BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum dijelaskan pengertian
sewa-menyewa dan upah atau ijarah, terlebih dahulu akan dikemukakan
mengenai makna operasional ijarah itu sendiri. Idris Ahmad dalam
bukunya yang berjudul Fiqh Syafi’i, berpendapat bahwa ijarah berarti
upah-mengupah. Hal ini terlihat ketika beliau menerangkan rukun dan syarat
upah-mengupah, yaitu Mu’jir dan Musta’jir (yang memberikan upah
dan yang menerima upah), sedangkan Kamaluddin A. Marzuki sebagai penerjemah Fiqh
Sunnah karya Sayyid Sabiq menjelaskan makna ijarah dengan
sewa-menyewa.
Dari kedua buku tersebut ada
perbedaan terjemahan kata ijarah dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.
Antara sewa dan upah juga ada perbedaan makna operasional, sewa biasanya
digunakan untuk benda, sedangkan upah digunakan untuk tenaga. Dalam bahasa Arab
upah dan sewa disebut Ijarah.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu Ijarah?
2. Apa saja Landasan Syariah Ijarah?
3. Apa rukun dan syarat ijarah?
4. Apa saja jenis-jenis ijarah?
5. Apa perbedaan antara Ijarah, Ijarah
Muntahia Bit Tamlik & Leasing?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Ijarah
2. Untuk mengetahui landasan syariah ijarah
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat
4. Untuk mengetahui jenis-jenis ijarah
5. Untuk membedakan antara Ijarah, ijarah
Muntahiya Bittamlik & Leasing
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN IJARAH
Al-Ijarah berasal
dari kata al-ajru yang artinya menurut bahasa ialah Al-‘iwadh yang
arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan upah.[1] Sedangkan
menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah, antara lain
adalah sebagai berikut:
a.
Menurut
Hanafiyah bahwa ijarah ialah:
“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat
yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.”[2]
b.
Menurut
Malikiyah bahwa ijarah ialah:
“Nama
bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian
yang dapat dipindahkan.”
c.
Menuru
Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa yang dimaksud dengan Ijarah ialah:
“Akad atas manfaat yang diketahui dan
disengajab untuk memberi dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika
itu.”
d.
Menurut
Sayyid Sabiq bahwa ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat
dengan jalan penggantian.
Berdasarkan definisi-definisi di
atas, kiranya dapat dipahami bahwa Ijarah adalah menukar sesuatu dengan
imbalannya, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sewa-menyewa dan
upah-mengupah.
Ijarah dalam perbankan dikenal
dengan operational lease, yaitu kontrak sewa antara pihak yang menyewakan dan
pihak penyewa, dimana pihak penyewa harus membayar sewa sesuai dengan
perjanjian, dan pada saat jatuh tempo, aset yang disewa harus dikembalikan
kepada pihak yang menyewakan. Biaya pemeliharaan atas aset yang menjadi objek
sewa menjadi tanggungan pihak yang menyewakannya.
Pemilik
aset (objek sewa) adalah lembaga keuangan yang bertanggung jawab atas biaya
pemeliharaan aset tetap yang disewakan selama masa sewa. Aset yang disewakan
tetap menjadi milik lembaga keuangan. Pada saat perjanjian sewa berakhir, maka pihak yang
menyewakan aset tetap akan mengambil kembali objek sewa dan dapat menyewakan
kembali kepada pihak lain atau memperpanjang sewa lagi dengan perjanjian baru.
Dalam
transaksi ijarah, akat
sewa menyewa dilakukan antara muajjir
(lessor)
dan musta’jir
(lesse) atas objek sewa
(ma’jur) untuk mendapatkan imbalan atasbarang yang disewakan. Bank sebagai lessor yang menyewakan objek sewa, akan mendapatkan
imbalan dari lesse. Imbalan atas transaksi
sewa menyewa ini disebut dengan pendapatan sewa.pendapatan sewa merupakan
bagian dari pendapatan operasional bank syariah.
1. Landasan Syariah Ijarah
Landasan syariah ijarah ialah
Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma. Berikut
penjelasannya :
a. Al-Qur’an
Ada beberapa ayat yang membahas
mengenai ijarah, salah satunya dalam Surah Al-Qashash ayat 26 dan Surah At-Talaq ayat 6, berikut terjemahannya :
·
“Dan
Salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata: Wahai ayahku ambillah dia
sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau
ambil sebagai bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.”
(al-Qashas:26)
·
“Kemudian
jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka.”(Q.S.
At-Talaq:6)
b. As-Sunnah
·
Dari
Ibn Umar r.a bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Berikanlah upah (sewa) buruh
itu sebelum kering keringatnya.” (H.R. Ibn Majah)
·
Dari
Abi Sais Al-Hudri r.a bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Barangsiapa
mempekerjakan pekerja maka hendaklah menjelaskan upahnya.”(H.R. Baihaqi)
·
Dahulu
kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang tumbuh. Lalu
Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya
dengan uang atau perak.”(H.R. Ahmad dan Abu Daud)
c. Ijma’
Landasan ijma’nya ialah semua umat
bersepakat, tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan ini,
sekalipun ada beberapa orang di antara mereka yang berbeda pendapat, tetapi tidak
dianggap.[3]
2. Rukun dan syarat Ijarah
a. Mu’jir dan Musta’jir, yaitu orang yang
melakukan akad sewa-menyewa atau upah-mengupah.
b. Sighat, yaitu perkataan dari kedua belah
pihak atau yang disebut ijab kabul antara mu’jir dan musta’jir.
c. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya
oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun upah-mengupah.
d. Barang yang disewakan atau sesuatu yang
dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan
beberapa syarat berikut ini:
·
Hendaklah
barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat
dimanfaatkan kegunaannya.
·
Hendaklah
benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat diserahkan kepada
penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa).
·
Manfaat
dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’ bukan
hal yang dilarang (diharamkan).
·
Benda
yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain (zat)-nya hingga waktu yang
ditentukan menurut perjanjian dalam akad.
3.
Jenis-jenis
ijarah
Dalam hukum Islam ada dua jenis
ijarah, yaitu:
1. Ijarah yang berhubungan dengan sewa
jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.
2. Ijarah yang berhubungan dengan sewa
asset atau property yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset atau
property tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah
ini mirip dengan leasing (sewa) dalam bisnis konvensional.
B. IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK (IMBT)
Ijarah
muntahiya bittamalik disebut juga
dengan ijarah waiqtina adalah
perjanjian sewa antara pihak pemilik asset tetap (lessor) dan penyewa (lesse), atas barang yang disewakan, penyewa
mendapatkan hak opsi untuk membeli objek sewa pada saat masa sewa berakhir. Ijarah
muntahiya bittamalik dalam perbankan dikenal sebagai financial lease, yaitu
gabungan antara transaksi sewa dan jual beli, karena pada akhir masa sewa, penyewa
diberi hak opsi untuk membeli objek sewa. Pada akhir masa sewa, objek sewa akan berubah
dari milik lessor menjadi milik lessee.
Landasan
syariah akad ijarah muntahiya bittamalik
antara lain :
Wahai ayahku ambillah dia sebagai pekerja
(pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya (al-Qashas:26).
Ahmad Abu daud dan An-Nasa
meriwayatkan dari Saad bin Waqqash r.a berkata: ”Dahulu kami menyewa
tanah dengan (jalan membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah SAW
melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas
dan perak.”
1.
Rukun Ijarah Muntahiya Bittamalik
a. Penyewa (musta’jir) atau dikenal dengan lesse, yaitu pihak yang menyewa objek
sewa. Dalam
perbankan, penyewa
adalah nasabah.
b. Pemilik barang (mu’ajjir), dikenal dengan lessor, yaitu pemilik barang
yang digunakan sebagai objek sewa.
c. Barang/objek sewa(ma’jur) adalah barang yang
disewakan.
d. Harga sewa/manfaat sewa (ujrah) adalah manfaat atau
imbalan yang diterima oleh mu’ajjir.
e. Ijab Kabul, adalah serah terima
barang.
2. Syarat Ijarah Muntahiya Bittamalik
a. Kerelaan dari pihak yang melaksanakan
akad.
b. Ma’jur
memiliki manfaat dan manfaatnya dibenarkan dalam
islam,dapat dinilai atau diperhitungkan,dan manfaat atas transaksi ijarah muntahiya bittamalik harus dibenarkan oleh
lesse kepada lessor.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ijarah adalah menukar sesuatu dengan
imbalannya, diterjemahkan dalambahasa Indonesia berarti sewa-menyewa dan
upah-mengupah.
1) Mu’jir dan Musta’jir
2) Sighat
3) Ujrah
4) Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan
dalam upah-mengupah, disyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa
syarat berikut ini:
·
Hendaklah
barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat
dimanfaatkan kegunaannya.
·
Hendaklah
benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah dapat diserahkan kepada
penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusu dalam sewa-menyewa).
·
Manfaat
dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’ bukan
hal yang dilarang (diharamkan).
·
Benda
yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain (zat)-nyahingga waktu yang ditentukan
menurut perjanjian dalam akad.
Sedangkan ijarah muntahiya bittamalik disebut juga dengan
ijarah waiqtina adalah perjanjian
sewa antara pihak pemilik asset tetap (lessor)
dan penyewa (lesse),atas barang yang disewakan,penyewa mendapatkan hak opsi
untuk membeli objek sewa pada saat masa sewa berakhir.
a. Rukun
1) Penyewa (musta’jir)
2) Pemilik barang (mu’ajjir)
3) Barang/objek sewa(ma’jur)
4) Harga sewa/manfaat
sewa(ujrah)
5) Ijab
Kabul
b. Syarat
1) Kerelaan dari pihak yang melaksanakan
akad.
2) Ma’jur
memiliki manfaat dan manfaatnya dibenarkan dalam
islam,dapat dinilai atau diperhitungkan,dan manfaat atas transaksi ijarah muntahiya bittamalik harus dibenarkan
oleh lesse kepada lessor.
DAFTAR PUSTAKA
A.Perwataatmadja,
Karnaen dan Muhammad Syafi’i Antonio. 1992. Apa dan
Bagaimana Bank Islam. Jakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Ismail.
2011. Perbankan Syariah. Jakarta:
Kencana.
Suhendi,
Hendi. 2014. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Makalah Tentang Sewa (Operational Lease & Financial Lease)
4/
5
Oleh
Mirza Sayuti