Beberapa pertanyaan mengenai Asuransi Syariah




1.    Jelaskan definisi dan unsur-unsur asuransi
2.  Jelaskan bagaimana perkembangan sejarah asuransi sebelum dan sudah islam, serta bagaimana perkembangan asuransi di Indonesia
3.  Jelaskan bagaimana perbedaan antara asuransi konvensional dan syariah :
a.       Prinsip-prinsipnya
b.      Karakteristik
c.       Tujuan
d.      Konsep dasar
e.       Landasan hukum
4.      Jelaskan bagaimana mekanisme asuransi syariah dan investasinya
5.      Sebutkan pembahagian jenis-jenis asuransi beserta contohnya
6.  Bagaimana konsep akad mudharabah dan ijarah dalam asuransi syariah
7.      Jelaskan bagaimanakah perbedaan antara asuransi dengan kafalah


Jawaban


1.      Jelaskan definisi dan unsur-unsur asuransi

Menurut KUHD pasal 246 disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu. Jadi bisa disimpulkan bahwa asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian risiko yang dilakukan dengan cara mengalihkan/transfer risiko dari satu pihak ke pihak lain dalam hal ini adalah perusahaan asuransi.
Menurut Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI), asuransi syariah adalah sebuah usaha untuk saling melindungi dan saling tolong menolong di antara sejumlah orang, di mana hal ini dilakukan melalui investasi dalam bentuk aset (tabarru) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan hukum syariah. Jadi bisa disimpulkan bahwa asuransi syariah adalah salah satu bentuk pengendalian risiko yang dilakukan dengan cara sharing of risk atau saling menanggung risiko sesama nasabah atau peserta.
Unsur-unsur asuransi :
a.       at-takaful (Tolong menolong),
b.      tabarru’ (hibah/dana kebijakan),
c.       aqad (akad).

»»        Kata takaful berasal dari tafakala-yatafakulu, yang secara etimologi berati menjamin, Atau saling menanggung. Takaful dalam pengertian muamalah adalah saling memikul risiko diantara semua orang sehingga antara satu yang lainya menjadi penanggung atas risiko yang lainya. Saling pikul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ dana ibadah, sumbangan, derma yang ditujukan untuk menanggung risiko. Takaful dalam pengertian muamalah ditegaskan diatas tiga prinsip dasar. Tiga prinsip dasar itu adalah saling bertanggung jawab, saling bekerja sama, dan saling membantu, serta saling melindungi.

»»        Tabarru’ berasal dari kata tabarra’a-yatabarra’utabarru’an, artinya sumbangan, hibah, dana kebajikan atau derma. Tabarru’ merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain, tanpa ganti rugi yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta itu dari pemberi kepada orang yang diberi.

»»        Kata aqad berasal dari bahasa arab yaitu al-aqad yang berarti perikatan, perjanjian, dan pemufakatan, al-ittifaq. Secara terminology fiqih, aqad didefinisikan sebagai pertalian ijab (pernyataan melekukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariah yang berpengaruh pada obyek perikatan.
Rukun aqad terdiri dari tiga yaitu :
a)      Pernyataan untuk mengikatkan diri (sighat al-aqd).
b)      Pihak-pihak yang berakad (al-muta-aqidain).
c)      Objek akad (al-mu’qud’alaih)


2.      Jelaskan bagaimana perkembangan sejarah asuransi sebelum dan sudah islam, serta bagaimana perkembangan asuransi di Indonesia

Clayton, menyatakan bahwa ide tentang asuransi tumbuh dan berkembang pada jaman masyarakat babilionia sekitar tahun 3000 SM (sebelum masehi), dimana pada tahun 2500 SM, raja babilonia telah mengumpulkan sekitar 282 klausa yang dikenal dengan kode babilonia (Babylonian code) atau disebut juga kode hammurabi (Hammurabi code). Dari kode tersebut menunjukkan bahwa orang babilionia telah mempraktikkan perjanjian bisnis komersil yang menggunakan uang sebagai transaksi, dimana orang meminjamkan uang kepada pedagang dan mengambil beberapa persen untuk pembayaran bunga/interest. Transaksi diatas yang sekarang dikenal dengan kontrak bottomry (contract of bottomry)
Bottomry diintrodusir oleh pedagang babilon sekitar 4000-3000 SM, dimana uang atau barang dipinjamkan kepada pedagang untuk tujuan perdagangan, atau dapat juga sebagai pinjaman murni dengan membebankan rate tertentu sebagai bunga, atau keduanya, membebankan bunga atas pinjaman uang dan sebagai modal akan mendapatkan bagian keuntungan dari hasil perdagangan. Pembayaran bunga diatas dalam bottomry dapat disamakan dengan premi, dimana peminjam merupakan tertanggung sedangkan yang meminjamkan bertindak sebagai penanggung (asuransi).
Dalam Islam, praktek asuransi pernah dilakukan dilakukan pada masa Nabi Yusuf as, yaitu pada saat ia menafsirkan mimpi dari Raja Firaun. Tafsiran yang ia sampaikan adalah bahwa Mesir akan mengalami masa 7 panen yang melimpah dan diikuti dengan masa 7 tahun paceklik. Untuk menghadapi masa kesulitan (paceklik) itu, Nabi Yusuf as, menyarankan agar menyisihkan sebagian dari hasil panen pada masa tujuh tahun pertama. Saran dari Nabi Yusuf as, ini diikuti oleh Raja Firaun, sehingga masa paceklik bisa ditangani dengan baik.
Pada masyarakat Arab sendiri terdapat system ‘aqilah yang sudah menjadi kebiasaan mereka sejak masa pra-Islam. ‘Aqilah merupakan cara penutupan (istilah yang digunakan oleh AM.Hasan Ali) dari keluarga pembunuh terhadap keluarga korban (yang terbunuh). Ketika terdapat seseorang terbunuh oleh anggota suku lain, maka keluarga pembunuh harus membayar diyat (uang darah). Jadi bisa disimpulkan bahwa asuransi sebelum islam mempunyai tujuan mencari keuntungan semata dan ketika masa islam asuransi bertujuan untuk membantu sesama dan mencari kebahagian dunia-akhirat.
Perkembangan asuransi sejauh ini sangatlah baik, kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah perlindungan atas berbagai macam risiko yang bisa terjadi dan menimpa diri mereka sewaktu-waktu adalah salah satu penyebab tingginya jumlah pengguna asuransi belakangan ini. Asuransi syariah mengalami pertumbuhan yang cepat, selain sesuai hukum islam untuk mencari kebahagian dunia-akhirat, asuransi syariah memiliki banyak keunggulan, salah satunya seperti pengembalian tabungan nasabah (bahkan ada beberapa asuransi konvensional mengikutinya).


3.      Jelaskan bagaimana perbedaan antara asuransi konvensional dan syariah :

NO
Peredaan
Konvensional
Syariah
a
prinsipnya
transfer of risk
sharing of risk
b
Karakteristik
Premi yang disetor peserta asuransi konvensional akan digunakan oleh perusahaan untuk memperoleh keuntungan sebesar besarnya bagi perusahaan itu sendiri
Dana Tabaru’ akan dikelola oleh Pihak Asuransi dan dijabarkan secara transparan hasilnya untuk kemudian dibagi hasil apabila memperoleh keuntungan
c
Tujuan
Tolong menolong yang didasari mencari keuntungan semata
Tolong menolong yang didasari mencari kebahagiaan dunia-akhirat
d
Konsep dasar
Perjanjian dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
Sekumpulan Orang yang  saling membantu, saling menjamin Dan bekerjasama dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru

e
Landasan hukum

Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, hukum alami dan berbagai contoh sebelumnya
Bersumber dari Firman Allah, Al-Hadist dan Ijma Ulama (Fatwa DSN-MUI)


4.      Jelaskan bagaimana mekanisme asuransi syariah dan investasinya


Penjelasan mekanismenya :
a.  peserta menyerahkan sejumlah premi
b. perusahaan asuransi menerima premi dari peserta yang dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta
c.  perusahaan asuransi menginvestasikan dana yang terkumpul kepada investor dengan prinsip syariah (mudhorobah atau musyarokah)
d. investor melakukan investasi dan menyerahkan sebagian keuntungannya kepada perusahaan asuransi sesuai kesepakatan
e. perusahaan asuransi menerima keuntungan dari investor yang dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta
f.  perusahaan asuransi menyerahkan pembayaran klaim kepada peserta yang tertimpa musibah atau peserta yang habis masa kontraknya, atau peserta yang mengundurkan diri.


5.      Sebutkan pembahagian jenis-jenis asuransi beserta contohnya

Asuransi Konvensional

Asuransi Jiwa : PT. BNI life Insurance (BNI Life)
Asuransi Kesehatan : BPJS Kesehatan
Asuransi Kendaraan : Asuransi Garda Oto
Asuransi kepemilikan Rumah Dan Properti : PT. Asuransi Allianz Utama Indonesia
Asuransi Pendidikan : PT Prudential Life Assurance
Asuransi Bisnis : AXA Mandiri
Asuransi Umum : PT. Asuransi Sinar Mas
Asuransi Kredit : PT. Askrindo
Asuransi Kelautan : Asuransi Jasindo (Marine Insurance)
Asuransi Perjalanan : ACA Travel Safe


            Asuransi Syariah

Takaful Keluarga
Berdasarkan UU No.40 tahun 2014, Usaha asuransi jiwa syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling tolong menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Bentuk takaful yang memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri  peserta takaful. Dalam musibah kematian yang menerima santunan sesuai perjanjian adalah keluarga / ahli waris atau orang yg ditunjuk. Dalam musibah kecelakaan yg tidak mengakibatkan kematian, santunan akan diterima oleh peserta yg mengalami  musibah.
Jenis takaful keluarga meliputi :
·         Takaful dengan Unsur Tabungan, meliputi :
Takaful Dana Investasi, Takaful Dana Haji, Takaful Pendidikan / Dana Siswa, Takaful Jabatan.
·         Takaful Tanpa Unsur Tabungan, meliputi :
Takaful Kecelakaan Diri, Takaful Khairat Keluarga, Takaful Majelis Taklim, Takaful Pembiayaan,, Takaful Wisata dan Perjalanan, Takaful Kecelakaan Siswa, Takaful Perjalanan Haji / Umroh

Takaful umum
UU No.40 tahun 2014 menyatakan usaha asuransi umum syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah guna saling tolong menolong dan melindungi dengan memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul , kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.
Bentuk takaful yang memberikan perlindungan dalam menghadapi bencana atau  kecelakaan atas hartaa milik peserta takaful, seperti rumah, kendaraan bermotor,  bangunan, pabrik dan sebagainya.  
Jenis Takaful Umum meliputi :
Takaful Kebakaran, Takaaful Kendaraan Bermotor, Takaful Resiko Pembangunan, Takaful Pengangkutan Barang, Takaful Resiko Mesin dll.


6.      Bagaimana konsep akad mudharabah dan ijarah dalam asuransi syariah

Akad Mudharabah
Bentuk akad ini didasarkan prinsip profit and los sharing atau berbagi atas untung dan rugi. Dalam akad ini dana yang yang terkumpul dapat diinvestasikan oleh perusahaan asuransi, dimana resiko investasi ditanggung bersama antara perusahaan dan nasabah. Dalam akad tijarah Mudharabah ini perusahaan asuransi mengunakan akad mudharabah mustyarakah, yaitu bentuk akad mudharabah dimana pengelolaan (mudharib) menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi tersebut. Fatwa MUI NO: 50/DSN-MUI/III/2006 Tentang akad mudharabah mustyarakah, akad mudharabah mustyrakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad mustyarakah.
Akad mudharabah ini hasil keuntungan akan diberikan sesuai dengan akad yang sama-sama dibuat sehingga tidak hanya mendapat keuntungan tapi juga peserta mendapatkan perlindungan resiko yang terjadi pada peserta. Kontrak bagi hasil disepakati didepan sehingga bila terjadi keuntungan maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah 60:40, dimana peserta mendaptkan 60 persen dari keuntungan sedang perusahaan asuransi mendapat 40 persen dari keuntungan. 

Akad Ijarah
Al ijarah berasal dari kata Al-Ajru yang berarti Al’iwadhu (ganti). Dari sebab itu At-stsawab (pahala) dinamai Ajru (upah).
Dalam literature fiqh klasik pembahasan tentang ijarah dalam pengertian sewa dan ujrah yang berarti pemanfaatan jasa (al-ajarwal umulah) selalu dibahas secara simultan dan hamper tidak ada perbedaan di antara keduanya,  makal hal berikut ini dibahas al-ujrah dalam konteks upah atau jasa. Dalam rangka operasionalnya upah digunakan  untuk tenaga seperti para karyawan yang kerja di pabrik dibayar gajinya (upahnya). Namun dalam istilah bahasa arab dan sewa disebut ijarah. Al-ijarah berasal dari kata Al-ajru yang berarti menurut bahasanya ialah al- ‘iwadh. Upah (ujrah) adalah imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan materi di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk imbalan pahala di akhirat (imbalan yang lebih baik).


7.      Jelaskan bagaimanakah perbedaan antara asuransi dengan kafalah


Kafalah ialah pengalihan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Kafalah lebih kepada pengalihan tanggung jawab dalam hal pembiayaan, seperti pelunasan hutang, dan sebagainya. Sedangkan asuransi lebih kepada pengelolaan resiko (transfer of risk – asuransi konvensional, sharing of risk – asuransi syariah) yang digunakan untuk menjaga-jaga jika terjadinya hal yang tidak di  inginkan dimasa depan.
Makalah Tentang Hadits Dha'if

Makalah Tentang Hadits Dha'if

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Salah satu fitnah besar yang pernah menimpa umat Islam pada abad pertama hijriah adalah tersebarnya hadis-hadis dha’if dan maudhu’ di kalangan umat. Hal ini juga menimpa para ulama, kecuali sejumlah pakar dan kriktikus hadis yang di kehendaki Allah, seperti Imam Ahmad, Bukhari, Ibnu Muin, dan lainnya. Tersebarnya hadis-hadis semacam itu di seluruh wilayah islam telah meninggalkan dampak negative yang luar biasa, di antaranya terjadi perusakan segi akidah, syariat, dan sebagainya.
Di antara bukti nyata betapa sangat buruk pengaruh hadis dha’if pada umat islam adalah tumbuhnya sikap meremehkan terhadap hadis Rasulullah SAW.. Kalangan ulama, mubalig, dan pengajar yang kurang cermat dalam menukil periwayatan hadis juga semakin mempercepat penyebaran dampak buruk tersebut. Belum lagi hadis yang dipalsukan ternyata memang amat banyak.[1]

1.2  Rumusan Masalah

a.   Apa pengertian hadis Dha’if ?

b.      Bagaimana dengan klasifikasi hadis Dha’if ?


 

BAB II

PEMBAHASAN 

2.1  Hadis Dhaif

2.1.1        Pengertian Hadis Dhaif
Dhaif menurut lughat adalah lemah, lawan dari gawi (yang kuat). Adapun menurut Muhaditsin, Hadis dhaif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama; hadis dhaif adalah yang tidak terkumpul padamya sifat hadis sahih dan hasan.[2] Hadis dha’if  merupakan hadis yang tidak memenuhi beberapa persyaratan hadis shahih misalnya karena tidak bersambung sanad-nya (‘adam al-ittishal), tidak adil dan tidak dapat diandalkan kekuatan daya ingat atau hafalan para perawi dalam seluruh sanad, atau karena adanya keganjilanbaik dalam sanad atau pada matan, dan ataukarena adanya cacat yang tersembunyi. [3]

2.1.2        Klasifikasi Hadis Dhaif

Para ulama Muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan.
Sebab-sebab tertolaknya hadis dari jurusan sanad adalah:
a.       Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-dhabit-annya.
b.      Ketidakbersambungannya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih, yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.

Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi ada sepuluh macam, yaitu sebagai berikut.
1.      Dusta
2.      Tertuduh dusta
3.      Fasik
4.      Banyak salah
5.      Lengah dalam menghapal
6.      Menyalahi riwayat orang kepercayaan
7.      Banyak waham (purbasangka)
8.      Tidak diketahui identitasnya
9.      Penganut bid'ah
10.  Tidak baik hafalannya


2.2  Klasifikasi Hadis Dha'if Berdasarkan Cacat pada Keadilan dan Ke-dhabit-an Rawi

2.2.1        Hadis Maudhu'

a.      Pengertian hadis maudhu’
Hadis maudhu' adalah, Hadis yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dinisbatkan kepada Rasululah SAW. secara palsu dan dusta, baik disengaja maupun tidak.[4]

b.      Ciri-ciri hadis maudhu’
Para ulama menentukan bahwa ciri-ciri ke-maudhu'-an suatu hadis terdapat pada sanad dan matan hadis.
Ciri-ciri yang terdapat pada sanad hadis, yaitu adanya pengakuan dari si pembuat sendiri, qarinah-qarinah yang memperkuat adanya pengakuan membuat hadis maudhu’, dan qarinah-qarinah yang berpautan dengan tingkah lakunya.
Adapun ciri-ciri yang terdapat pada matan, dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi ma'na dan segi lafazh. Dari segi ma’na, yaitu bahwa hadis itu bertentangan dengan Al-Quran, hadis mutatwatir, ijma’, dan logika yang sehat. Dari segi lafazh, yaitu bila susunan kalimatnya tidak baik dan tidak fasih.

c.       Karya-karya dalam hadis maudhu'
Para ulama Muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis hadis, berhasil mengumpulkan hadis maudhu’ dalam sejumlah karya yang cukup banyak, di antaranya:
·      Al-Maudhu’at, karya Ibn AlJauzi (Ulama yang paling awal menulis dalam ilmu in).
·      At-L’ ali Al-Mashnu'ah fi A-Ahadits At-Maudhu'ah, karya As-Suyuthi (ringkasan Ibnu Al-Jauzi dengan beberapa tambahan).
·      Tanzih Asy-Syari'ah Al-Marfu’ah ‘an Al-Ahadits Asy-Syani'ah Al-Maudhu'ah, karya Ibnu 'Iraq Al-Kittani (ringkasan kedua kitab tersebut).
·      Silsilah AlAhadits Adh-Dha'ifah, karya Al-Albani.

2.2.2        Hadis Matruk

Hadis matruk adalah, Hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yang tertuduh dusta.[5] Rawi yang tertuduh dusta adalah seorang rawi yang terkenal dalam pembicaraan sebagai pendusta, tetapi belum dapat dibuktikan bahwa ia sudah pernah berdusta dalam membuat hadis. Seorang rawi yang tertuduh dusta, bila ia bertobat dengan sungguh-sungguh, dapat diterima periwayatan hadisnya.

2.2.3        Hadis Munkar

Hadis munkar adalah hadis yang pada sanadnya terdapat rawi yang jelek kesalahannya, banyak kelengahannya atau tampak kefasikannya.[6] Lawannya dinamakan ma'ruf.

2.2.4        Hadis Syadzdz

Hadis syadzdz adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang maqbul, yang menyalahi riwayat orang yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya lebih banyak ataupun lebih tinggi daya hafalnya.

2.3  Klasifikasi Hadis Berdasarkan Gugurnya Rawi

2.3.1        Hadis Mu'allaq
Mu'allaq, menurut bahasa, adalah isim maf'ul yang berarti terikat dan tergantung. Sanad seperti ini disebut mu'allaq karena hanya terikat dan tersambung pada bagian atas saja, sementara bagian bawahnya terputus sehingga menjadi seperti sesuatu yang bergantung pada atap dan yang semacamnya. Sementara itu, menurut istilah, hadis mu'allaq adalah hadis yang seorang rawinya atau lebih gugur dari awal sanad secara berurutan.
Di antara bentuknya adalah bila semua sanad digugurkan dan dihapus, kemudian dikatakan,"Rasulullah bersabda …” atau dengan menggugurkan semua sanad, kecuali seorang sahabat, atau seorang sahabat tabiin.
Contohnya: Bukhari meriwayatkan dari Al-Majisyun dari Abdullah bin Fadhl dari Abu Salamah dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW bersabda:


Janganlah kalian melebih-lebihkan di antara para nabi.
Pada hadis ini, Bukhari tidak pernah bertemu Al-Majisyun.[7]

2.3.2        Hadis Mu’dhal
Mu’adhal secara bahasa adalah sesuatu yang dibuat lemah dan dibuat lebih. Disebut demikian, mungkin karena para ulama hadis lelah dan letih untuk mengetahuinya karena beratnya ketidakjelasan dalam hadis itu. Adapun menurut istilah muhaditsin, hadis mu’dhal adalah hadis yang putus sanadnya dua orang atau lebih secara berurutan.[8]
Contohnya diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitab Ma’rifat, Ulum Al-Hadis dengan sanadnya kepada Al-Qa'naby dari Malik. bahwa dia menyampaikan, bahwa Abu Hurairah berkata, "Rasulullah bersabda,

لِلْمَمْلُوكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ بالمعروف وَلا يُكَلَّفُ مِنَ الْعَمَلِ إِلا مَا يُطِيقُ

Seorang hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaian sesuai kadarnya dengan baik dan tidak dibebani pekeriaan, melainkan apa yang dia mampu mengerjakannya.

Al-Hakim berkata, "Hadis ini mu’dhal dari Malik dalam kitab Al-Muwatha'."
Hadis ini yang kita dapatkan bersambung sanadnya pada kita, selain Al-Muwatha', diriwayatkan dari Malik bin Anas dari Muhammad bin ‘Ajlan, dari bapaknya, dari Abu Hurairah. Letak ke-mu’dhalan-nya karena gugurnya dua perawi dari sanadnya, yaitu Muhammad bin 'Ajlan dan bapaknya. Kedua rawi tersebut gugur secara berurutan.[9]

2.3.3        Hadis Mursal

Mursal, menurut bahasa, isim maf'ul, yang berarti ‘yang dilepaskan'. Adapun hadis mursal menurut istilah adalah hadis yang gugur rawi dari sanadnya setelah tabiin, baik tabiin besar maupun tabiin kecil. Seperti bila seorang tabiin mengatakan, "Rasulullah SAW, bersabda begini atau berbuat seperti ini.”[10]
Seperti telah kita ketahui bahwa dalam hadis mursal itu, yang digugurkan adalah sahabat yang langsung langsung menerima dari Rasulullah SAW., sedangkan yang mengugurkan dapat juga seorang tabiin atau sahabat kecil. Oleh karena itu, ditinjau  dari segi siapa yang menggugurkan dan segi sifat-sifat pengguguran hadis, hadis mursal terbagi pada mursal jali, mursal shahabi, dan mursal khafi.
a.  Mursal Jali, yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabiin) jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan itu tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita.
b.      Mursal Shahabi, yaitu pemberitaan sahabat yang disadarkan kepada Nabi Muhammad SAW., tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, karena pada saat Rasulullah hidup, ia masih kecil atau terakhir masuknya ke dalam agama Islam. Hadis mursal shahabi ini dianggap sahih karena pada galib-nya ia tiada meriwayatkan selain dari para sahabat, sedangkan para sahabat itu seluruhnya adil
c.       Mursal khafi, yaitu hadis yang diriwayatkan tabiin, di mana tabiin yang meriwayatkan hidup sezaman dengan shahabi, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadis pun darinya.

2.3.4        Hadis Munqathi

Hadis munqathi’ adalah hadis yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat di satu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.[11]
Macam-macam pengguguran (inqitha’) sebagai berikut:
a.   Inqitha' dilakukan dengan jelas sekali, bahwa si rawi meriwayatkan hadis dapat diketahui tidak sezaman dengan guru yang memberikan hadis padanya atau ia hidup sezaman dengan gurunya, tetapi tidak mendapat ijazah (perizinan) untuk meriwayatkan hadisnya.
b.      Inqitha' dilakukan dengan samar-samar, yang hanya dapat diketahui oleh orang yang keahlian saja.
c.    Diketahui dari jurusan lain, dengan adanya kelebihan seorang rawi atau lebih dalam hadis riwayat orang lain.[12]

2.3.5        Hadis Mudallas

Hadis mudallas adalah hadis yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadis itu tidak bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut mudallis. Hadis yangdiriwayatkan oleh mudallis disebut hadis mudallas, dan perbuatannya disebut dengan tadlis.

Macam-macam tadlis sebagai berikut:
a.       Tadlis isnad, yaitu bila seorang rawi yang meriwayatkan suatu hadis dari orang yang pernah bertemu dengan dia, tetapi rawi tersebut tidak pernah mendengar hadis darinya. Agar rawi tersebut dianggap mendengar dari rawi yang digunakan, ia menggunakan lafazh menyampaikan hadis dengan 'an fulamin (dari si Fulan) atau anna fulanan yaqulu (bahwa si Fulan berkata).
b.      Tadlis syuyukh, yaitu bila seorang rawi meriwayatkan sebuah hadis yang didengarkan dari seorang guru dengan menyebutkan nama kuniyah-nya, nama keturunannya, atau menyifati gurunya dengan sifat-sifat yang belum/tidak dikenal oleh orang banyak.
c.       Tadlis tastwiyah (tajwid), yaitu bila seorang rawi meriwayatkan hadis dari gurunya yang tsiqah, yang oleh guru tersebut diterima dari gurunya yang lemah, dan guru yang lemah ini menerima dari seorang guru tsiqah pula, tetapi si mudallis tersebut meriwayatkan tanpa menyebutkan rawi-rawi yang lemah, bahkan ia meriwayatkan dengan lafazh yang mengandung pengertian bahwa rawinya tsiqah semua.[13]




BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dhaif menurut lughat adalah lemah, lawan dari gawi (yang kuat). Adapun menurut Muhaditsin, Hadis dhaif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama; hadis dhaif adalah yang tidak terkumpul padamya sifat hadis sahih dan hasan. Hadis dha’if  merupakan hadis yang tidak memenuhi beberapa persyaratan hadis shahih misalnya karena tidak bersambung sanad-nya (‘adam al-ittishal), tidak adil dan tidak dapat diandalkan kekuatan daya ingat atau hafalan para perawi dalam seluruh sanad, atau karena adanya keganjilanbaik dalam sanad atau pada matan, dan ataukarena adanya cacat yang tersembunyi.
Klasifikasi Hadis Dha'if Berdasarkan Cacat pada Keadilan dan Ke-dhabit-an Rawi terbagi menjadi: hadis Maudhu’, hadis Matruk, hadis Munkar, dan hadis Syadzdz. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Gugurnya Rawi terbagi menjadi: hadis Mu’allaq, hadis mu’dhal, hadis Mursal, hadis Munqathi dan hadis Mudallas.



 

DAFTAR PUSTAKA


Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 1998. Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’
jilid 1. Jakarta: Gema Insani Press.


Khon, Abdul Majid. 2010. Ulumul Hadis. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Suyadi, Agus, dan M. Agus Solahudin. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka
Setia.




[1] Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’ jilid 1,Gema Insani Press, Jakarta, 1998, Pengantar Penerbit.
[2] Agus Suyadi dan M. Agus Solahudin, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal. 148.
[3] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2010, hal. 168.
[4] Agus Suyadi dan M. Agus Solahudin, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal. 149.
[5] Agus Suyadi dan M. Agus Solahudin, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal. 150.
[6] Ibid. hal. 150
[7] Ibid. hal. 151
[8] Ibid. hal. 152
[9] Ibid. hal. 152
[10] Ibid. hal. 152
[11] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2010, hal. 174.
[12] Agus Suyadi dan M. Agus Solahudin, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal. 153 - 154.
[13] Agus Suyadi dan M. Agus Solahudin, Ulumul Hadis, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal. 154 -155.