagai suatu kesepakatan konvensional pembukuan untuk menjaga
keseimbangan neraca pembayaran. Kenaikan dalam assets selalu direkam pada pos
debit dan kenaikan liabilities sebagai kredit. (Waluya, 2003:169)
2.1.2
Pendekatan
Neraca Pembayaran
Menurut
Jamli (2001:248), dalam perkembangan teori klasik, teori neraca pembayaran
dibagi dalam dua pendekatan, yakni:
1. Pendekatan Elastisitas
Pendekatan elastisitas adalah pendekatan
yang menganalisis bahwa nilai tukar dan tingkat bunga akan memberikan dampak
terhadap neraca pembayaran yang bergantung pada elastisitas penawaran dan
permintaan nilai tukar dan barang luar negeri. Perubahan nilai tukar mata uang
domestik terhadap mata uang asing (devaluasi dan revaluasi) diharapkan mampu
memperbaiki neraca pembayaran melalui elastisitas permintaan barang ekspor dari
negara lain, di mana apabila semakin besar permintaan akan barang ekspor suatu
negara maka devaluasi akan semakin efektif.
2. Pendekatan Absorpsi
Pendekatan
adsorbsi merupakan gabungan dari perubahan kurs, pendapatan, dan pengeluaran
untuk memperbaiki neraca pembayaran dengan memulihkan keseimbangan eksternal.
Apabila devaluasi menyebabkan meningkatnya produk nasional dengan jumlah yang
lebih besar dibandingkan dengan bertambah besarnya peningkatan daya absorpsi,
maka neraca pembayaran akan bertambah baik, akan tetapi kalau terjadi
sebaliknya, maka neraca pembayaran justru akan memburuk sebagai akibat adanya
kebijakan devaluasi.
2.1.3
Komponen-komponen neraca
pembayaran.
Berdasarkan neraca
pembayaran kita dapat mengetahui bahwa neraca dibagi ke dalam beberapa
transaksi ekonomi internasional. Secara garis besar transaksi ekonomi
internasional (luar negeri) atau pos-pos dasar suatu negara dapat dibedakan
sebagai berikut :
1
Transaksi Dagang (Trade Account)
Transaksi dagang adalah semua transaksi
ekspor dan impor barang-barang (merchandise) dan jasa-jasa. Transaksi
dagang dibedakan menjadi transaksi barang (visible trade) yang merupakan
transaksi ekspor dan impor barang dagangan, dan transaksi jasa (invisible
trade) yang merupakan transaksi eskpor dan impor jasa. Untuk transaksi
ekspor dicatat di sisi kredit, sedangkan transaksi impor dicatat di sisi debit.
2
Transaksi Pendapatan Modal (Income on Investment)
Transaksi pendapatan modal adalah semua transaksi penerimaan atau pendapatan yang berasal dari
penanaman modal di luar negeri serta penerimaan pendapatan modal asing di
negeri kita. Pendapatan tersebut dapat berupa bunga, dividen, dan keuntungan
lain. Penerimaan bunga dan dividen merupakan transaksi kredit, sedangkan
pembayaran bunga dan dividen kepada penduduk negara asing merupakan transaksi
debit.
3
Transaksi Unilateral (Unilateral Transaction)
Transaksi unilateral adalah transaksi sepihak atau transaksi satu arah, artinya transaksi
tersebut tidak menimbulkan kewajiban untuk membayar atas barang atau bantuan
yang diberikan. Berikut ini yang tergolong dalam transaksi unilateral adalah
hadiah (gift), bantuan (aid), dan transfer unilateral. Apabila
suatu negara memberi hadiah atau bantuan ke negara lain, maka transaksi ini
termasuk transaksi debit. Sebaliknya, jika suatu negara menerima hadiah atau
bantuan dari negara lain, termasuk dalam transaksi kredit.
4
Transaksi Penanaman Modal Langsung (Direct
Investment)
Transaksi penanaman modal langsung adalah semua transaksi yang berhubungan dengan jual beli saham dan jual
beli perusahaan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk
negara lain. Apabila terjadi pembelian saham atau perusahaan dari tangan
penduduk negara lain, maka pos direct investment didebit, dan bila
terjadi penjualan saham atau penduduk asing yang mendirikan perusahaan di
wilayah kekuasaannya, maka pos ini dikredit.
5
Transaksi Utang Piutang Jangka Panjang (Long Term
Loan)
Transaksi utang piutang jangka panjang adalah semua transaksi kredit jangka panjang yang pembayarannya lebih dari
satu tahun. Sebagai contoh transaksi penjualan obligasi kepada penduduk negara
lain, menerima pembayaran kembali pinjaman-pinjaman jangka panjang yang
dipinjamkan kepada penduduk negara lain, atau mendapatkan pinjaman jangka
panjang dari negara lain, maka pos ini dicatat di sebelah kredit, dan bila
terjadi transaksi pembelian obligasi atau lainnya yang berkaitan dengan utang
piutang jangka panjang, maka pos ini dicatat di sebelah debit.
6
Transaksi Utang Piutang Jangka Pendek (Short Term
Capita1)
Transaksi utang piutang jangka pendek adalah semua transaksi utang piutang yang jatuh temponya tidak lebih dari
satu tahun. Transaksi ini umumnya terdiri atas transaksi penarikan dan
pembayaran surat-surat wesel.
7
Transaksi Lalu Lintas Moneter (Monetary
Acomodating)
Transaksi lalu lintas moneter adalah pembayaran terhadap transaksi-transaksi pada current account (transaksi
perdagangan, pendapatan modal, dan transaksi unilateral) dan investment
account (transaksi penanaman modal langsung, utang piutang jangka pendek,
dan utang piutang jangka panjang). Apabila jumlah pengeluaran current
account dan investment account lebih besar daripada penerimaannya,
maka perbedaan tersebut merupakan defisit yang harus ditutup dengan saldo
kredit monetary acomodating. Dari transaksi tersebut, maka transaksi
ekonomi internasional dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Transaksi Berjalan (Current Account)
Transaksi berjalan adalah semua transaksi
ekspor dan impor barang-barang dan jasa-jasa. Secara umum meliputi: transaksi
perdagangan, transaksi pendapatan modal dan transaksi unilateral.
2. Neraca Modal (Capital Account)
Neraca modal adalah neraca yang
menunjukkan perubahan dalam harta kekayaan (asset) suatu negara di luar negeri
dan aset asing di suatu negara, di luar aset cadangan pemerintah. Neraca modal
meliputi: transaksi penanaman modal langsung, transaksi utang piutang jangka
panjang dan transaksi utang piutang jangka pendek.
3. Selisih yang Belum Diperhitungkan (Error and Omissions)
Selisih yang belum
diperhitungkan merupakan rekening penyeimbang apabila nilai transaksi-transaksi
kredit tidak sama persis dengan nilai transaksi debit. Dengan adanya rekening
selisih perhitungan ini, maka jumlah total nilai transaksi kredit dari suatu
Neraca Pembayaran Internasional (NPI) akan selalu sama dengan transaksi
debitnya.
2.1.4
Defisit dan Surplus Neraca Pembayaran
Dalam neraca pembayaran
terdapat kemungkinan terjadinya surplus dan defisit. Adapun defisit terjadi
apabila jumlah ekspor lebih kecil daripada impor, sedangkan apabila jumlah
ekspor lebih besar daripada impor posisi neraca pembayaran menunjukkan surplus.
Neraca pembayaran suatu negara juga dapat dikatakan seimbang apabila stok
nasional (cadangan devisa) tidak berubah dan tidak ada aliran modal/pinjaman
akomodatif.
Defisit
atau surplus neraca pembayaran yang terjadi pada suatu negara dikarenakan oleh
komponen berikut:
1
Stok Nasional
Jika terjadi penurunan
stok nasional berarti defisit, dan jika terjadi kenaikan stok nasional berarti
surplus.
2
Pinjaman Akomodatif
Pinjaman yang masuk
karena berkaitan dengan adanya kelebihan impor berarti merupakan bagian dan
defisit, sedangkan pinjaman yang masuk atas kemauannya sendiri (pinjaman
otonom) tidak memengaruhi defisit.
3
Defisit total adalah besarnya penurunan stok nasional ditambah pinjaman
akomodatif.
4
Surplus total adalah besarnya kenaikan stok nasional ditambah pinjaman
akomodatif.
2.2
Cadangan Devisa
Cadangan
devisa yang sering disebut dengan international reserves and foreign
currency liquidity (IRFCL) atau official reserve assets
didefinisikan sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas
moneter dan dapat digunakan setiap waktu, guna membiayai ketidakseimbangan
neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter dengan melakukan
intervensi di pasar valuta asing dan untuk tujuan lainnya[1].
Berdasarkan definisi tersebut manfaat cadangan devisa yang dimiliki oleh suatu
negara dapat dipergunakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar[2]
dan dapat juga dipergunakan untuk membiayai defisit pada neraca pembayaran.
Oleh karena
cadangan devisa dituntut harus dapat dipergunakan setiap saat apabila
diperlukankan, maka cadangan devisa biasanya berupa kekayaan dalam bentuk mata
uang asing yang mudah diperjualbelikan, emas, dan tagihan jangka pendek kepada
bukan penduduk yang bersifat likuid. Selanjutnya, agar cadangan devisa tersebut
bersifat likuid, maka cadangan devisa sebaiknya dalam bentuk aset yang dapat
dengan mudah dipergunakan setiap saat sesuai kebutuhan[3].
Oleh karena, itu cadangan devisa harus tersimpan sebagai tagihan pemerintah
kepada bukan penduduk dalam bentuk valuta asing yang mudah dikonversikan.
Dengan demikian aset yang tidak dikuasai pemerintah dan yang terikat
persyaratan tertentu untuk jangka waktu lebih dari satu tahun tidak dapat
dikatakan sebagai official reserve assets.
2.2.1
Komponen Cadangan Devisa
Cadangan
devisa dapat berbentuk seperti di bawah ini :
1) Emas moneter (monetary gold)
Emas Moneter adalah persediaan emas yang dimiliki oleh otoritas moneter
berupa emas batangan dengan persyaratan internasioanl tertentu (London Good
Delivery/LGD)[4],
emas murni, dan mata uang emas yang berada baik di dalam negeri maupun di luar
negeri. Emas moneter ini merupakan cadangan devisa yang tidak memiliki posisi
kewajiban finansial seperti halnya Special Drawing Rights (SDR).
Otoritas moneter yang akan menambah emas yang dimiliki misalnya dengan,
misalnya, menambang emas baru atau membeli emas dari pasar, harus memonetisasi
emas tersebut. Sebaliknya otoritas yang akan mengeluarkan kepemilikan emas
untuk tujuan nonmoneter harus mendemonetisasi emas tersebut.
2) Special
Drawing Rights (SDR)
SDR dalam bentuk alokasi dana dari Dana Moneter Internasional (IMF)
merupakan suatu fasilitas yang diberikan oleh IMF kepada anggotanya. Fasilitas
ini memungkinkan bertambah atau berkurangnya cadangan devisa negara-negara
anggota. Tujuan diciptakan SDR adalah dalam rangka menambah likuiditas
internasional.
3) Reserve
Position in the Fund (RPF)
RPF merupakan cadangan devisa dari suatu negara yang ada di rekening IMF
dan menunjukkan posisi kekayaan dan tagihan negara tersebut kepada IMF sebagai hasil transaksi negara tersebut dengan
IMF sehubungan dengan keanggotaannya pada IMF.
Seperti diketahui, anggota IMF dapat memiliki
posisi di Fund’s General Resources Account yang dicatat pada kategori cadangan devisa. Posisi
cadangan devisa anggota merupakan jumlah reserve
tranche purchase[5]
yang dapat ditarik anggota (menurut
perjanjian utang) yang siap diberikan kepada anggota.
4) Valuta asing (foreign
exchange) terdiri dari :
(a.) uang kertas asing (convertible
currencies) dan simpanan (deposito) ;
(b.) surat berharga berupa :
penyertaan, saham, obligasi, dan instrument pasar uang lainnya (equities, bonds and notes,
money market instrument); dan
(c.) derivatif keuangan (financial
derivatives) Valuta asing mencakup tagihan otoritas moneter kepada bukan
penduduk dalam bentuk mata uang, simpanan, surat berharga dan derivatif
keuangan. Contoh transaksi derivatif keuangan adalah forward, futures,
swaps, dan option.
5) Tagihan lainnya
Tagihan lainnya merupakan jenis terakhir
yang mencakup tagihan yang tidak termasuk dalam kategori tagihan tersebut di
atas.
Pencatatan
nilai cadangan devisa dalam statistik pada umumnya menurut harga pasar, yaitu
kurs pasar yang berpengaruh pada saat transaksi. Harga pasar untuk tagihan
seperti penyertaan dan kurs SDR ditentukan oleh IMF. Transaksi emas moneter
dinilai menurut harga pasar transaksi yang mendasarinya, sedangkan untuk
penilaian posisi cadangan devisa dipergunakan harga pasar yang berpengaruh pada
akhir periode.
2.2.2
Tujuan Kepemilikan Cadangan
Devisa
Motif
kepemilikan cadangan devisa dapat dianalogikan dengan motif seseorang atau
individu untuk memegang uang (Roger,1993). Seperti diketahui ada tiga motif
mengapa seseorang ingin memegang uang, yaitu motif transaksi, motif
berjaga-jaga, dan motif spekulasi. Dalam hal cadangan devisa, motif
transaksi ditujukan terutama untuk mencukupi kebutuhan
likuiditas internasional,
membiayai defisit neraca pembayaran, dan memberikan jaminan kepada pihak
eksternal (para kreditor dan rating agency) bahwa kewajiban luar negeri
senantiasa dapat dibayar tepat waktu (zero default) dengan biaya
seminimal mungkin tanpa mengurangi optimalisasi pendapatan bagi negara. Motif
berjaga-jaga ditujukan terutama dalam rangka pelaksanaan kebijakan
moneter dan kebijakan nilai tukar, yaitu memelihara kepercayaan pasar,
melakukan intervensi pasar sebagai upaya mengendalikan volatilitas nilai tukar
apabila diperlukan, meredam market shocks bila terjadi krisis[6],
dan memberikan kepercayaan kepada pelaku pasar domestik bahwa mata uang
domestik senantiasa di-back up oleh aset valas. Motif spekulasi ditujukan
terutama untuk memperoleh return dari kegiatan investasi cadangan
devisa.
Dari
ketiga motif tersebut di atas tampaknya motif kepemilikan cadangan devisa bagi
suatu negara lebih didominasi oleh motif kedua yaitu motif berjaga-jaga
sehingga dalam pengelolaan cadangan devisa prinsip likuiditas lebih diutamakan.
Berdasarkah
tiga jenis motif tersebut di atas, tujuan suatu negara memiliki cadangan devisa
juga bervariasi tergantung dari berbagai pertimbangan yang diwarnai oleh
karakteristik perekonomian pemerintahan negara tersebut. Beberapa tujuan
kepemilikan cadangan devisa yang sering dikemukakan adalah sebagai berikut.
1) Sebagai alat kebijakan moneter
khususnya untuk meredam gejolak nilai tukar, misalnya, dengan melakukan intervensi
apabila diperlukan;
2) Memberikan kepercayaan kepada
pelaku pasar bahwa negara mampu memenuhi kewajibannya terhadap pihak luar
negeri ;
3) Membantu pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan dan kewajiban ketika akan melakukan pembayaran utang luar negeri ;
4) Membiayai transaksi yang tercatat di dalam
Neraca Pembayaran ;
5) Menunjukkan adanya suatu kekayaan dalam
bentuk external asset untuk mem-back up mata uang dalam negeri (domestic
currency) ;
6) Memelihara suatu cadangan untuk dapat
dipergunakan apabila negara mengalami suatu keadaan darurat.
7) Merupakan salah satu sumber investasi.
Tujuan ini pada umumnya bukan merupakan tujuan utama, tetapi lebih alasan untuk
memaksimalkan pemanfaatan cadangan devisa yang dimiliki.
2.2.3
Tujuan dan Prinsip
Pengelolaan Cadangan Devisa
Definisi
pengelolaan cadangan devisa menurut IMF adalah suatu proses yang memastikan
adanya cadangan devisa yang siap pakai dan dikuasai oleh otoritas moneter untuk
memenuhi berbagai tujuan[7].
Pengelolaan
cadangan devisa yang baik akan bermanfaat bagi meningkat ketahanan ekonomi
suatu negara ketika ada tekanan (shocks) yang kemungkinan baik berasal
dari pasar finansial global (global financial market) maupun dari
masalah yang timbul karena sistem keuangan dalam negeri. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka manajer pengelola cadangan devisa (pihak bank sentral atau
otoritas moneter) harus memantau pergerakan nilai tukar mata uang domestik
setiap saat melalui interaksi dengan para pelaku pasar dan diharapkan dapat
mengakses informasi secara benar dan tepat waktu. Hasil analisi berdasar
informasi tersebut akan bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam memantau
perkembangan pasar dari kemungkinan munculnya potensi masalah dan dapat
mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Berdasarkan pengalaman pengelolaan
cadangan devisa yang kurang baik, akan mengakibatkan adanya keterbatasan
kemampuan otoritas moneter untuk merespons secara efektif ketika terjadi
situasi krisis. Selain itu, pengelolaan cadangan devisa yang lemah juga dapat
menimbulkan kerugian baik dari sisi keuangan maupun dari sisi reputasi.
Dari
pengamatan terhadap praktek pengelolaan cadangan devisa di beberapa negara,
terdapat keseragaman pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan praktek
pengelolaan cadangan devisa yang aman. Dalam Guideline yang dikeluarkan
oleh IMF praktek pengelolaan yang aman meliputi hal-hal dibawah ini :
1) kejelasan tujuan dari pengelolaan cadangan
devisa ;
2) manajemen risiko yang hati-hati ;
3) struktur kelembagaan dan tata kelola
(governance) yang sehat ;
4) kerangka kerja yang transparansi yang
memastikan adanya akuntabilitas dalam pengelolaan cadangan devisa, baik
aktivitas maupun hasilnya ; dan
5)
pelaksanaan pengelolaan cadangan devisa yang efisien
dan sehat (sound).
Tujuan
pengelolaan cadangan devisa pada umumnya adalah untuk memastikan (1) ketersediaan
kecukupan devisa untuk memenuhi berbagai kebutuhan; (2) kontrol terhadap risiko
kredit, likuiditas, dan pasar dan ; (3) kemampuan memberikan penghasilan dengan
tetap memprioritaskan kepada dua tujuan lainnya.
Seperti
telah disebutkan sebelumnya ada berbagai tujuan mengapa suatu negara memiliki
cadangan devisa. Apa pun tujuan yang dipilih, dalam mengelola cadangan devisa
terdapat beberapa persamaan karakteristik. Pertama, bahwa cadangan devisa
adalah kekayaan milik masyarakat sehingga dalam mengelolanya faktor keamanan
menjadi prinsip utama. Kedua, cadangan devisa tidak hanya sebagai suatu
kekayaan tetapi kepemilikannya mempunyai berbagai tujuan. Oleh karena itu,
dalam mengelola cadangan devisa harus diperhatikan prinsip likuiditas dalam
arti cadangan devisa harus ada setiap saat diperlukan[8].
Ketiga, pada umumnya jumlah cadangan devisa relatif lebih besar dibandingkan
dengan kekayaan finansial yang lain pemerintah sehingga prinsip untuk
memaksimalkan pendapatan juga harus mendapat perhatian.
Dari
penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga prinsip
pengelolaan cadangan devisa, yaitu: (1) keamanan, (2) likuiditas, dan (3)
keuntungan. Meskipun pada dasarnya ketiga prinsip tersebut sama pentingnya,
dalam pengelolaan cadangan devisa prinsip pertama dan kedua pada umumnya
diprioritaskan. Oleh karena karakteristik seperti dijelaskan di atas, maka
dalam mengelola cadangan devisa, banyak bank sentral mempunyai kecenderungan
sangat konservatif, yang tercermin pada filosofi investasi mereka yang
cenderung lebih menghindari risiko (risk averse). Sebagai ilustrasi,
pengelolaan cadangan devisa yang lebih mengutamakan keamanan, maka sebagian
besar portofolionya akan terdiri dari surat-surat berharga atau bond-bond yang
dikeluarkan oleh pemerintah negara maju atau instrumen investasi berkualitas
tinggi lainnya, dengan rating AAA. Apabila likuiditas yang
diprioritaskan, maka portofolio investasi sebagian besar akan berupa bond-bond
dengan kapitalisasi yang besar di pasar keuangan, seperti US Treasury ,
European Government Bonds dan bond lain yang menunjukkan
likuiditas tinggi[9], sehingga apabila
diperlukan dana cash mendadak, instrumen yang dimiliki akan mudah
dijual/dicairkan. Sedangkan apabila pengelolaan cadangan devisa lebih
mementingkan profitabilitas, maka komposisi portofolio investasinya sebagian
besar akan berbentuk bond-bond yang memiliki yield tinggi (dan
risiko tinggi secara bersamaan), misalnya, bonds yang dikeluarkan oleh
korporasi seperti IBM, Ford, atau bonds lainnya yang dikeluarkan oleh agency
yang ratingnya di bawah rating investasi[10].
2.2.4
Faktor yang Berpengaruh
terhadap Strategi Pengelolaan Cadangan Devisa
Strategi
pengelolaan cadangan devisa merupakan rangkaian kebijakan dan kegiatan yang
berkaitan erat dengan tujuan kepemilikan cadangan devisa. Tujuan tersebut akan
berpengaruh terhadap keputusan tentang adanya kecukupan cadangan devisa maupun
komposisi cadangan devisa yang harus tersedia.
2.2.4.1 Kecukupan Cadangan Devisa
Meskipun
secara teori tidak ada suatu petunjuk yang pasti dalam menentukan berapa
tingkat kecukupan cadangan devisa, penentuan tingkat kecukupan pada umumnya
dipengaruhi oleh karakteristik dari kebijakan moneter yang dikaitkan dengan
rezim nilai tukar; keterbukaan perekonomian suatu negara; dan kebijakan utang
luar negeri yang dianut oleh suatu negara.
Dalam rangka memastikan adanya kecukupan cadangan
devisa dan sebagai upaya menentukan prioritas investasi, manajer pengelola
cadangan devisa diharapkan melakukan penilaian terhadap berapa tingkat
kecukupan cadangan devisa yang diperlukan.
Kecukupan Cadangan Devisa dan Sistem Nilai
Tukar
Sehubungan dengan sifat dari rezim nilai tukar[11],
di negara yang menganut fixed exchange rate ’sistem nilai tukar tetap’[12]
pada umumnya memerlukan cadangan devisa yang besar untuk mempertahankan nilai
tukar pada level yang ditetapkan. Apabila nilai tukar yang ditetapkan di atas
harga pasar, maka pemerintah/otoritas moneter akan menjual cadangan devisa atau
valuta asing. Sebaliknya, jika nilai tukar di bawah harga pasar, maka
pemerintah/otoritas moneter akan membeli valuta asing atau cadangan devisa
sebagai upaya untuk mempertahankan nilai tukar pada level yang ditetapkan.
Adapun dalam sistem floating exchange rate ’sistem nilai tukar
mengambang’[13],
nilai tukar mata uang suatu negara ditentukan oleh kekuatan antara permintaan
dan penawaran yang ada di pasar, sehingga tidak ada kewajiban bagi otoritas
moneter untuk mempertahankan suatu tingkat nilai tukar tertentu. Dalam sistem
ini, otoritas moneter pada dasarnya tidak memerlukan cadangan devisa untuk
menjaga nilai tukar. Namun, hampir tidak ada negara yang menganut sistem ini
secara murni, sehingga otoritas moneter masih memerlukan cadangan devisa untuk
melakukan intervensi agar nilai tukar tidak terlalu berfluktuasi[14].
Intervensi tersebut tidak dimaksudkan untuk mengarahkan atau mencapai nilai
tukar pada tingkat tertentu, tetapi semata-mata hanya untuk menjaga agar gejolak
nilai tukar yang terjadi tidak berlebihan yang membahayakan perekonomian secara
keseluruhan.
Kecukupan Cadangan Devisa dan Keterbukaan
Perekonomian
Keterbukaan
perekonomian suatu negara tercermin dengan semakin besarnya transaksi
perdagangan dan aliran dana antarnegara. Dengan semakin terbukanya perekonomian
suatu negara, kebutuhan cadangan devisa akan cenderung semakin besar untuk
membiayai transaksi perdagangan. Parameter yang biasa dipakai untuk mengukur
kecukupan cadangan devisa sehubungan dengan transaksi perdagangan antarnegara
adalah marginal propensity to import. Secara teoritis, semakin besar
angka propensity tersebut menunjukkan semakin kecilnya kebutuhan
cadangan devisa yang harus dimiliki. Selain parameter tersebut di atas,
kecukupan cadangan devisa dapat pula dinyatakan dengan penyediaan cadangan
devisa sejumlah yang dapat memenuhi “sekian” bulan impor.
Keterbukaan
perekonomian suatu negara juga memungkinkan negara menghadapi risiko timbulnya
ketidakseimbangan di neraca pembayarannya[15]
sehingga diperlukan cadangan devisa untuk motif berjaga-jaga. Suatu negara yang
menghadapi eksposur ketidakseimbangan neraca pembayaran cukup besar pada
umumnya cenderung ingin memiliki cadangan devisa yang besar pula[16].
Besar kecilnya kebutuhan cadangan devisa dikaitkan
dengan arus dana antarnegara dipengaruhi oleh sistem devisa yang dianut oleh
suatu negara[17].
Di negara yang menganut sistem devisa bebas, aliran modal bebas masuk dan
keluar sehingga perekonomian negara tersebut biasanya akan rentan terhadap
risiko yang muncul dari kegiatan spekulasi pemilik modal yang sewaktu-waktu
dapat menarik dananya. Dalam situasi tersebut, otoritas moneter memerlukan
jumlah cadangan devisa dalam jangka pendek yang lebih besar, khususnya untuk
kebutuhan mengelola nilai tukar dibandingkan dengan negara yang menganut sistem
devisa terkontrol.
Kecukupan Cadangan Devisa dan
Utang Negara
Strategi
pengelolaan cadangan devisa juga harus mempertimbangkan strategi pengelolaan
utang. Adanya keterpaduan antara strategi pengelolaan cadangan devisa dan
strategi pengelolaan utang merupakan suatu unsur penting untuk mencegah
munculnya krisis (crisis prevention). Dalam suatu perekonomian, adanya short
term external private debt merupakan suatu faktor untuk menentukan tingkat
kecukupan cadangan devisa.
Penentuan
besarnya cadangan devisa pada umumnya tidak terlalu mendapat perhatian. Di
negara yang sedang berkembang, masalah yang dihadapi pada umumnya lebih kepada
“kekurangan” cadangan devisa. Upaya yang menjadi lebih penting adalah adanya
identifikasi penggunaan cadangan devisa yang tepat dan analisis tentang cost
of funding reserves yang baik.
2.2.4.2 Komposisi Mata Uang
Cadangan Devisa
Pemilihan
komposisi mata uang cadangan devisa sangat dipengaruhi oleh tujuan kepemilikan
cadangan devisa. Apabila tujuan utama dari kepemilikan cadangan devisa adalah
untuk memenuhi kebutuhan kewajiban luar negeri, yang ada di neraca bank
sentral, maka komposisi mata uang cadangan devisa akan disesuaikan dengan
komponen kewajiban tersebut. Apabila tujuan memiliki cadangan devisa
semata-mata untuk tujuan intervensi pasar valuta asing, maka komposisi mata
uang cadangan devisa yang bersifat likuid menjadi persyaratan utama. Sedangkan
apabila kepemilikan cadangan devisa adalah untuk membayar transaksi impor, maka
komposisi mata uang cadangan devisa dibuat sedemikian rupa untuk mempertahankan
daya beli dari cadangan devisa yang dimiliki. Dalam rangka mempertahankan nilai
cadangan devisa yang dimiliki dari inflasi internasional, berdasarkan
penelitian The Management of Forex Reserve (Roger, 1993) Scott
Roger, komposisi mata uang cadangan devisa
pada umumnya dalam bentuk
empat jenis mata uang utama yang dianggap paling berpengaruh di dunia, yaitu: US
dollar, Euro, Poundsterling, dan Yen.
2.2.5
Kerangka Kerja Manajemen
Risiko
Pengelolaan
cadangan devisa, sebagaimana kegiatan investasi keuangan (financial
investment) yang dilakukan oleh lembaga keuangan bank maupun nonbank, tidak
dapat terlepas dari kemungkinan terjadinya kerugian akibat berbagai risiko yang
dihadapi. Penggunaan
berbagai instrumen investasi untuk pengelolaan cadangan devisa dewasa ini
menghadapi risiko yang semakin tinggi dan kompleks. Keadaan ini terutama
disebabkan (a) semakin tingginya keterkaitan kegiatan perekonomian antar
negara dan semakin terintegrasinya pasar keuangan dunia[18];
(b) semakin berkembangnya globalisasi yang mendorong perkembangan inovasi
produk-produk investasi di pasar keuangan; dan (c) munculnya pelaku-pelaku
baru di pasar keuangan sebagai akibat adanya deregulasi di beberapa negara.
Meskipun
tidak ada pedoman yang pasti, pengelolaan cadangan devisa pada dasarnya adalah
pengelolaan investasi dan pengelolaan risiko. Ibarat mata uang logam, maka
risiko dan return adalah dua sisi dari mata uang tersebut. Dalam
kegiatan investasi, manajer pengelola cadangan devisa harus mampu untuk
memperoleh return yang optimal dengan risiko yang terukur.
Menurut
Jorion 1977 ‘risk is the volatility of unexpected outcomes, generally the value of assets
or liabilities of interest’. Pada umumnya risikorisiko yang dihadapi berupa business
risk dan atau consequential risk. Business risk merupakan risiko yang harus dihadapi akibat keinginan
untuk memperoleh return yang tinggi.
Sedangkan consequential risk adalah risiko yang harus dihadapi sebagai konsekuensi pemilihan kegiatan
usaha tertentu.
Business risk terdiri dari risiko pasar dan risiko kredit. Risiko pasar terdiri dari:
1) Risiko nilai tukar kerugian yang
diakibatkan oleh perubahan nilai tukar suatu mata uang yang menjadi denominasi
dari investasi.
2)
Risiko harga risiko merosotnya nilai investasi karena
perubahan harga dari instrumen pasar keuangan sebagai instrumen investasi, baik
harga di pasar modal maupun harga surat-surat berharga yang menghasilkan bunga
tetap.
Sedangkan
risiko kredit atau counterparty risk adalah kerugian investasi yang
disebabkan oleh kepailitan mitra transaksi[19]. Sementara
itu, consequential risk suatu lembaga keuangan (financial
institution) dapat berupa hal-hal berikut:
1) Risiko likuiditas, yaitu risiko tidak
tersedianya jumlah likuiditas yang cukup guna memenuhi kewajiban finansial
dalam jangka pendek (cash flow mismatching). Risiko ini pada dasarnya terdiri
dari dua jenis, yaitu (a) risiko pendanaan (cash flow), merupakan risiko yang
timbul karena lembaga tidak dapat memperoleh dana untuk memenuhi kewajibannya
pada waktu yang ditentukan dan (b) risiko likuiditas pasar atau risiko yang
timbul karena lembaga tidak dapat dengan mudah mensinkronkan posisi tertentu
dengan harga pasar sebelumnya karena kondisi likuiditas pasar yang tidak
memungkinkan
2) Risiko Penyelesaian Transaksi (settlement
risk) risiko kerugian yang terkait dengan pelaksanaan sistem pembayaran, yaitu
tidak diselesaikannya transaksi kewajiban pembayaran yang telah disepakati pada
waktu yang telah diperjanjikan.
3) Risiko operasional (operational risk)
risiko yang timbul karena kesalahan sistem, manajemen, kontrol, manusia, dan
kejadian.
4)
Risiko hukum (legal risk) risiko yang mungkin timbul
karena adanya kontrak yang tidak didukung oleh kekuatan hukum atau yang tidak
terdokumentasikan dengan baik.
Di samping business
risk dan consequential risk, terdapat juga reputational risk yang
merupakan risiko yang muncul sebagai akibat kegiatan yang dilakukan oleh
institusi ataupun individu di dalam institusi dan menciptakan persepsi
negatif terhadap lembaga termaksud di pasar.
Selain
jenis-jenis risiko tersebut di atas, pengelompokan risiko dapat pula dipisahkan
menjadi risiko sistematis dan risiko nonsistematis. Dari kedua jenis risiko
tersebut, risiko sistematis merupakan risiko yang timbul dari suatu instrumen.
Oleh karena itu, risiko ini dapat diminimalisiasi dengan jalan melakukan
diversifikasi instrumen. Namun, diversifikasi instrumen tersebut tidak dapat
menghilangkan risiko nonsistematis atau risiko pasar.
Sehubungan
dengan berbagai jenis risiko tersebut di atas pengelolaan cadangan devisa
membutuhkan adanya suatu kerangka kerja yang mampu mengidentifikasi dan menilai
risiko yang mungkin muncul dari kegiatan operasional
pengelolaan cadangan devisa sehingga besarnya risiko yang akan ditanggung
sesuai dengan parameter dan pada tingkat yang dapat ditoleransi oleh manajemen.
Suatu kerangka kerja manajemen risiko
berusaha untuk mengidentifikasi kemungkinan risiko yang dapat membawa dampak
terhadap nilai portofolio dan kemudian risiko tersebut dikelola sehingga hasil
dari kegiatan investasi menjadi optimal dengan risiko yang serendah mungkin.
Pengelolaan risiko ini dilakukan melalui pengukuran terhadap eksposur dan bila
perlu dibutuhkan adanya prosedur pendukung untuk mengurangi potensial efek dari
risiko yang mungkin timbul.
Meskipun
sampai saat ini tidak ada suatu aturan yang baku mengenai manajemen risiko,
pada umumnya proses manajemen risiko melalui beberapa tahap yang
berkesinambungan dimulai dengan adanya (1) identifikasi risiko; (2) pemetaan risiko
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko dan dampaknya terhadap kegiatan
usaha; (3) pengukuran risiko ; (4) pengawasan risiko agar risiko tersebut dapat
dikelola secara sistematis, dan akhirnya (5) penyusunan laporan kinerja dari
keseluruhan kegiatan manajemen risiko.
Tahap
paling awal dari manajemen risiko adalah pemahaman terhadap kegiatan usaha yang
meliputi pemahaman terhadap kondisi internal yang meliputi sumber pendanaan,
komposisi kekayaan dan kewajiban, jenis-jenis investasi yang sesuai, sifat
kegiatan usaha, dan keadaan infrastruktur perusahaan. Adapun kondisi eksternal
yang harus dipahami, antara lain siapa stakeholders dan couterparties
dari perusahaan, aspek hukum yang terkait, perkembangan kondisi pasar
finansial, dan instrument yang tersedia di pasar finansial. Pemahaman yang baik
terhadap faktor-faktor tersebut diharapkan dapat mempercepat dan mempertajam proses
identifikasi risiko.
Setelah
berbagai risiko teridentifikasi dan dipetakan, meskipun tidak semua risiko
dapat dikuantifikasi, diupayakan agar pengukuran risiko mempergunakan metode
kuantitatif sehingga dampak risiko terhadap keuangan lembaga dapat terukur.
Dalam
mengukur risiko pasar, metode yang pada umumnya dipakai antara lain: (a)
Penghitungan Value at Risk (VaR) (Penza et. al, 2001), yaitu cara untuk
mengetahui besarnya potensi kerugian maksimum yang mungkin timbul dari suatu
portofolio dalam suatu jangka waktu tertentu pada tingkat kepercayaan tertentu
yang disebabkan oleh perubahan harga pasar portofolio tersebut (penjelasan VaR
baca Boks di bawah); (b) Penghitungan duration yaitu cara untuk
mengetahui seberapa besar persentase perubahan harga surat-surat berharga yang
diakibatkan perubahan yield sebesar tertentu; dan (c) Analisis
sensitivitas dilakukan dalam rangka mencari perubahan harga untuk setiap
perubahan yield sebesar 1 (satu) basis point.
Pengukuran
risiko kredit antara lain dapat dilakukan dengan metode Credit VaR, Credit
Metrics, dan Probability of Default. Selain itu, dapat juga
dipergunakan Credit Rating yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat.
Adapun untuk mengetahui besarnya risiko kredit yang dihadapi, dapat dilakukan
dengan pemetaan terhadap konsentrasi risiko kredit berdasarkan negara, jenis
mata uang, issuer, dan rating. Pada umumnya pengukuran terhadap
risiko kredit tidak hanya dilakukan pada saat akan dilakukan investasi, tetapi
juga selama kegiatan investasi tersebut berlangsung. Kegiatan ini bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar probabilitas terjadinya penurunan kualitas atas
peringkat dari issuer atau instrumen investasi yang dimiliki.
Pengukuran
risiko likuiditas biasanya mempergunakan metode Gap Analysis, yaitu
untuk mengetahui gapping (tenor dan size) dari kekayaan dan
kewajiban yang dimiliki. Analisis gap ini dilakukan untuk seluruh jangka
waktu baik jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Tahap
monitoring dan evaluasi risiko merupakan suatu proses dalam rangka memastikan
bahwa setiap kegiatan yang dilakukan masih dalam batas toleransi risiko yang
diperbolehkan dan apakah masih sesuai dengan kebijakan, prosedur, dan arahan
yang sudah ditetapkan. Selain hal tersebut di atas, kegiatan monitoring ini
juga bermaksud untuk mengetahui apakah hasil yang diperoleh seimbang dengan
risiko yang diambil. Agar kegiatan antisipasif dapat segera diambil bila muncul
kemungkinan meningkatnya risiko, maka kegiatan monitoring dan evaluasi itu
biasanya dilakukan secara berkesinambungan.
Proses
pelaporan risiko sebaiknya dilaksanakan secara harian dan materi laporan antara
lain mencakup komposisi portofolio, profil risiko, kinerja portofolio
dibandingkan benchmark, serta evaluasi atas kepatuhan terhadap arahan
investasi (investment guide line).
Proses
manajemen risiko hendaknya didasarkan pada Specific Risk Policies and
Prosedures yang merupakan dokumen tertulis berisi mengenai berbagai
kebijakan, prosedur serta pedoman yang mengatur secara rinci seluruh tahapan
pengelolaan risiko oleh lembaga.
Verifikasi
dan audit merupakan suatu proses untuk mengevaluasi apakah proses manajemen
risiko yang diimplementasikan telah berjalan dengan efektif sesuai kebijakan
dan prosedur yang telah ditetapkan. Audit dapat dilaksanakan oleh pihak
internal maupun oleh auditor independen. Auditor juga dapat diminta untuk
melakukan evaluasi apakah metode, kebijakan, dan prosedur yang dipergunakan
dalam manajemen risiko sesuai dengan karakteristik dari tujuan usaha lembaga
dimaksud. Termasuk dalam proses ini adalah melakukan back testing untuk
menguji keakuratan dari metode yang dipergunakan dalam pengukuran risiko.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Neraca pembayaran adalah suatu catatan
aliran keuangan yang menunjukkan nilai transaksi perdagangan dan aliran dana
yang dilakukan di antara suatu negara dengan negara lain dalam suatu tahun
tertentu.
Cadangan devisa yang sering disebut dengan international reserves and
foreign currency liquidity (IRFCL) atau official reserve assets
didefinisikan sebagai seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas
moneter dan dapat digunakan setiap waktu, guna membiayai ketidakseimbangan
neraca pembayaran atau dalam rangka stabilitas moneter dengan melakukan
intervensi di pasar valuta asing dan untuk tujuan lainnya. Berdasarkan definisi
tersebut manfaat cadangan devisa yang dimiliki oleh suatu negara dapat
dipergunakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar dan dapat juga dipergunakan
untuk membiayai defisit pada neraca pembayaran.
Faktor yang Berpengaruh terhadap Strategi Pengelolaan Cadangan Devisa :
1. Kecukupan cadangan devisa
2. Komposisi mata uang cadanagan devisa
Daftar Pustaka
Anisa, Amanda C.. 2017. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Neraca Pembayaran Indonesia.
JOM Fekon.
JOM Fekon.
Astuti, Ismadiyanti P., Oktavilia, Shanty.,
dan Rahman, Agus Rubianto. 2015. The International
Balance of Payments Role in the Economy of Indonesia. Journal of Economics and Policy.
Balance of Payments Role in the Economy of Indonesia. Journal of Economics and Policy.
Ekananda, Mahyus. 2014. Sistem
Pembayaran dan Neraca Pembayaran Internasional. Jurnal
Ekonomi Keuangan Internasional.
Ekonomi Keuangan Internasional.
Gandhi, Dyah Virgoana. 2006. Pengelolaan
Cadangan Devisa di Bank Indonesia. Jakarta: PPSK
Bank Indonesia.
Bank Indonesia.
Leonufna, Lucyana., Kumaat, Robby., dan
Mandeij, Dennij. 2016. Analisis Pengaruh Neraca
Pembayaran Internasional terhadap Tingkat Kurs Rupiah/Dollar As Melalui Cadangan
Devisa dalam Sistem Kurs Mengambang Bebas di Indonesia Periode 1998.1 sampai 2014.4.
Jurnal Berkala Ilmiah Efisien.
Pembayaran Internasional terhadap Tingkat Kurs Rupiah/Dollar As Melalui Cadangan
Devisa dalam Sistem Kurs Mengambang Bebas di Indonesia Periode 1998.1 sampai 2014.4.
Jurnal Berkala Ilmiah Efisien.
[1] Balance of
Payments Manual, 5th edition, IMF
[2] Nilai tukar
adalah harga satu unit suatu valuta asing apabila dinyatakan dalam valuta asing
lainnya
[3] Dalam difinisi
IMF, kriteria likuid adalah dapat dicairkan sebelum jangka waktu satu tahun.
[4] Emas batangan
dapat dikatakan memenuhi kualifikasi untuk dapat diperdagangkan di pasa emas internasional apabila memenuhi persyaratan : a) berbentuk
batangan (brick) dengan berat antara 340-400
toz/bar;b) memiliki kadar kemurnian emas lebih dari 96%; c) tidak memiliki cacat/goresan pada permukaannya, dan d) memiliki
tanda cap cap dari perusahaan refinery yang terdaftar
pada LBMA
[5] Reserve tranche purchase adalah perolehan dari IMF yang tidak mengakibatkan IMF
memegang mata uang anggota melebihi kuota anggota. Pembelian IMF dari negara
tersebut akan menyebabkan peningkatan valuta asing di negara tersebut dan
penurunan posisi cadangan devisa anggota di IMF. Demikian pula sebaliknya untuk
pembelian kembali.
[6] Financial shocks, bank run, maupun national
disaster/emergencies
[7] Guidelines for International Reserves and Foreign Currency Liquidity,
IMF, 2001
[8] Kemampuan untuk mengubah asset menjadi cash.
[9] Bond tersebut dikeluarkan dengan jumlah yang besar, misal bond yang
dikeluarkan oleh Jepang.
[10] Semakin rendah rating suatu bond maka
semakin tinggi risiko yang akan dihadapi. Namun, sebagai konsekuensinya return
yang akan diperoleh juga akan semakin tinggi. Rating yang digunakan
adalah rating dari lembaga pemerating internasional seperti Moody’s,
Standart & Poors atau lembaga lain yang setara.
[11] Pada dasarnya terdapat tiga rezim/sistem
nilai tukar, yaitu: fixed exchange rate ‘sistem nilai tukar tetap’, managed
floating exchange rate ‘sistem nilai tukar mengambang terkendali’, dan floating
exchange rate ‘sistem nilai tukar mengambang’.
[12] Dimana nilai tukar atau kurs suatu mata
uang terhadap mata uang lain ditetapkan pada nilai uang tertentu
[13] Nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan permintaan dan penawaran
yang terjadi di pasar
[14] Nilai tukar yang terlalu berfluktuasi akan dapat menambah ketidakpastian
bagi dunia usaha
[15] Ketidakseimbangan Neraca Pembayaran bisa
muncul karena transaksi impor lebih besar daripada transaksi ekspor atau bisa
juga dari transaksi modal yang negatif.
[16] Menurut Scott Roger, ukuran besar kecilnya
cadangan devisa yang diinginkan sebaiknya tidak hanya dilihat pada besarnya
ketidakseimbangan neraca pembayaran, tetapi juga perlu diperhatikan sumber dari
ketidakseimbangan tersebut dan sifat ketidakseimbangan apakah permanen atau
hanya bersifat sementara.
[17] Pada dasarnya ada tiga sistem devisa yaitu:
sistem devisa terkontrol, sistem devisa semi kontrol, dan sistem devisa bebas.
[18] Keadaan ini membawa akibat bahwa
ketidakstabilan di suatu pasar akan dengan cepat berpengaruh ke pasar lainnya,
sehingga risiko kegiatan investasi menjadi semakin tinggi.
[19] Mitra transaksi dapat lembaga keuangan
sebagai bank koresponden atau lembaga yang menerbitkan surat-surat utang di
pasar keuangan yang menjadi aset kita melalui pembelian.
Neraca Pembayaran dan Cadangan Devisa
4/
5
Oleh
Mirza Sayuti