RESUME BUKU
IMPLEMENTASI
PRUDENTIAL BANKING DALAM PERBANKAN SYARIAH
Penulis: H. Misbahul Munir., Lc., M.EI
Penerbit: UIN-Malang Press (Anggota IKAPI)
Mirza Sayuti
Dosen
Pembimbing: Laili Rahmi S.Pd.I., S.H.I.,
M.Sc.
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI AR-RANIRY
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM 2016/2017
EKONOMI SYARIAH
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Panyayang, saya panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan resume sebuah buku yang berjudul “Implementasi Prudential Banking
dalam Perbankan Syariah”.
Resume buku ini telah saya susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
resume buku ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu saya dalam pembuatan resume buku ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki resume buku ini dan bisa
membuat resume buku selanjutnya yang lebih baik.
Akhir kata saya berharap semoga resume buku yang
berjudul “Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah” dapat memberi manfaat maupun ketertarikan
terhadap pembaca untuk membaca buku tersebut.
Banda Aceh, 19 Maret 2017
Mirza Sayuti
Daftar Isi
Kata
Pengantar – i
Daftar
Isi – ii
BAB
I. Relavansi
Konsep Daman terhadap Prinsip Prudential Banking – 1
BAB
II. Konsep
Daman dalam Perbankan: Perspektif Syariah – 2
BAB
III. Implikasi
Konsep Daman dalam Usaha Bagi Hasil – 3
BAB
IV. Aplikasi Konsep Daman
dalam Perbankan Syariah – 4
BAB
V. Konsep
Risiko: Perspekstif Manajemen – 5
BAB VI. Manajemen Pengawasan
Risiko Pembiayaan Bank Syariah Mandiri – 7
BAB VII. Refleksi atas
Implementasi Prudential Banking dalam Perbankan Syariah –
15
BAB I
Relavansi
Konsep Daman terhadap Prinsip Prudential Banking
Konsep deman di sini pada dasarnya
merupakan konsep fikih yang mengatur hubungan antara pemilik modal (sahib
al-mal/investor) dan pengusaha (‘amil/mudarib).[1]
Konsep tersebut menerangkan bahwa setiap usaha investasi bagi hasil, baik itu mudarabah
maupun musyarakah merupakan usaha bersama dengan segala konsekuensi risiko
yang akan dihadapi secara bersama pula. Secara lebih rinci, pemilik modal dan
pengusaha akan berbagi keuntungan dengan nisbah yang disepakati sebelumnya.
Namun ketika terjadi kerugian mereka juga harus menanggung bersama kerugian
tersebut, dengan catatan apabila kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh
kelalaian dan kecerobohan pengusaha maupun adanya penyimpangan pengusaha
sebagai ‘amil/mudarib dari kesepakatan semula.
Implikasi dari konsep berbagi risiko
dalam kerugian tersebut adalah pengusaha (‘amil) tidak akan menanggung
semua bentuk kerugian dalam modal, karena dengan terjadinya kerugian dalam
modal usaha, ia juga mengalami kerugian
dalam tenaga dan usahanya sebagai pengusaha. Sehingga dalam hal ini pengusaha
disebut sebagai ‘al-amin, karena modal yang ia gunakan dalam sebuah usaha
merupakan amanah dari pemiliknya.[2]
Adapun apabila kerugian tersebut akibat kelalaian oleh pengusaha, maka ia
sendiri yang harus menanggungnya.
Selanjutnya bank syariah sebagai
lembaga intermediasi keuangan, suatu ketika memiliki status mudarib
terhadap nasabah penyimpan dana serta memiliki status sahib al-mal
terhadap nasabah peserta pembiayaan.[3]
Di sinilah timbul masalah yang lebih pelik, karena sebagai lembaga intermediasi
keuangan bank syariah sebagai sahib al-mmal pada prinsipnya tidak lebih
dari wakil dari para nasabah penyimpan dana untuk menginvestasikan modal
mereka. Masalah tersebut adalah dalam rangka berkompetisi dengan bank
konvensional untuk menggaet kepercayaah nasabah, bank syariah setidaknya harus
menjamin keamanan modal yang disimpan dari nasabahnya sepperti yang dilakukan
bank konvensional. Hubungan antara bank syariah dan nasabahnya sama dengan
hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahibul mal) dengan
pengelola dana (mudarib). Oleh karena itu, tingkat laba bank syariah
bukan saja berpengaruh terhaddap bagi hasil atar pemegang saham, tetapi
jugaberpengaruh terhadapbagi hasil yang diberikan kepada nasabah penyimpanan
dana.[4]
BAB II
Konsep
Daman dalam Perbankan: Perspektif Syariah
Pengertian Deman
Secara bahasa “deman”
mengandung arti “iltizam” (keharusan). Sedangkan makna deman dalam
istilah fikih adalah seperti yang dijelaskan oleh Abu Hamid al-Ghazali:
“kewajiban mengembalikan sesuatu atau sesuatu yang lain sebagai gantinya baik
dengan barang yang serupa maupun dengan nilai barang itu”.[5]
Rukun Daman
1.
Kelalaian (al-Ta’addi
aw al-I’tida’)
Ta’addi adalah
perbuatan yang tidak diperbolehkan dan tidak diizinkan secara syara’ atau
dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hak atasnya.
2.
Kerusakan (al-Darar)
Yang
dimaksud disini adalah menimpakan suatu mafsadah terhadap orang lain, atau
menimpakan setiap benntuk yang menyakitkan atau merugikan baik terhadap harta
benda, jiwa-raga, kehormatan maupun perasaan orang lain.[6]
Syarat-syarat Daman
a.
Obyek kerusakan
terjadi pada harta benda yang mempunyai nilai.
b.
Barang yang rusak
merupakan barang yang boleh diambil manfaatnya secara syara’ dalam situasi
tidak darurat.
c.
Adanya keruskan atau
darar yang bersifat permanen (daim) terhadap suatu barang.
d.
Orang yang melakukan
perusakan memiliki ahliyyah dalam deman.
e.
Kewajiban deman
tersebut membawa faedah sehingga orang yang dirugikan dapat menuntut haknya.[7]
Sebab-sebab Berlakuya
Hukum Daman
1.
Akad.
2.
Wad’u al-yad atau
dampak sebuah perbuatan dapat membawa konsekuensi daman baik yang berkaitan
dengan yad daman maupun yad amanah[8].
3.
Itlaf atau
terjadinya perusakan terhadap suatu barang.
BAB III
Implikasi
Konsep Daman dalam Usaha Bagi Hasil
Prinsip Dasar Daman dalam Usaha
Bagi Hasil
Dilihat dari perspekstif daman, akad
dapat dibedakan menjadi 3macam, yaitu : akad daman, akad amanah dan akad
muzdawijat al-athar.[9]
1.
Akad daman,
ialah akad yang membawa konsekuensi daman ketika terjadi kerusakan saat
penyerahan barang.
2.
Akad amanah,
ialah akad yang tidak membawa konsekuensi daman ketika terjadi kerusakan barang
kecuali yang diakibatkan oleh kelalaian dan keteledoran pemegang amanah.
3.
Akad muzdawijat
al-athar, ialah akad yang pada dasarnya merupakan bagian dari akad amanah,
namun di satu sisi membawa konsekuensi di dalamnya.
Persyaratan Daman
dalam Akad Amanah
Seseorang pemegang amanah (al-amin)
tidak menanggung segala resiko kerugian, kerusakan maupun kehilanganterhadap
“barang amanah” kecuali akibat adanya kelalaian (taqsir) dan kecerobohan
(ta’addi) dari al-amin. Dari penjelasan tersebut terdapat perbedaan
pendapat di antara para fuqaha’:
Pendapat Pertama: Persyaratan daman dalam akad amanah adalah
batal, karena bertentangan dengan muqtada al-‘aqdi (prinsip dasar akad amanah).
Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur
fuqaha’, yaitu: Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.[10]
Pendapat Kedua: Apabila pemilik barang mensyaratkan daman
kepada al-amin terhadap sesuatu yang patut dikhawatirkan seperti dirampok oleh
pencuri atau terjadi kecelakaan di jalan, maka syarat tersebut hanya
berlaku bagi al-amin sebatas apa yang
dikhawatirkan terjadi. Pendapat ini dikemukakan oleh Mutarrif dari sahabat Imam
Malik.[11]
Pendapat Ketiga: Persyaratan deman dalam akad amanah adalah
sah dan mulzim (mengikat). Pendapat tersebut dikemukakan oleh Qatadah, Uthman
al-Batti, Dawud al-Zahiri, Ahmad dalam sebuah riwayat, pendapat yang tidak mashur
dari Malikiyah dan pendapat yang marjuh dari Hanafiyah.[12]
BAB IV
Aplikasi
Konsep Daman dalam Perbankan Syariah
Pihak-pihak Terkait
dalam Tranksasi Bank Syariah
1.
Pendapat
Muhammad Abdullah al-‘Arabi
Ia
berpendapat hubungan antara bank dengan nasabah penyimpanan dana adalah; penyimpanan
dana secara keseluruhan adalah rabb al-mal (pemilik modal), sedangkan pihak
bank adalah pihak mudarib (pengusaha) yang menjalankan usahanya dengan prinsip mudarabah
mut laqah.[13]
2.
Pendapat Muhammad
Baqir al-Sadr
Ia
berpedapat bahwa fungsi bank adalah murni sebagai lembaga intermediasi (al-wasit)
keuangan yang memfasilitasi penyaluran dana dari penyimpanan dana sebagai
pemilik modal kepada nasabah pembiayaan, dan bukan merupakan pihak terkait
dalam usaha investasi sehingga tidak bisa dikatakan sebagai mudarib atau rabb
al-mal.[14]
3.
Pendapat
Muhammad Abdul Mun’im Abu Zaid
Ia
berpendapat bahwa kedudukan bank syariah adalah sebagai mudarib, baik terhadap
nasabah penyimpan dana maupun terhadap nasabah pembiayaan.[15]
Relevasi Konsep Daman
dalam Transaksi Bank Syariah
Sistem
mudarabah konvensional yang didasarkan pada prinsip akad amanah tidak bisa
diterapkan dalam konteks bank syariah pada zaman sekarang. Hal ini karena dalam
mudarabah konvensional hanya melibatkan 2 pihak, yaitu rabb al-mal dan mudarib.
Sedangkan dalam praktik bank syariah terdapat pihak ketiga lagi, yaitu bank
sebagai lembaga intermediasi keuangan yang belum dikenal pada zaman di
mana sistem mudarabah konvensional
dipraktikan. Dan, kalaupun bank syariah sebagai lembaga intermediasi dianggap
sebagai mudarib, maka hal tersebut juga tidak bisa disamakan dengan mudarib
dalam sistem mudarabah konvensional melainkah harus dipandang sebagai “mudarib
intermediasi”, yang harus bertanggung jawab untuk menyalurkan dana simpanan
masyarakat secara tepat dan benar. Sehingga dalam hal ini tugas bank syariah
adalah mengelola manajeman perbankan yang sehat, termasuk manajeman pengawasan
risiko untuk menghindari kerugian dari pembiayaan yang diberikan.
BAB V
Konsep
Risiko: Perspekstif Manajemen
Pengertian Risiko
Vaugan
mengemukakan beberapa definisi risiko sebagaimana kita lihat sebagai berikut:[16]
a.
Risiko adalah peluang
kerugian (risk is the chance of loss).
b.
Risiko adalah
ketidakpastian (risk is uncertainty).
c.
Risiko merupakan penyimpangan
hasil actual dari hasil yang diharapkan.
d.
Risiko adalah
probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan.
Mengidentifikasi
Risiko
a.
Risiko Murni (pure
risk)
Yaitu
risikoatau penyimpangan yang hanya menimbulkan kemungkinan kerugian saja,
misalnya seorang yang mengingingkan umur panjang, akan terbuka kemungkinan mati
lebih cepat atau mati muda.
b.
Risiko Spekulatif (speculative
risk)
Yaitu
risiko atau penyimpangan yang terjadi dapat menguntungkan atau dapat merugikan.
c.
Risiko Fundamental (fundamental
risk)
Yaitu
kemungkinan yang dapat timbul pada hamper sebagian besar anggota masyarakat,
jadi akan bersifat dan menjurus menimpa sebagian besar anggota masyarakat.
d.
Risiko Tertentu (particular
risk)
Yaitu
risiko yang mengenai perorangan atau secara
pribadi.
Selanjutnya
dalam bidang usaha, risiko-risiko yang muncul tersebut dapat dikelompokkan
menjadi 2, yaitu:[17]
1.
Risiko yang dapat
diasuransikan
Yaitu
kemungkinan penyimpangan yang tidak diharapkan yang dapat menimbulkan
keragu-raguan. Risiko yang dapat diasuransikan haruslah memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
·
Kerugian potensial
cukup besar,
·
Probabilitas keraguan
dapat diperhitungkan,
·
Terdapat sejumlah
besar unit yang terbuka terhadap risiko yang sama atau masal,
·
Kerugian yang terjadi
bersifat kebetulan,
·
Kerugian tertentu,
dan
·
Kerugian yang dapat
dinilai dengan uang.[18]
2.
Risiko yang tidak
dapat diasuransikan
Artinya
risiko tersebut tidak dapat dialihkan ke dalam suatu perjanjian atau asuransi
dengan maksud membaginya.[19]
Adapun metode yang dapat digunakan dalam rangka identifikasi risiko adalah: [20]
·
Questionnaire
analisis risiko,
·
Metode laporan
keuangan,
·
Inspeksi langsung
pada obyek,
·
Interaksi yang
terencana dengan berbagai perusahaan,
·
Catatan statistic
dari kerugian masa lalu, dan
·
Analisis lingkungan.
Mengukur Risiko
risiko mutlak diperlukan untuk menentukan
relatif pentingnya suatu risiko serta untuk memperoleh informasi yang akan
menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajeman risiko yang cocok untuk
menanganinya. Setidaknya ada 2 dimensi
yang harus diukur, yaitu: frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi, dan
keparahan dari kerugian itu.[21]
1.
Pengendalian risiko (risk
control)
a.
Menghindari risiko
b.
Mengendalikan
kerugian (loss control)
c.
Penyebaran dan
pemisahan
d.
Pemindahan risiko
2.
Pembiayaan risiko (risk
financing)
a.
Risk financing
transfer (mencari dana eksternal)
b.
Risk retention
(menanggung sendiri resiko)
BAB VI
Manajemen
Pengawasan Risiko Pembiayaan
Bank
Syariah Mandiri
Pelaksanaan
manajemen risiko pembiayaan oleh Bank Syariah Mandiri merupakan implementasi
dari konsep daman dalam transaksi bagi hasil antara pihak nasabah penyimpan
sebagai sahib al-mal dan bank sebagai “mudarib intermediasi”.
1.
Aspek hukum/legalitas
·
Legalitas pemohon
·
Legalitas obyek yang
dimintakan pembiayaan.
·
Kajian syariah
2.
Aspek
manajemen/karakter
·
Susunan pengurusan
dan kepelikian perusahaan
·
Riwayat perusahaan
·
Manajemen perusahaan
·
Group perusahaan
3.
Aspek
teknis/produksi.
4.
Aspek pemasaran.
5.
Aspek keuangan.
6.
Aspek social
ekonominya.
Unsur-unsur
penting lain dalam analisis pembiayaan adalah migitasi risiko dan penetapan
persyaratan pembiayaan.
Penetapan Tingkat
Risiko Pembiayaan
Penetapan
tingkat risiko pembiayaan adalah kegiatan-kegiatan perumusan, pengukuran,
penilaian dengan menggunakan metode kuantitatif atas risiko-risiko yang
melekat/terdapat di dalam suatu obyek pembiayaan yang diberikan kepada
calon/nasabah.[24]
Langkah-langkah
Penetapan Tingkat Risiko
1.
Melakukan analisa
pembiayaan
2.
Menetapkan tingkat
resiko pembiayaan
a.
Atas dasar nota
analisa pembiayaan
b.
Setiap sub aspek pada
masing-masing aspeknya dinilai secara manual
c.
Penilaian risiko
terhadap setiap aspek tersebut harus sesuai dengan kondisi nasabah yang
diproyeksikan selama jangka waktu pembiayaan.
Klasifikasi Tingkat
Risiko[25]
Nilai Total Risiko
|
Tingkat Risiko
|
Penjelasan
|
1.00-1.49
|
AAA
|
risiko sangat rendah
|
1.50-1.99
|
AA
|
risiko rendah
|
2.00-2.49
|
A
|
risiko cukup rendah
|
2.50-2.99
|
BBB
|
risiko sedang
|
3.00-3.49
|
BB
|
risiko hampir tinggi
|
3.50-3.99
|
B
|
risiko agak tinggi
|
4.00-4.49
|
CCC
|
risiko cukup tinggi
|
4.50-4.99
|
CC
|
risiko tinggi
|
5
|
C
|
risiko sangat tinggi
|
Ketentuan Penggunaan
Tingkat Risiko
a.
Untuk mengusulkan
permohonan pembiayaan suatu nasabah disetujui, maka tingkat risiko yang dapat
ditolerir paling tinggi A, yaitu tingkat risiko AAA, AA, dan A.
b.
Pada tingkat risiko
AAA, AA, dan A, meskipun masih dalam batas yang dapat ditolerir, namun harus
diperhatikan bahwa masing-masing sub aspeknya mempunyai risiko sedang dan/atau
tinggi, maka harus dilakukan mitigasi risikonya.
c.
Jika tingkat
risikonya lebih tinggi dari A, maka permohonan pembiayaan tersebut tidak layak
diusulkan.
Pengelolaan dan Pengawasan
Pembiayaan
Proses Pengawasan
Pembiayaan
Ruang lingkup
pengawasan pembiayaan meliputi:
1.
Memastikan bahwa
setiap tahapan proses pemberian pembiayaan telah dilaksanakan sesuai ketentuan.
2.
Memastikan bahwa
semua persyatan pembiayaan telah dipenuhi nasabah.
3.
Monitoring penguasaan
dan pengamanan jaminan.
4.
Monitoring pemenuhan
persyaratan.
5.
Monitoring
perkembangan usha nasabah.
6.
Monitoring
dokumen-dokumen pembiayaan.
7.
Monitoring kualitas
aktiva produktif.
8.
Monitoring
pembentukan PPAP.[26]
Tahap-tahap dalam Proses
Pengawasan
1.
Pengawasan pada
tahap/proses pemberian pembiayaan
2.
Pengawasan selama
masa berlakunya pembiayaan
Pelaksanaan
Pengawasan
Pengawasan melekat
Pengawasan
melekat dilakukan oleh petugas/penjabat yang terkait dengan proses pembiayaan.[27]
Berikut struktur pengawasannya:
1.
Pelaksana
2.
Manajer/supervisor
3.
Kepala cabang/kepala
divisi
Penyelesaian
Pembiayaan Bermasalah
Pengertian pembiayaan
bermasalah
Pembiayaan
bermasalah adalah pembiayaan yang oleh BSM dikategorikan sebagai berikut:[28]
1.
Di dalam
pelaksanaannya belum memenuhi target yang diinginkan Bank.
2.
Memiliki kemungkinan
timbulnya risiko di kemudian hari bagi Bank.
3.
Mengalami kesulitan
di dalam memenuhi kewajibannya kepada Bank.[29]
Prinsip-prinsip dalam
penyelesaian pembiayaan bermasalah
1.
Bank tidak membiarkan/menutup-nutupi
adanya pembiayaan bermasalah.
2.
Bank tidak melakukan
pengecualian dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah.
3.
Bank harus melakukan
pengawasan khusus.
4.
Bank melakukan
penilaian secara berkala.
Penanganan pembiayaan
bermasalah
a.
Penyelamatan (Resceu)
1)
Penagihan intensif
2)
Penjadwalan kembali (rescheduling)
3)
Persyaratan kembali (reconditioning)
4)
Penataan kembali (restructuring)[30]
b.
Penyelesaian
1)
Management assistancy (bantuan
konsultasi dan manajemen professional)
2)
Penyertaan bank
3)
Pencairan/penebusan
agunan
4)
Penyelesaian
pembiayaan bermasalah melalui Badan Arbitrase Majelis Ulama Indonesia
5)
Penyelesaian
pembiayaan bermasalah melalui Pengadilan Negri
·
Gugatan
·
Eksekusi grosse akta
pengakuan hutang
·
Eksekusi sertifikat
hak tanggungan
·
Eksekusi sertifikat
jaminan fidusia
·
Penghapusbukuan
pembiayaan (write off)
Pola Pembagian
Pendapat Margin dan Bagi Hasil
1.
Pola bagi
hasil: Antara Revenue Sharing dan Profit Sharing
Proses
pembagian pendapatan dalam sistem revenue sharing dilakukan sebelum
memperhitungkan biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh bank selaku
mudarib. Berbeda dengan distribusi pendapatan dalam revenue sharing,
pendapatan yang dibagikan dalam profit sharing adalah seluruh
pendapatan, baik hasil investasi maupun pendapatan fee atas jasa-jasa
yang diberikan oleh bank setelah dikuranggi biaya-biaya operasional bank.[31]
2.
Penetapan
Nisbah Bagi Hasil
Proses
penetapan nisbah bagi hasil di Bank Syariah Mandiri dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a.
Tetapkan komponen harga
jual dana (antara bank – nasabah).
b.
Tetapkan nisbah
(antara bank – investor) sebelum pembobotan.
c.
Tetapkan bobot
masing-masing produk dana.
d.
Tetapkan nisbah
setelah pembobotan.
3.
Pembentukan
Dana Penyisihan Penghapusan Aktiva Poduktif (PPAP)
Karena aktiva produktif cukup besar risikonya, maka
Bank Syariah Mandiri menyisihkan sebagian labanya dalam bentuk cadangan penutup
risiko dana PPAP. Selain itu ada tambahan cadangan yang dihitung bedarkan
tingkat ketidaklancaran, diragukan, macet, maupun dalam perhatian khusus, yaitu
sebagai berikut:
a.
5% dari aktiva
produktif yang digolongkan dalam perhatian khusus (setelah dikurangi nilai
agunan yang dikuasai).
b.
15% dari aktiva
produktif yang digolongkan kurang lancer (setelah dikurangi nilai agunan
menurut transaksi bank).
c.
50% dari aktiva
produktif yang digolongkan diragukan (setelah dikurangi nilai agunan).
d.
100% dari aktiva
produktif yang macet dan masih dalam pembukuan bank (setelah dikurangi nilai
agunan).
BAB VII
Refleksi
atas Implementasi Prudential Banking
dalam Perbankan Syariah
Kesimpulan
Konsep
daman pada dasarnya merupakan konsep fikih yang mengatur hubungan antara
pemilik modal (sahib al-mal) dan pengelola dana (mudarib) dalam
sebuah usaha bagi hasil (mudarabah).
Konsep tersebut menerangkan bahwa setiap usaha investasi bagi hasil merupakan
usaha bersama dengan segala konsekuensi risiko yang akan dihadapi secara
bersama pula. Selanjutnya dalam hal terjadi kerugian, pihak pengelola dana
tidak menanggung kerugian modal kecuali jika diakibatkan oleh kelalaian dan
kecerobohan dari pihaknya.
Dalam
praktik perbankan, peran bank syariah dalam pengelolaan dana nasabah tidak bisa
disamakan sebagaimana halnya dengan peran mudarib dalam sistem “mudarabah
konvensional” (mudarabah thunaiyyah). Dalam sistem “mudarabah konvensional”
sebagaimana banyak ditulis dalam kitab-kitab fikih klasik hanya mengatur
tentang konsep bagi hasil secara sederhana antara dua belah pihak, yaitu: sahib
al-mal dan mudarib. Sedangkan dalam praktik perbankan syariah, suatu
ketika bank berperan sebagian mudarib sebagai nasabah penyimpanan dana
dan suatu ketika berperan sebagai sahib al-mal terhadap nasabah
pembiayaan. Namun, sebagai lembaga intermediasi keuangan, peranan bank syariah
dalam mengelola dana simpanan masyarakat tidak lepas dari statusnya sebagai “mudarib
intermediasi”. Dalam praktik bagi hasil diterapkan oleh Bank Syariah
Mandiri, bank menjamin dana simpanan masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab “amanah”
terhadap pengelolaan modal bagi hasil.
Saran
1.
Perlu dilakukan
kajian dan usaha mengembangkan sistem bagi hasil dengan menggunakan pola profit
and lost sharing sehingga layak diterapkan di bank syariah.
2.
Perlu kajian lebih
lanjut tentang manajemen risiko pembiayaan bagi hasil (mudarabah dan musharakah).
Hal tersebut karena dalam kenyataannya, bank syariah lebih suka memberikan
pembiayaan murabahah yang mengandung risiko kecil jika disbanding dengan
risiko pembiayaan mudarabah dan musharakah. Bahkan minimnya
pembiayaan bagi hasil sudah menjadi fenomena di bank-bank syariah saat ini
(termasuk Bank Syariah Mandiri)
Kelebihan Buku :
1.
Penjelasan yang
mendetail setiap materinya
2.
Penjelasan
perhitungan yang mendetail
3.
Memberikan banyak
ilmu baru kepada pembaca
4.
Memberikan pemahaman
akan keunggulan bank syariah
5.
Memaparkan sumber
yang jelas dan ditambah dengan keterkaitan akan Al-Qur’an dan Hadist
6.
Cocok dibaca bagi
kalangan yang ingin mengetahui penerapaan sistem perbankan yang ada di dalam
bank syariah dengan bank konvensional
Kekurangan Buku :
Kurangnya
ilustrasi dan skema yang mejelaskan suatu materi, jadi akan lebih baik jika ada
ilustrasi dan skema karena itu akan membantu pemahaman pembaca yang kurang
beruntung untuk bersekolah tinggi (kuliah/universitas) tapi ingin mendapatkan
ilmu dari buku ini.
[1] Selanjutnya konsep deman
tersebut adalah yang melandasi adanya prinsip yad al-damanah dan yad
al-amanah dalam aplikasi perbankan syariah.
[3] Muhammad Syafi’I Antonio,
Bank Syariah, dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press 2001)
151.serta Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar
Grafika, 2000), 52.
[8] Nazih Hammad, Qadaya
Fiqhiyah Mu’asirah fi al-Mal wa
al-Iqtisad (Damaskus: Dar al-Qalam, 2001), 367.
[10] Muhammad Amin bin
‘Abidin, Radd al-Mukhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, vol.4 (Beirut: Dar al Fikr,
1992), 493.
[14] Muhammad Baqir al-Sadr, al-Bank
al-Laribawi fi al-Islam (Beirut: Dar al Ta’awun li al-Matbu’at, 1973), 26.
[21] C. Arthur William and
Richard M. Heins, Risk Management and Insurance (London: John Willey and
Son, 1985), 27.
[31] Adiwarman Karim, Ekonomi
Mikro Islami (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought
Indonesia, 2002), 86
Resume Buku Implementasi Prudential Banking Dalam Perbankan Syariah
4/
5
Oleh
Mirza Sayuti