Makalah Pengeluaran Pemerintah

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami ucapkan atas berkah dan rahmat dari Allah SWT yang telah memberikan berkat kesehatan dan nikmat berfikir bagi kami untuk dapat menyelesaikan makalah kami ini yang berjudul “PENGELUARAN PEMERINTAH”.
Makalah ini disusun untuk memberikan atau menambah pengetahuan dan pemahaman bagi pembacanya khususnya tentang  pengertian pengeluaran pemerintah pusat, jenis-jenis pengeluaran pemerintah pusat serta fungsi pengeluaran pemerintah pusat. Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih memiliki banyak kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk  memperbaiki dan menambah penulisan dan kelengkapan isi makalah ini. Ucapan terima kasih juga tak lupa kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam penulisan makalah ini. Harapan kami semoga makalah  ini bermanfaat bagi kelompok kami sendiri khususnya, teman-teman sependidikan dan bagi siapapun yang membacanya.




Banda Aceh, 20 November 2019

Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR. i
DAFTAR ISI ii
BAB I  PENDAHULUAN.. 1
1.1  Latar Belakang Masalah. 1
1.2  Perumusan Masalah. 2
1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan. 2
1.4  Metode Penulisan. 2
BAB II PEMBAHASAN.. 3
2.1  Pengeluaran Pemerintah. 3
2.1.1  Pengertian Pengeluaran Negara. 3
2.1.2  Teori Pengeluaran Negara. 3
2.2  Jenis-Jenis Pengeluaran Pemerintah. 5
2.2.1  Belanja Pemerintah. 5
2.2.2  Pembiayaan. 6
2.2.3  Pengeluaran Pemerintah Daerah. 6
2.2.4  Pengeluaran Pemerintah Pusat 11
2.3  Fungsi  Pengeluaran Pemerintah Pusat 12
2.3.1  Kebijakan dan sasaran umum investasi 13
2.3.2  Paket Kebijakan Ekonomi 13
2.3.3  Fasilitas Investasi 14
2.4  Pengertian Pendapatan Nasional 15
2.5  Kegunaan Statistik Pendapatan Nasional 16
2.6  Konsep dan Definisi PDB Pengeluaran. 17
2.6.1  Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga. 17
2.6.2  Pengeluaran Konsumsi Pemerintah. 17
2.6.3  Pembentukan Modal Tetap Bruto. 17
2.6.4  Inventori 18
2.6.5  Ekspor - Impor 18
BAB III PENUTUP. 19
3.1  Kesimpulan. 19
DAFTAR PUSTAKA. 20






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

            Kewajiban negara dalam rangka menjaga kelangsungan kedaulatan negara (pemerintah) dan meningkatkan kemakmuran masyarakat, mencakup: mempersiapkan, memelihara, dan melaksanakan keamanan negara, menyediakan dan memelihara fasilitas untuk kesejahteraan sosial dan perlindungan sosial, termasuk fakir miskin, jompo, yatim piatu, masyarakat miskin, pengangguran, menyediakan dan memelihara fasilitas kesehatan, menyediakan dan memelihara fasilitas pendidikan. Sebagai konsekuensi pelaksanaan kewajibannya, pemerintah perlu dana yang memadai, dianggarkan melalui APBN/APBD, dan pada saatnya harus dikeluarkan melalui Kas Negara/Kas Daerah.
      APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi Pengeluaran untuk Belanja dan Pengeluaran untuk Pembiayaan. Pengeluaran untuk belanja terdiri dari: Belanja Pemerintah Pusat seperti Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Lain-lain, dan Dana yang dialokasikan ke Daerah seperti Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Sedangkan Pengeluaran untu Pembiayaan tediri dari Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah, Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri, dan Pembiayaan lain-lain.
      Adapun jenis-jenis Pengeluaran Negara menurut sifatnya terdiri dari Pengeluaran Investasi, Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja, Pengeluaran Kesejahteraan, Pengeluaran untuk Penghematan Masa Depan, dan Pengularan Lainnya. Pengeluaran Investasi merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa datang, misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, satelit, peningkatan kapasitas SDM, dll. Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja merupakan pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat.
      Pengeluaran Kesejahteraan Rakyat merupakan pengeluaran yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi bergembira, misalnya pengeluaran untuk pembangunan tempat rekreasi, subsidi, bantuan langsung tunai, bantuan korban bencana. Sedangkan Pengeluaran Untuk Masa Depan merupakan pengeluaran yang tidak memberikan manfaat langsung bagi negara, namun bila dikeluarkan saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah yang lebih besar di masa yang akan datang, pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat, dan pengeluaran untuk anak-anak yatim. Sedangkan Pengeluaran Lain-lain merupakan pengeluaran tidak produktif yang tidak memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat, namun diperlukan oleh pemerintah, misalnya pengeluaran untuk biaya perang.

1.2  Perumusan Masalah

            Mengacu pada latar belakang masalah yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:
1.      Apakah yang dimaksud pengeluaran pemerintah?
2.      Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap output nasional di beberapa negara?
3.      Bagaimanakah teori mengenai pengeluaran pemerintah dari beberapa ekonom ataupun pemikir sosial lainnya?

1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan

      Tujuan penulisan ini untuk melakukan eksplorasi atau memahami ebih lanjut tentang pengeluran pemerintah. Manfaat penulisan ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengeluaran pemerintah

1.4  Metode Penulisan

            Metode penulisan ini menggunakan kajian kepustakaan dengan bahan-bahan pustaka jurnal-jurnal yang diberikan selama perkuliahan, buku-buku referensi, dan pemikiran penulis.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengeluaran Pemerintah

2.1.1  Pengertian Pengeluaran Negara

Pengeluaran negara adalah pengeluaran pemerintah menyangkut pengeluaran untuk membiayai program-program dimana pengeluaran itu ditujukan untuk pencapaian kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Pengeluaran pemerintah dapat bersifat :
1.      Exhaustive” yaitu merupakan pembelian barang-barang dan jasa-jasa dalam perekonomian yang dapat langsung dikonsumsi maupkun dapat pula untuk menghasilkan barang lain lagi.
a)      Exhaustive expenditure : mengalihkan factor-faktor produksi dari sektor swasta ke sektor pemerintah.
b)      Exhaustic Expenditures : merupakan pembelian barang-barang yang dihasilkan oleh swasta dan dapat pula pembelian itu dilakukan terhadap barang-barang yang dihasilkan oleh pemerintah sendiri.
2.      Transfer“ yaitu berupa pemindahan uang kepada individu-individu untuk kepentingan social, kepada perusahaan-perusahaan sebagai individu atau mungkin pula kepada negara-negara sebagai hadiah (grants).
a)      Transfer Payment : menggeser tenaga beli dari unit-unit ekonomi yang satu kepada unit- unit yang ekonomi yang laindan membiarkan yang terakhir inimenentukan pengguna dari uang tersebut.

2.1.2  Teori Pengeluaran Negara

1.      Musgrave dan Rostow
            Perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan pengeluaran negara yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dll. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, dsb.
2.      Wagner
      Berdasarkan pengamatan dari negara-negara maju, disimpulkan bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita negara tersebut. Di negara-negara maju, kegagalan pasar bisa saja terjadi, menimpa industri-industri tertentu dari negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri dapat saja merembet ke industri lain yang saling terkait. Di sini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan, dll.
3.      Peacock dan Wiseman
            Kebijakan pemerintah untuk menaikkan pengeluaran negara tidak disukai oleh masyarakat, karena hal itu berarti masyarakat harus membayar pajak lebih besar. Masyarakat mempunyai sikap toleran untuk membayar pajak sampai pada suatu tingkat tertentu. Apabila pemerintah menetapkan jumlah pajak di atas batas toleransi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak. Sikap ini mengakibatkan pemerintah tidak bisa semena-mena menaikkan pajak yang harus dibayar masyarakat.
Dalam kondisi normal, dengan berkembangnya perekonomian suatu negara akan semakin berkembang pula penerimaan negara tersebut, walaupun pemerintah tidak menaikkan tarif pajak. Peningkatan penerimaan negara akan memicu peningkatan pengeluaran dari negara tersebut.
Dalam kondisi tidak normal, misalnya dalam keadaan perang, pemerintah memerlukan pengeluaran negara yang lebih besar. Keadaan ini membuat pemerintah cenderung meningkatkan pungutan pajak kepada masyarakat. Peningkatan pungutan pajak dapat mengakibatkan investasi swasta berkurang, dan perkembangan perekonomian menjadi terkendala.
Perang tidak bisa dibiayai dari pajak saja. Pemerintah terpaksa cari pinjaman untuk biaya perang. Setelah perang selesai pemerintah harus membayar angsuran pinjaman dan bunga. Oleh karenanya pajak tidak akan turun ke tingkat semula walaupun perang sudah selesai. Setelah perang selesai, pengeluaran negara akan turun dari tingkat pengeluaran negara saat perang, namun masih lebih tinggi dari tingkat pengeluaran negara sebelum perang. Sementara itu pengeluaran swasta akan meningkat, namun masih masih dibawah tingkat pengeluaran swasta sebelum perang

2.2  Jenis-Jenis Pengeluaran Pemerintah

2.2.1  Belanja Pemerintah

            Belanja negara dan daerah dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan daerah serta pelaksanaan pertimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara dan daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara atau lembaga pemerintahan pusat. Belanja pemerintah pusat dikelompokkan sebagai berikut:
1.      Belanja pemerintah pusat menurut organisasi atau bagian anggaran.
2.      Belanja pemerintah pusat menurut fungsi.Rincian belanja negara dan daerah menurut fungsi, terdiri atas pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi,lingkungan hidup, perumahan, dan fasilitas umum, kesehatan,pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial..
3.      Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja, meliputi:
a)      belanja pegawai
b)      belanja barang
c)      belanja modal
d)     pembayaran bunga utang
e)      subsidi
f)       belanja hibah
g)      bantuan sosial
h)      belanja lain-lain
            Berdasarkan jenisnya, belanja pemerintah dibagi menjadi dua jenis, yaitu belanja pemerintah pusat dan belanja pemerintah daerah. Berikut penjelasannya:
1.      Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
2.      Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
a)      Dana Bagi Hasil
b)      Dana alokasi umum
c)      Dana otonomi khusus

2.2.2  Pembiayaan

            Pembiayaan terbagi menjadi dua, yaitu pembagian dalam negeri dan pembagian luar negeri, berikut penjelasannya:
1.      Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, surat utang negara serta penyertaan modal negara.
2.      Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
a)       Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
b)       Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.

2.2.3  Pengeluaran Pemerintah Daerah

Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan kota.Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana dimaksud, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah wali kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil wali kota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
1.      Perangkat Daerah
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariatan daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah . Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dankelurahan . Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas:
a)      menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;
b)      menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;
c)      mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan
d)     menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau wali kota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.
2.      DPRD
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPRD mempunyai tugas dan wewenang. DPRD mempunyai hak interpelasi, angket,dan  menyatakan pendapat. Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:
a)      pimpinan;
b)      komisi;
c)      panitia musyawarah
d)     panitia anggaran
e)       Badan Kehormatandan
f)       alat kelengkapan lain yang diperlukan.
 Anggota DPRD mempunyai larangan dan dapat diganti antar waktu. Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah berlaku ketentuan Undang-Undang yang mengatur Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa di antara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi.
 Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
3.      Pilkada
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat tertentu. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi,pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
Apabila tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
4.      Kepegawaian Daerah
Pemerintah pusat melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. Manajemen pegawai negeri sipil daerah meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah. Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.
5.      Perda dan Perkada
Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. Perda disampaikan kepada Pemerintah pusat paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah pusat. Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah. Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.
6.      Keuangan Daerah
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang yang mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.
Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa Kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dalam melaksanakan kekuasaannya, kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah.           
Di dalam Undang-Undang yang mengatur Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/wali kota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a)      Pendapatan asli daerah (PAD), yang meliputi: (a) hasil pajak daerah; (b) hasil retribusi daerah; (c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (d) lain-lain PAD yang sah;
b)      Dana perimbangan yang meliputi: (a) dana bagi Hasil; (b) dana alokasi umum; dan (c). dana alokasi khusus; dan
c)      Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

7.      Pertimbangan Otonomi
      Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, Presiden dapat membentuk suatu dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Dewan ini dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri yang susunan organisasi keanggotaan dan tata laksananya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Dewan tersebut bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden antara lain mengenai rancangan kebijakan:
a)      pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah serta pembentukan kawasan khusus;
b)      perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah. 

2.2.4  Pengeluaran Pemerintah Pusat

  1. Pengeluaran Investasi
            Pengeluaran Investasi merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa datang, misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara, satelit, peningkatan kapasitas SDM, dll.
2.      Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja
            Pengeluaran Penciptaan Lapangan Kerja merupakan pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat.
3.      Pengeluaran Kesejahteraan
            Pengeluaran untuk Penghematan Masa DepanPengeluaran Kesejahteraan Rakyat merupakan pengeluaran yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi bergembira, misalnya pengeluaran untuk pembangunan tempat rekreasi, subsidi, bantuan langsung tunai, bantuan korban bencana.
            Pengeluaran Untuk Masa Depan merupakan pengeluaran yang tidak memberikan manfaat langsung bagi negara, namun bila dikeluarkan saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah yang lebih besar di masa yang akan datang, pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat, dan pengeluaran untuk anak-anak yatim.
4.      Pengularan Lainnya.
            Pengeluaran Lain-lain merupakan pengeluaran tidak produktif yang tidak memberikan manfaat secara langsung kepada masyarakat, namun diperlukan oleh pemerintah, misalnya pengeluaran untuk biaya perang.

2.3  Fungsi  Pengeluaran Pemerintah Pusat

Sebagai sebuah organisasi atau rumah tangga, pemerintah melakukan banyak pengeluaran untuk membiyai kegiatan-kegiatannya. Pengeluaran tersebut berfungsi untuk menjalankan roda pemerintahan sehari-hari dan membiyai kegiatan ekonomi. Pada negara-negara berkembang pemerintah harus menggerakkan dan merangsang kegiatan ekonomi secara umum. Pemerintah harus merintis dan menjalankan kegiatan ekonomi yang masyarakat atau kalangan swasta tidak tertarik untuk menjalankanya.
Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan ditelaah menjadi empat macam kelompok peran, yaitu :
1.      Peran alokatif, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi.
2.      Peran distribusi, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar.
3.      Peran stabilisatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaan disequilibrium.
4.      Peran dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju.

2.3.1  Kebijakan dan sasaran umum investasi

            Investasi masih menjadi bagian penting dalam perekonomian Indonesia. Investasi disebut-sebut masih menjadi penopang ekonomi negara, bahkan menjadi kunci pertumbuhan industri. Inilah yang membuat pemerintah mengupayakan peningkatan investasi, bagi asing maupun dalam negeri. Kebijakan investasi di indonesia di Indonesia sekarang ini pun termasuk “pro investasi”, di antaranya adalah kebijakan berikut.

2.3.2  Paket Kebijakan Ekonomi

            Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi sejak 2015. Pada 2017, telah ada enam belas jilid paket kebijakan, dengan beberapa di antaranya mendukung peningkatan investasi. Pada Paket Ekonomi Jilid I, terdapat kebijakan peningkatan investasi di bidang properti, khususnya untuk perumahan-perumahan murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sejak dikeluarkan paket kebijakan ini, melakukan investasi bidang properti di Indonesia menjadi lebih mudah.
            Pada Paket Ekonomi Jilid II, ada sedikitnya dua kebijakan yang berkaitan langsung dengan peningkatan investasi. Pertama, adanya layanan perizinan investasi 3 jam. Layanan kilat ini berlaku untuk investor yang melakukan investasi di kawasan industri dengan nilai minimal Rp100 miliar dan menyerap minimal 1.000 tenaga kerja lokal. Hanya dalam tiga jam, investor akan mendapatkan 8+1 izin sekaligus—sesuatu yang membutuhkan berhari-hari kalau diurus satu per satu.
            Pada Jilid II juga terdapat percepatan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk penerbitan tax allowance, salah satu insentif yang ditawarkan untuk investor di Indonesia. Dengan percepatan ini, investor tidak harus menghadapi birokrasi yang berbelit untuk mendapatkan hak tax allowance mereka.
            Pada Jilid III, terdapat kebijakan penyederhanaan perizinan pembelian lahan untuk tujuan investasi. Membeli lahan di Indonesia mulanya membutuhkan proses panjang—dibutuhkan izin dari pemerintah lokal dan pusat. Namun, sekarang ini berlaku kebijakan “Investasi Langsung Konstruksi”.
Kebijakan investasi di Indonesia tersebut berlaku untuk 32 kawasan industri di Indonesia. Investor hanya perlu mendapat izin investasi sebelum diperkenankan untuk membeli lahan dan memulai konstruksi—tidak perlu menunggu perizinan lain seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau izin lingkungan. Konstruksi dapat dilakukan ketika proses perizinan yang masih berjalan.
            Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Daftar Negatif Investasi (DNI). Yang terbaru adalah Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016. Melalui daftar ini, investor—khususnya asing—akan tahu sektor bisnis mana yang boleh atau tidak boleh untuk ditanami investasi.

2.3.3  Fasilitas Investasi

            Kebijakan investasi di Indonesia juga meliputi fasilitas investasi. Fasilitas tersebut dapat dinikmati oleh para investor untuk mendorong perkembangan bisnis mereka di Indonesia. Secara umum, fasilitas investasi meliputi fasilitas fiskal dan non-fiskal. Fasilitas fiskal meliputi kebijakan berikut ini.
1.      Pembebasan bea impor mesin—berlaku untuk mesin yang akan dipakai untuk kegiatan produksi, bukan mesin untuk diperjualbelikan. Pembebasan bea impor ini berlaku selama dua tahun dan bisa diperpanjang.
2.      Pembebasan bea impor bahan produksi—berlaku untuk bahan-bahan yang akan diolah menggunakan mesin yang mendapat pembebasan bea impor mesin. Masa berlaku fasilitas ini juga dua tahun dan bisa diperpanjang.
3.      Rekomendasi tax allowance dan tax holiday dari BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Tax allowance dan tax holiday merupakan potongan pajak penghasilan yang perlu dibayarkan oleh perusahaan. Untuk mendapatkan potongan ini dari Kementerian Keuangan, perusahaan membutuhkan rekomendasi BKPM.
            Selain fasilitas fiskal di atas, pemerintah menawarkan fasilitas nonfiskal yang juga mendorong pertumbuhan investasi di Indonesia. Fasilitas tersebut meliputi izin untuk melakukan impor mesin dan barang, baik untuk keperluan produksi (API-P) maupun untuk diperjualbelikan (API-U).
            Kebijakan investasi di Indonesia juga meliputi kemudahan perizinan untuk memperkerjakan tenaga asing, khususnya para ahli atau orang yang mengisi jabatan tertinggi dalam perusahaan. Izin ini termasuk dalam fasilitas nonfiskal dan berupa Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTKA).

2.4  Pengertian Pendapatan Nasional

            Salah satu Pembentukan indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Dari data PDB dapat juga diturunkan beberapa indikator ekonomi penting lainnya, yaitu:
1.      Produk Nasional Bruto
            Yaitu PDB ditambah dengan pendapatan neto dari luar negeri. Pendapatan neto itu sendiri merupakan pendapatan atas faktor produksi (tenaga kerja dan modal) milik penduduk Indonesia yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan pendapatan yang sama milik penduduk asing yang diperoleh di Indonesia.
2.      Produk Nasional Neto (atas dasar harga pasar)
            Yaitu PDB dikurangi dengan seluruh penyusutan atas barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi selama setahun.
3.      Produk Nasional Neto (atas dasar biaya faktor produksi)
            Produk nasional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung neto. Pajak tidak langsung neto merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi dengan subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Baik pajak tidak langsung maupun subsidi, kedua-duanya dikenakan terhadap barang dan jasa yang diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung bersifat menaikkan harga jual sedangkan subsidi sebaliknya. Selanjutnya, produk nasional neto atas dasar biaya faktor produksi disebut sebagai Pendapatan Nasional.
4.      Angka-angka per kapita
            Yaitu ukuran-ukuran indikator ekonomi sebagaimana diuraikan di atas dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

2.5  Kegunaan Statistik Pendapatan Nasional 

            Data pendapatan nasional adalah salah satu indikator makro yang dapat menunjukkan kondisi perekonomian nasional setiap tahun. Manfaat yang dapat diperoleh dari data ini antara lain adalah :
1.      PDB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu negara. Nilai PDB yang besar menunjukkan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya.
2.      PNB harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk suatu negara.
3.      PDB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setipa sektor dari tahun ke tahun.
4.      Distribusi PDB harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu negara. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu negara.
5.      PDB harga berlaku menurut penggunaan menunjukkan produk barang dan jasa digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri.
6.      Distribusi PDB menurut penggunaan menunjukkan peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi.
7.      PDB penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat untuk mengukur laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.
8.      PDB dan PNB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDB dan PNB per kepala atau per satu orang penduduk.
9.      PDB dan PNB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara.

2.6  Konsep dan Definisi PDB Pengeluaran

2.6.1  Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

            Pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) merupakan pengeluaran atas barang dan jasa oleh rumah tangga untuk tujuan konsumsi. Dalam hal ini rumah tangga berfungsi sebagai pengguna akhir (final demand) dari berbagai jenis barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Rumah tangga didefinisikan sebagai individu atau kelompok individu yang tinggal bersama dalam suatu bangunan tempat tinggal. Mereka mengumpulkan pendapatan, memiliki harta dan kewajiban, serta mengkonsumsi barang dan jasa secara bersama-sama utamanya kelompok makanan dan perumahan (UN, 1993).

2.6.2  Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

            Pengeluaran Konsumsi Pemerintah adalah nilai seluruh jenis output pemerintah dikurangi nilai output untuk pembentukan modal sendiri dikurangi nilai penjualan barang/jasa (baik yang harganya signifikan dan tdk signifikan secara ekonomi) ditambah nilai barang/jasa yang dibeli dari produsen pasar untuk diberikan pada RT secara gratis atau dengan harga yang tidak signifikan secara ekonomi (social transfer in kind-purchased market production).

2.6.3  Pembentukan Modal Tetap Bruto

            Secara garis besar PMTB didefinisikan sebagai pengeluaran unit produksi untuk menambah aset tetap dikurangi dengan pengurangan aset tetap bekas. Penambahan barang modal meliputi pengadaan, pembuatan, pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal  baru maupun bekas dari luar negeri (termasuk perbaikan besar, transfer atau barter barang modal). Pengurangan barang modal meliputi penjualan barang modal (termasuk barang modal yang ditransfer atau barter kepada pihak lain).  Disebut sebagai pembentukan modal tetap bruto karena menggambarkan penambahan serta pengurangan barang modal pada periode tertentu. Barang modal mempunyai usia pakai lebih dari satu tahun serta akan mengalami penyusutan. Istilah ”bruto” mengindikasikan bahwa didalamnya masih mengandung unsur penyusutan. Penyusutan atau konsumsi barang modal (Consumption of Fixed Capital) menggambarkan penurunan nilai barang modal yang digunakan pada proses produksi secara normal selama satu periode.

2.6.4  Inventori

            Inventori adalah persediaan yang dikuasai oleh unit yang menghasilkan untuk digunakan dalam proses lebih lanjut, dijual, atau diberikan pada pihak lain, atau digunakan dengan cara lain. Merupakan persediaan yang berasal dari pihak lain, yang akan digunakan sebagai input antara atau dijual kembali tanpa mengalami proses lebih lanjut.

2.6.5  Ekspor - Impor

            Secara umum, konsep ekspor-impor luar negeri yang digunakan dalam penyusunan PDB/PDRB Penggunaan mengacu pada System of National Accounts (SNA) 1993. Dalam SNA 1993, transaksi ekspor-impor barang luar negeri dalam komponen PDRB Penggunaan Provinsi merupakan salah satu bentuk transaksi internasional antara pelaku ekonomi yang merupakan residen suatu wilayah Provinsi terhadap pelaku ekonomi luar negeri (non-resident). Transaksi ekspor barang didefinisikan sebagai transaksi perpindahan kepemilikan ekonomi (baik berupa penjualan, barter, hadiah ataupun hibah) atas barang dari residen suatu wilayah Provinsi terhadap pelaku ekonomi luar negeri (non-resident). Sebaliknya, impor barang didefinisikan sebagai transaksi perpindahan kepemilikan ekonomi (mencakup pembelian, barter, hadiah ataupun hibah) atas barang dari pelaku ekonomi luar negeri (non-resident) terhadap residen suatu wilayah Provinsi.



BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh terhadap output nasional di beberapa negara, namun terdapat perbedaan hasil penelitian yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori: Pertama yang menyatakan bahwa tingginya pengeluaran pemerintah akan menyingkirkan investasi swasta (efek dari crowding out). Kedua menjelaskan hubungan antara ukuran disaggregate pengeluaran pemerintah dan investasi swasta menggunakan analisis disagregate. Ketiga menyatakan peningkatan pengeluaran pemerintah akan menarik keluar investasi swasta.


DAFTAR PUSTAKA


 

Dumairy. (1997). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Goedhart, A. W. (1973). Garis-Garis Besar Ilmu Keuangan Negara. Jakarta: Djambatan.
Mangkoesoebroto, G. (1993). Ekonomi Publik. Jakarta: Gramedia.




Related Posts

Makalah Pengeluaran Pemerintah
4/ 5
Oleh