BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
FILSAFAT
Istilah filsafat
berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia.
Dua kata ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih
luas atau umum yaitu keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti
hikmah, kebijaksanaan, dan kebenaran. Jadi, secara etimologis, filsafat dapat
diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan.
Filsafat sebagai bentuk
proses berpikir yang sistematis dan radikal mempunyai objek material dan objek
formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Dan segala yang ada
mencakup ada yang tampak (visible). Ada yang tampak (visible) di sini adalah
dunia empiris artinya yang dapat dialami manusia, sedangkan ada yang tidak
tampak adalah dunia ide-ide yang disebut dunia metafisik.
Dalam perkembangan
selanjutnya, objek material filsafat dibagi atas tiga bagian yaitu yang ada
dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Dan
ada pun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal,
dan objektif tentang yang ada, agar dapat mencapai hakikatnya, intinya.
B.
PENGERTIAN POLITIK
Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dalam negara seperti
Indonesia, kekuasaan negara dibagi atas 3 (tiga) bagian. Pertama, Lembaga
Eksekutif oleh Presiden. Kedua, Lembaga Legislatif oleh DPR. Ketiga, Lembaga
Yudikatif oleh Mahkamah Agung. Ketiga-tiganya bersifat independen. Artinya
tidak saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Politik juga sering
dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang
menyelenggarakannya bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja
partisipasi rakyat sangat diharapkan. Tujuannya agar kerja pemerintahan dapat
terlaksana dengan baik. Percuma suatu pemerintahan menyelenggarakan negara
tanpa dukungan dari rakyat. Karena itu, kerja sama antara keduanya sangat
diharapkan. Rakyat menyampaikan aspirasi kepada pemerintahan melalui
wakil-wakilnya di Parlemen yang diwakili oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
baik pusat maupun Daerah serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah.
C.
PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK
Istilah filsafat
berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia.
Dua kata ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih
luas atau umum yaitu keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti
hikmah, kebijaksanaan, dan kebenaran. Jadi, secara etimologis, filsafat dapat
diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan
Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik juga sering
dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang
menyelenggarakannya bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja
partisipasi rakyat sangat diharapkan. Tujuannya agar kerja pemerintahan dapat
terlaksana dengan baik. Percuma suatu pemerintahan menyelenggarakan negara
tanpa dukungan dari rakyat.
Jadi, pengetian
Filsafat Politik adalah suatu upaya untuk membahas hal-hal yang berkaitan
dengan politik secara sistematis, logis, bebas, mendalam, serta menyeluruh.
Filsafat Politik berarti pemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang politik.
Bidang politik merupakan tempat menerapkan ide filsafat. Ada berbagai macam
ide-ide filsafat yang ikut mendorong perkembangan politik modern yaitu
liberalisme, komunisme, pancasila, dan lain-lain.
Filsafat politik adalah
refleksi filosofis mengenai masalah-masalah sosial politik yang dapat dibedakan
menjadi dua bagian pembahasan yang berkaitan erat, yakni pertama mempersoalkan
hakikat, kedua mempersoalkan fungsi dan tujuan. Akan tetapi dalam kenyataannya,
filsafat politik bukan hanya mempersoalkan hakikat, fungsi dan tujuan negara,
melainkan juga membahas soal keluarga dalam negara, pendidikan, agama, hak dan
kewajiban individual, kekayaan dan harta milik pemerintah dan sebagainya.
Filsafat politik berbeda dengan ilmu politik, karena ilmu politik bersifat
deskriptif dan bersangkut paut dengan fakta-fakta, sedangkan filsafat politik
bersifat normatif dan bersangkut paut dengan nilai-nilai.
D.
PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK OLEH PARA AHLI
Plato, filsafat politik
adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan manusia
dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia
dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk
mewujudkan konsep pemikiran. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan
hakiki. Oleh karena itu, apabila manusia baik negara pun baik dan apabila
manusia buruk negara pun buruk. Apabila negara buruk berarti manusianya juga
buruk, artinya negara adalah cerminan mansuia yang menjadi warganya.
Machiavelli, filsafat
politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis serta
konkrit terutama berhubungan dengan negara. Baginya, negara harus menduduki
tempat yang utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria
tertinggi bagi akivitas sang penguasa. Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa
harus mengacu pada realitas apa pun di luar negara.
Bagi Agustinus,
filsafat politik adalah pemikiran-pemikiran tentang negara. Menurutnya negara
dibagi 2 (dua) yaitu negara Allah (civitas dei) yang dikenal dengan negra
surgawi “kerajaan Allah, dan negara sekuler yang dikenal dengan negara duniawi
(civitas terrena). Kehidupan di dalam Negara Allah diwarnai dengan iman,
ketaatan, dan kasih Allah. Sedangkan Negara Sekuler “duniawi”, menurutnya
identik dengan negara cinta pada diri sendiri atau cinta egois ketidakjujuran,
pengmbaran hawa nafsu,keangkuhan, dosa, dan lain-lain. Dengan jelas bahwa
filsafat politik negara Allah Agustinus merupakan penjelmaan negara ideal
Plato.
Plato dalam bukunya
Republika mempersoalkan dan membahas berbagai permasalahan tersebut. Menurut
Plato, negara ideal adalah negara yang penuh dengan kebajikan dan keadilan.
Setiap warganya berfungsi sebagaimana mestinya dalam upaya merealisasikan
negara ideal itu, oleh karenanya maka pendidikan harus diatur oleh negara.
Pendidikan menduduki tempat amat penting dalam filsafat politik Plato. Agar
negara ideal itu dapat terwujud nyata, yang patut menjadi raja atau presiden
adalah mereka yang mempelajari filsafat. Dengan kata lain raja haruslah seorang
filsuf, karena hanya filsuflah yang benar-benar mengenal ide-ide. Selain itu
filsuf juga tahu tentang kebijakan, kebaikan dan keadilan, sehingga
pemerintahannya tidak akan mengarah pada kejahatan dan ketidakadilan. Menurut
Plato, hanya filsuflah yang memiliki pengetahuan yang sesungguhnya, dan karena
pengetahuan adalah kekuasaan, maka filsuflah yang layak memerintah.
Sementara Aristoteles
berpendapat bahwa negara adalah persekutuan yang berbentuk polis yang dibentuk
demi kebaikan tertinggi bagi manusia. Negara harus mengupayakan dan menjamin
kesejahteraan bersama yang sebesar-besarnya karena hanya dalam kesejahteraan
umum itulah kesejahteraan individual dapat diperoleh. Menurut dia alangkah
baiknya apabila negara diperintah oleh seorang filsuf-raja yang memiliki
pengetahuan sempurna dan amat bijaksana, karena akan menjamin tercapainya
kebaikan tertinggi bagi para warganya. Akan tetapi lanjutnya, di dunia ini
tidak mungkin dapat ditemukan seorang filsuf-raja yang sempurna, kareanya yang
terpenting adalah menyusun hukum dan konstitusi terbaik yang menjadi sumber
kekuasaan dan menjadi pedoman pemerintahan bagi para penguasa.
E.
PERKEMBANGAN FILSAFAT POLITIK
1). Filsafat Politik
Barat
a.
Klasik
Pada jaman klasik,
masih cenderung kepada tokoh sejarah seperti socrates,plato dan aristoteles,
kemudian mengenai konsep kekuasaan, kedaulatan negara dan hakikat hukum.
Socrates lahir pada tahun 470 SM. Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu
dan Phainarete adalah seoarang bidan. Sokrates adalah murid dari Arkhelaos,
filsuf yang mengganti Anaxagoras di Athena. Ajaran – ajaran Socrates
diantarannya berupa metode, etika dan pemikiran tentang politik. Plato tidak
membatasi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis saja, seperti dilakukan
oleh Sokrates, melainkan ia mencurahkan minatnya kepada suatu lapangan luas
sekali yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan.
Pokok pemikiran
Aristoteles dari sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat pengetahuan,
filsafat manusia, metafisika dan etika serta filsafat Negara. Aristoteles
mencetuskan pemikirannya ketikamulai runtuhnya konsep pemerintahan polis di
athena. Saat itu berlaku konsep mengenai kosmopolitan hellenisme yang
diptakarsai oleh Alexander de great. Di dalam politica menegaskan tentang harus
adanya jarak antar ruang pribadi dengan ruang awam dan ruang politik dengan
ruang non-politik. Karena pemikiran itulah akhirnya Plato memaparkan inti-inti
mengenai konsep warga negara, konsep hak milik dan konsep komnitas politik.
Konsep mengenai hak milik ini kemudian dikembnagkan oleh John Locke.
b.
Abad pertengahan
Filsafat barat abad
pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena pihak gereja
membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan
tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang
berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan
dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan
dihukum berat samapai pada hukuman mati.
Secara garis besar
filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu: periode
Scholastic Islam dan periode Scholastik Kristen. Para Scholastic Islamlah yang
pertama mengenalkan filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia
mengenalkan kepada orang-orang barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles.
Para ahli fikir Islam (Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina,
Al-Gazali, Ibnu Rusyd dll. Mereka itulah yang memberi sumbagan sangat besar bagi
para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan
Al-Quran adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak mengakui
atas peranan ahli fikir Islam yang mengantarkam kemoderenan bangsa barat.
Kemudian yang kedua periode Scholastic Kristen dalam sejarah perkembangannya
dapat dibagi menjadi tiga, Yaitu: Masa Scholastik Awal, Masa Scholastik
Keemasan, Masa Scholastik Terakhir.
c.
Modern/kontemporer
Dalam era
modern/kontemporer, terdapat beberapa filsuf diantaranya yaitu Thomas Hobbes
dan John locke.
Thomas Hobbes
Dasar pemikiran filsuf
ini berakar pada empirisme. Menurutya, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang
akibat-akibat berdasrakan fakta yang bisa diamati. Ia berpendapat bahwa
filsafat anyak disusupi oleh gagasan religius dan objek filsafat adalh objek
yang bersifat lahiriah dan bergerak dengan cirinya masing-masing. Ia membagi
filsafat menjadi empat bidang yaitu filsafat geometri, filsafat fisika,
filsafat etika dan filsafat politik.
John Locke
Menurut locke,kekuadaan
negara adalah terbatas dan tidak mutlak. Dan tujuan pemdirian negara adalah
untuk menjamin hak rakyatnya. Maka, peraturan harus mempunyai batasan. John
locek dalam bukunya letters of toleration menyatakan bhawa jangan menyamakan
antara agama dengan negara. Keduanya harus mempunyai pemisah karena tujuannya
berbeda.
2) Filsafat Politik
Islam
a. Garis Besar Filsafat
Politik Islam
Islam merupakan agama
universal yang memberikan pedoman setiap aspek kehidupan manusia. Termasuk
didalamnya juga tentang (aspek) kehidupan bernegara. Khusus mengenai kehidupan
bernegara, Islam memberikan pedoman amat global, hanya diajarkan
prinsip-prinsipnya, guna memberi kesempatan bagi interpretasi dan perkembangan
masyarakatnya, sesuai dengan kebutuhan hidup yang senantiasa berkembang. Dengan
demikian, pemikiran-pemikiran dalam bidang kehidupan politik memperoleh ruang
gerak yang sangat luas. Berikut ini penulis akan mendiskripsikan garis besar
tentang hal tersebut dengan mencoba menggali nuansa-nuansa yang telah termaktub
dalam Al-Quran dan Sunnah.
b. Al- Farabi dan
Filsafat Politik Islam
Filsafat politik
Al-Farabi sendiri kiranya layak untuk mendapat perhatian kita, lebih sepuluh
abad setelah masa hidup sang filosof. Mengapa?
Pertama, Al-Farabi
adalah filosif politik islam par excellence. Filosof- filosof muslim yang
datang setelahnya terbukyi tak banyak beranjak dari apa yang dikembangkan oleh
Al-Farabi . Hal ini seperti diakui oleh para filosof-filosof penerusnya.
Tokoh-tokoh dari kalagan islam seperti Ibnu Sina, Al-Ruzi, Al-Thusi maupun dari
lingkungan agama lain, eperti Maimonides, dan Ibn Gabirol, mengakui bahwa
kualitas filsafat Al-Farabi khususnya di bidang politik, sulit di lampaui .
Kedua, banyak peneliti
mengenai pemikiran Al-Farabi prcaya bahwa filsafat tokoh ini merupakan suatu
upaya yang cukup berhasil untuk mengakomodasikan ajaran-ajaran islam ke batang
tubuh filsafat klasik, betapapun kontroversialnya.
Ketiga, least but not
least meskipun merupakan cerminan abad pertengahan filsafat politik al-farabi
seperti di ungkapkan oleh Ibrahim Madkour , seorang ahli filsafat islam
terkemuka , ia mengandung pengertian-pengertian modern, bahkan kontemporer.
Hubungan politik
pemerintahan menurut Al-Farabi, bahwa manusia adalah makhluk sosial yang
mempunyai kecenderungan alami untuk bermasyarakat lantaran tidak mungkin
memenuhi segala kebutuhanya sendiri tanpa melibatkan bantuan dan kerjasama dari
orang lain. Adapun tujuan bermasyarakat adalah tidak semata-mata untuk memenuhi
kebutuhan pokok hidup, melainkan juga untuk memenuhi kelangkapan hidup yang
akan memberikan kebahagiaan , tidak saja material, tetapi juga di akhirat.
c. Al- Mawardi
Untuk menegakkan negara
, dari segi politik, Mawardi berpendapat ada enam sendi dasar yang
harusiupayakan
1. Agama yang dihayati
sebagai pengendali hawa nafsu dan pengawasan melekat atas hati nurani.
2. Penguasa yang
berwibawa yang mampu mempersatukan aspirasi yang berbeda sehingga dapat
mengantarkan negaramencapai tujuannya .
3. Keadilan dalam arti
luas , keadilan terhadap terhadap bawahan, atasan, dan mereka yang setingkat.
4. Stabilitas keamanan
yang terkendali dan merata
5. Kesuburan tanah
(lahan) yang berkesinambungan, sehingga tidak tumbuh sebagai aggresor
6. Harapan kelangsungan
hidup.
Rasulullah
bersabda "Adanya harapan adalah suatu nikmat dari Allah kepada umatku ,
kalau tidak ada harapan orang tidak akan (payah-payah) menanam pohon , dan
seorang ibu tidak akan menyusui anaknya "
d. Al-Ghazali
Profesi politik menurut
Al-Ghazali:
Sejalan dengan
ilmuwan-ilmuwan sebelumnya , Ghazali juga berpendirian manusia itu makhlik
sosial . Manusia tidak bisa hidup sendirian disebabkan dua faktor.
1. Pertama, kebutuhan
akan keturunan demi kelangsungan hidup umat manusia hal ini diperlakukan
hubungan antara laki-laki dan perempuan, serta keluarga
2. Saling membantu dan
menyediakan kebutuhan hidup seperti makanan , pakaian dan penidikan.
Bagi Ghazali , profesi
politik meliputi empat departemen
1. Departemen agraria
untuk menjamin kepastian hak atas tanah
2. Departemen
pertahanan dan keamanan (hankam) untuk menjamin keamanan dan pertahanan negara
3. Departemen ketahanan
4. Kejaksaan
Kesemuanya untuk
menyelesaikan sengketa dan untuk menyusun undang undang dan peraturan guna
menjamin keserasian hubungan antar warga negara dan melindungi setiap warga
dari pelanggaran hak, baik oleh sesama , maupun oleh negara itu sendiri.
F.
POKOK MASALAH FILSAFAT POLITIK
Aspek teoritis dari
pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan sebagai berikut (Brown
1986, p. ), logika atau analisa yang difokuskan pada makna atau fungsi
konsep-konsep seperti "baik", "benar", dan
"seharusnya". Jadi analisa diarahkan pada apa yang dimaksud jika
suatu masyarakat dikatakan tertib dan baik, misalnya.metode, yaitu bagaimana
menentukan jenis-jenis pertimbangan yang dianggap relevan dan dengan cara apa
dapat dilakukan evaluasi atas berbagai pilihan praktis yang saling bersaing;
dengan ini kita harus dapat memberikan alasan bagi argumentasi yang kita
dipergunakan dan bukti-bukti yang kita pilih.
Pertanyaan metafisik
yaitu menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas pemikiran-pemikiran dan
diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau jika tidak dengan
membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual atau agama.
Sedangkan aspek praktis
dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi) yaitu
pengambilan keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan.
G. METODE
DAN PENDEKATAN FILSAFAT POLITIK
Dari segi metode,
menjawab pertanyaan normative
1.
Pendekatan Sebagian vs Sistematis (Piecemal vs Sistematic Approach)
a.
Pendekatan sebagian
pendekatan sebagian dalam studi filsafat politik mengambil· bentuk berupa pencarian konsep-konsep normatif (project of normative
inquiry). Dalam pencarian konsep-konsep normatif, kajian tentang demokrasi,
misalnya, dikembangkan dengan memeriksa apakah demokrasi dapat diterima sebagai
sesuatu yang bernilai atau tidak bernilai (Analisis Konseptual).
Pendekatan sebagian dapat mendorong munculnya penemuan yang lebih
mendalam dan kritis mengenai konsep atau isu penting tertentu dalam filsafat
politik dan akan membantu menjelaskan relevansinya dengan situasi aktual yang
kita hadapi.
b.
Pendekatan sistematis
berusaha "mengembangkan proyek yang sistematis dan bersifat
mencakup semua filsafat praktis tentang politik" (Brown, 1986, p. 15).
Dengan ini, pertama, filsafat politik melangkah jauh dari sekadar "proyek
analisis konseptual", yaitu memberikan perhatian terhadap masalah yang
muncul dalam kehidupan politik dengan memberikan petunjuk tentang prinsip
keadilan atau bentuk pemerintahan. Kedua, dengan pendekatan sistematis,
filsafat politik juga dibedakan dari sekadar usaha terlibat dalam pencarian
secara sebagian atas premis nilai yang bersifat normatif (piecemal normative
inquire). Kajian tentang konsep demokrasi misalnya akan gagal jika dilihat
hanya sebagai nilai (untuk ditolak atau disetujui) tanpa usaha mengkaitkannya
dengan keseluruhan nilai yang mendasari sebuah masyarakat.
pendekatan sistematis menyarankan bahwa filsafat politik perlu
terlibat dalam totalitas citra politik, yaitu dengan terus menerus menemukan
konsistensi pandangan politik satu sama lain, dan karena itu mengharuskan
bentuk kajian yang bersifat perbandingan (interdisciplinary) atau memperhatikan
antar hubungan dari berbagai pandangan politik.
2.
Pendekatan pemecahan masalah vs pendekatan kritis
a.
Pendekatan pemecahan masalah
Dengan pendekatan ini,
sistem ekonomi yang didasarkan pada paham kapitalisme atau sosialisme,
misalnya, akan diterima sebagai sesuatu yang dalam dirinya sendiri tanpa cacat
; berbagai masalah yang timbul didalamnya hanya dilihat sebagai masalah teknis
atau managerial semata sehingga memungkinkan sistem itu bekerja secara lebih
efektif dan efisien. Begitu juga, sebuah sistem dari kepemerintahan
internasional (international governance) yang berlandaskan pada kedaulatan
negara, jika diterima sebagai “kenyataan“ juga akan memungkinkan munculnya
anggapan bahwa tidak realistik untuk mengharapkan apalagi mengajukan perubahan
ekstensif terhadap sistem itu.
b.
Pendekatan kritis
Pendekatan kritis,
menurut Cox, juga ”diarahkan pada kompleksitas sosial dan politik sebagai
keseluruhan daripada pada bagian yang terpisah” (1986, p. 208). Artinya
menyajikan formula yang dapat dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial,
politik dan ekonomi sebagai keseluruhan, dan bukan menangani bagian tertentu
dari isu sosial, politik atau ekonomi.
H. PERBEDAAN
FILSAFAT POLITIK DENGAN ILMU POLITIk
1. filsafat politik dan
ilmu politik merupakan dua hal yang berbeda namun sama-sama membahas politik.
2. Pada ilmu
politik, untuk memahami realitas yang ada dilakukan pendekatan deskriptif.
Sedangkan pada filsafat politik, sebuah realitas dikaitkan dengan disiplin
normatif. Disiplin normatif maksudnya adalah disiplin yang merumuskan sesuatu
secara ideal.
3. Dalam membahas
papua, :
a. Filsafat politik
mempertanyakan apakah negara Indonesia mutlak diperlukan untuk terbentuknya
tata hidup bersama di Papua, ilmu politik mempertanyakan dampak pemerintahan
negara Indonesia bagi tata hidup bersama di Papua.
b.filsafat politik
berupaya memberikan pernyataan nilai (value statement), ilmu
politik terhadap dampak pemerintahan negara Indonesia bagi tata hidup bersama
di Papua memberikan pernyataan faktual atau factual statement.
I. POKOK MASALAH FILSAFAT
POLITIK (SUBJEK MATTER)
Aspek teoritis dari pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan
sebagai berikut (Brown 1986, p.), logika atau analisa yang difokuskan pada
makna atau fungsi konsep-konsep seperti "baik", "benar",
dan "seharusnya". Jadi analisa diarahkan pada apa yang dimaksud jika
suatu masyarakat dikatakan tertib dan baik, misalnya.
Metode, yaitu bagaimana
menentukan jenis-jenis pertimbangan yang dianggap relevan dan dengan cara apa
dapat dilakukan evaluasi atas berbagai pilihan praktis yang saling bersaing;
dengan ini kita harus dapat memberikan alasan bagi argumentasi yang kita
dipergunakan dan bukti-bukti yang kita pilih.
Pertanyaan metafisik yaitu menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas
pemikiran-pemikiran dan diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau
jika tidak dengan membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual
atau agama.
Sedangkan aspek praktis
dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi) yaitu
pengambilan keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan.
J.
KARAKTERISTIK FILSAFAT POLITIK
Filsafat politik
memiliki karakteristik. Salah satu yang utama adalah studi filsafat politik
pada dasarnya merupakan cabang dari filsafat praktis (practical philosophy),
yaitu cabang filsafat yang, terkait erat dengan etika atau filsafat moral.
a.
Filsafat politik berbeda dengan etika: etika berhubungan dengan dimensi moral
pribadi, misalnya bagaimana seseorang seharusnya hidup, nilai atau gagasan
ideal apa yang seharusnya dipegang dan aturan hidup macam apa yang hendaknya
diperhatikan. Karena itu, sebagai cabang filsafat praktis, filsafat politik
berhubungan dengan sisi atau aspek sosial dari etika atau lebih tepat
berhubungan dengan pertanyaan tentang bagaimana pengaturan dan pengorganisasian
kehidupan masyarakat yang seharusnya (Brown, 1986, p. 11).
b.
pengetahuan normatif, yaitu bahwa filsafat politik mencoba
membentuk norma (aturan atau standar ideal), yang dapat dibedakan dari
pengetahuan deskriptif, yaitu mencoba menguraikan bagaimana sesuatu
secara apa adanya (Wolf, 2006: 2). Studi normatif mencari tahu bagaimana
sesuatu seharusnya: apa yang benar, adil dan secara moral tepat, sementara
studi politik deskriptif dilakukan oleh ilmuwan politik, sosiolog, dan ahli
sejarah.
K.
PERAN FILSAFAT POLITIK UNTUK INDONESIA
1. Filsafat politik dapat dijadikan alat
untuk mengajukan mendefinisikan ulang konsep-konsep dan praktek politik yang
telah lama dilakukan di Indonesia, seperti konsep Negara, konsep kekuasaan,
konsep otoritas, peran hokum, aspek keadilan di dalam hokum. Dalam bidang hukum
misalnya, banyak pelaku korupsi di berbagai bidang lolos begitu saja dari
jeratan hukum, karena tidak ada undang-undang yang pas untuk menjeratnya.
Filsafat hukum mengajukan proposisi, bahwa
hukum tidak hanya mengacu pada rumusan baku saja, tetapi pada rasa
keadilan yang sudah ada di dalam masyarakat. Rumusan hukum harus mengacu pada
rasa keadilan. Tanpa keadilan, hukum adalah penindasan. Hukum merupakan
terjemahan teknis dari keadilan. Proses mendefinisikan ulang sesuatu membutuhkan
kerangka normative dan filsafat yang menyediakan itu. Suatu penilaian haruslah
berbasis pada criteria penilaian tertentu dan didalam bidang politik, filsafat
politik menyediakan itu.
2. Filsafat politik mampu menjadi alat untuk
melakukan kritik ideology. Sebuah bangsa mau tidak mau, hidup dalam suatu
ideology tertentu. Ideology mencerminkan pandangan dasar yang dianut secara
naïf oleh suatu bangsa dan tidak lagi dipertanyakan. Filsafat politik sebagai
aktivitas berpikir secara terbuka, rasional, sistematis dan kritis tentang
kehidupan bersama, mampu menjadi alat yang kuat untuk membongkar
kesesatan-kesesatan berpikir yang ada di dalam ideology tersebut.
contoh kritik ideology
islamisme :
islamisme adalah suatu
ideology yang menyatakan dengan tegas bahwa semua kehidupan public dan privat
warga Negara haruslah diatur berdasarkan asas-asas islam yang dominan. Filsafat
politik bisa mempertanyakan, konsep manusia macam apakah yang dianut oleh
islamisme, apakah konsep itu sesuai dengan kondisi yang ada, apakah hanya ada
satu islam di Indonesia ini.
Filsafat politik dapat
dipandang sebagai pencair dari kebekuan berpikir yang sangat mudah ditemukan di
dalam ideology-ideologi.
3. Filsafat politik mengajukan suatu model
tata social politik yang mungkin. Tata soaial politik itu berbasis pada
prinsip-prinsip keadilan, kebebasan dan solidaritas.
Makalah Filsafat Politik
4/
5
Oleh
Mirza Sayuti