Home / Archived For February 2019
Ketenagakerjaan dan Pengupahan di Indonesia
Perekonomian Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tenaga kerja adalah pelaku pembangunan dan pelaku ekonomi
baik secara individu maupun secara kelompok, sehingga mempunyai peranan yang
sangat signifikan dalam aktivitas perekonomian nasional, yaitu meningkatkan
produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia, tenaga kerja di Indonesia sebagai
salah satu penggerak tata kehidupan ekonomi dan merupakan sumber daya yang
jumlahnya cukup melimpah.
Pasar
tenaga kerja, seperti pasar lainnya dalam perekonomian dikendalikan oleh
kekuatan penawaran dan permintaan, namun pasar tenaga kerja berbeda dari
sebagian besar pasar lainnya karena permintaan tenaga kerja merupakan tenaga
kerja turunan (derived demand) dimana permintaan akan tenaga kerja
sangat tergantung dari permintaan akan output yang dihasilkannya
(Borjas,2010:88; Mankiw,2006:487). Dalam suatu proses produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa, tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi
yang digunakan dalam proses produksi tersebut. Dengan menelaah hubungan antara
produksi barang-barang dan permintaan tenaga kerja, akan dapat diketahui faktor
yang menentukan upah keseimbangan.
Mengacu
pada teori di atas, maka kelompok kami akan membahas mengenai “Ketenagakerjaan
dan Pengupahan di Indonesia”.
1.2
Rumusan Masalah
a)
Apa yang dimaksud ketenagakerjaan?
b)
Apa yang dimaksud pengupahan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Ketenagakerjaan
Pada awalnya
hukum ketenagakerjaan disebut hukum perburuhan, dan sekarangpun keduanya masih
dipakai baik oleh para ahli hukum maupun dunia akademik, dimana hukum
perburuhan berasal dari kata “arbeidsrecht”. Kata arbeidsrechtitu sendiri, banyak
batasan pengertiannya.[1]
Menyamakan istilah buruh dengan pekerja. Dalam pasal 1 angka 2
Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, istilah tenaga kerja
mengandung pengertian yang bersifat umum yaitu, setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun masyarakat.[2] Seringkali
terjadi salah kaprah seakan-akan yang disebut pekerja/ buruh/karyawan adalah
orang-orang yang bekerja di pabrik, para cleaning service dan staf-staf
administrasi di kantor-kantor. Sedangkan para manager dan kepala-kepala bagian,
para direktur bukan sebagai pekerja. Dalam hukum ketenagakerjaan pekerja adalah
Setiap orang yang bekerja pada orang lain dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain. Imbalan dalam bentuk lain yang dimaksud adalah berupa barang
atau benda yang nilainya ditentukan atas dasar kesepakatan pengusaha dan
pekerja.[3]
Ketenagakerjaan diatur dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003, yang
diundangkan pada lembaran negara tahun 2003 Nomor 39 pada tanggal 25 Maret
2003, dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan itu, pembangunan
ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, dilaksanakan dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri tenaga
kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik
materil maupun spiritual (Penjelasan Umum atas UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan).[4]
Berdasarkan
Pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah merumuskan
pengertian istilah ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Dari
pengertian ini, dapat dipahami bahwa, yang diatur dalam UU ketenagakerjaan
adalah segala hal yang berkaitan dengan pekerja/buruh, menyangkut hal-hal
sebelum masa kerja, antara lain; menyangkut pemagangan, kewajiban mengumumkan
lowongan kerja, dan lain-lain.
Kemudian
Pasal 1 angka 13 memberikan definisi tentang tenaga kerja asing, yaitu warga
negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia,[5]
orang asing dapat diberi pengertian, yaitu orang yang bukan warga negara
Indonesia dan sedang berada di Indonesia, pengertian orang asing termasuk pula
badan hukum asing yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum asing,
sehubungan dengan pengertian itu Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2006 menyebutkan
setiap orang yang bukan warga negara Indonesia diperlakukan sebagai orang
asing.[6]
Terkait
definisi tenaga kerja asing yang lainnya ialah orang yang meninggalkan tempat
asalnya dan pindah tempat kerja lain. Pekerja asing merujuk kepada pekerja yang
meninggalkan negara asal, melintasi batas negara dan bekerja dinegara lain,
Pekerja asing adalah pekerja yang pindah dari tempat asal ke tempat lain dalam
negara mereka untuk bekerja.[7]
Mengenai
penggunaan tenaga kerja asing dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan diatur dalam
pasal 42 hingga pasal 49. Pasal 42 intinya menyatakan bahwa setiap pemberi
kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari
menteri atau penjabat yang ditunjuk. Pemberi kerja orang perseorangan dilarang
memperkerjakan tenaga kerja asing dan tenaga kerja asing tersebut dapat
dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan
waktu tertentu.[8]
Orang
asing yang berada di Indonesia pada prinsipnya dapat menjadi WNI (Warga Negara
Indonesia). Prinsip ini terdapat pada Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2006 yang
menyatakan, bahwa yang menjadi WNI adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara
Indonesia.[9]
Pihak
dalam hukum ketenagakerjaan sangat luas, yaitu tidak hanya pengusaha dan
pekerja/ buruh saja tetapi juga pihak-pihak lain yang terkait. Luasnya para
pihak ini karena masing-masing pihak yang terkait dalam hubungan industrial
saling berinteraksi sesuai dengan posisinya dalam mengahasilkan barang
dan/jasa. Para pihak dalam hukum ketenagakerjaan tersebut adalah pekerja/buruh,
pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, organisasi pengusaha, dan
pemerintah/penguasa.11 [10]
Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian
rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga
kerja dan pekerja/ buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan
kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan
ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak
hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja
tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan
masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif,
antara lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan
produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan
kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan Industrial. [11]
2.1.1
Landasan, Asas, dan Tujuan Pembangunan Ketenagakerjaan
Menurut pasal 2 UUNo. 13/Tahun 2003 menyatakan bahwa
Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945,[12]
diantaranya ialah:
1. Pancasila, yang terdiri dari
a. Ketuhanan yang Maha Esa
b. Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusawaratan / perwakilan.
e. Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2. Undang-Undang Dasar Negara RI
Tahun 1945
a. Pasal 27 ayat 2 UUD 1945
b. Pasal 28H ayat 1 UUD 1945
c. Pasal 28H ayat 2 UUD 1945
d. Pasal 28H ayat 3 UUD 1945
e. Pasal 28H ayat 4 UUD 1945
f. Pasal 28I ayat 2 UUD 1945
Pembangunan ketenagakerjaan
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab
itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materil
maupun spiritual.[13]
Penjelasan pasal 3 UU No. 13/Tahun 2003
menyatakan bahwa asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan
asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi pancasila serta asas adil
dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan
keterkaitan dengan berbagai pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha, dan
pekerja/ buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara
terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling menguntungkan.
Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas
keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan
daerah (pasal 3 UU No. 3/ Tahun 2003). Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal
4 UU No. 13 Tahun 2003 pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:
a. memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
b. mewujudkan pemerataan
kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
pembanguanan nasional dan daerah;
c. memberikan perlindungan kepada
tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;
d. meningkatkan kesejahteraan tenaga
kerja dan keluarganya.[14]
2.1.2
Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan
Ruang
lingkup hukum ketenagakerjaan berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.Menurut teori Gebiedsleer
dari JHA logeman lingkup berlakunya hukum adalah suatu keadaan/bidang
dimana kaedah itu berlaku. Ada 4 lingkup berlaku hukum:
1. Lingkup berlaku pribadi:
berkaitan dengan pengaturan siapa atau apa, yaitu:
a. Buruh- pribadi kodrati
b. Pengusaha- pribadi hokum
c. Pemerintah-jabatan
2. Lingkup waktu menurut waktu:
menunjukan kapan suatu peristiwa tertentu diatur oleh kaedah hukum, yaitu:
a. Sebelum hubungan kerja
b. Saat hubungan kerja
c. Sesudah hubungan kerja
3. Lingkup berlaku wilayah:
lingkup berlaku menurut wilayah adalah wilayah terjadinya suatu peristiwa hukum
yang dibatasi oleh kaedah hukum, yaitu:
a. Regional: Non sektoral regional
dan sektoral regional
b. Nasional: Non sektoral nasional
dan sektoral nasional
4. Lingkup berlaku menurut hal:
lingkup berlaku menurut hal ihwal adalah berkaitan dengan hal-hal apa saja yang
menjadi objek pengaturan dari suatu kaedah yang antara lain meliputi:
a. Pengarahan dan pendayagunaan
tenaga kerja
b. Hubungan kerja
c. Keselamatan dan kesehatan kerja
(K3)
d. Jamsostek (jaminan sosial
tenaga kerja)
e. PHK dan PPHI (pemutusan
hubungan kerja dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial)[15]
2.1.3 Sejarah Ketenagakerjaan di
Indonesia
2.1.3.1 Zaman Sebelum Kemerdekaan
Riwayat perburuhan sama artinya dengan membicarakan
sejarah hubungan perburuhan di Indonesia sejak zaman penjajahan sampai dengan
masa sekarang ini. Dalam berbagai literatur yang paling banyak dibicarakan
adalah riwayat hukum perburuhan pada zaman penjajahan Belanda, sedangkan pada
zaman penjajahan Jepang sangat sedikit dijumpai, hal ini disebabkan karena
pemerintah Jepang di Indonesia pada masa itu hanya bertujuan untuk mencari
tentara untuk melawan sekutu, disamping adanya tujuan politis lainnya sehingga
mengenai masalah perburuhan tidak diperhatikan sama sekali.[16]
a. Zaman perbudakan
Yaitu zaman seseorang memiliki budak.
Secara filosofis budak merupakan manusia yang kemerdekaannya terbatas, dan
secara yuridis budak tidak lain daripada barang milik orang lain yang dapat
dikuasai secara mutlak dan tidak terbatas, baik didalam kehidupan sosiologis
maupun ekonomis bahkan sampai hidup matinya. Keadaan budak di Indonesia masih
lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain, berkat aturan tata susila yang
kental dalam masyarakat Indonesia. Perbudakan di Indonesia secara resmi
dilarang pada tahun 1922.
b. Pekerjaan Rodi
Awalnya merupakan kebiasaan masyarakat
dalam melakukan pekerjaan secara bersama-sama, kerja bakti/gotong royong, yang
dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial belanda untuk melakukan pekerjaan demi
kepentingannya. Sebagai contoh kerja rodi terjadi pada zaman Hendrik Willem
Daendels (1807/1811), yaitu kerja paksa membuat jalan raya anyer s/d
Banyuwangi.[17]
c. Poenale sanki
Poenale sanki memberikan kekuasaan bagi majikan untuk
berlaku tidak baik terhadap buruh serta menciptakan keadaan perburuhan yang
buruk. Sebagai contoh pada tahun 1903 terjadi pemerasan tenaga buruh.
Penganiayaan dan penyalahgunaan pengadilan. Pengenaan hukuman kepada buruh yang
tidak melaksanakan pekerjaan, meninggalkan atau menolak melakukan pekerjaan
disebut dengan Poenale sanki. Pencabutan “koeli ordonantie” terjadi
tahun 1941 dan 01 Januari 1942 poenale sanki lenyap dari perburuhan perkebunan
Indonesia.24 [18]
Hakikat poenale sanctie ini sebetulnya tidak
semata-mata terletak pada pidana denda antara Rp. 16,- dan Rp. 25,-. Sebab,
dalam perjanjian atau peraturan-majikan, dapat pula ditetapkan suatu denda
tertentu bila pihak buruh menyalahi isi perjannjian kerja. Pokok persoalan
sebenarnya adalah kemungkinan diangkutnya kembali pekerja/ buruh ke tempat
pekerjaan untuk melakukan pekerjaan yang melanggar asas hukum, yaitu: orang
yang tidak memenuhi kewajibannya harus bertanggung jawab hanya dengan
kekayaannya, tidak dengan paksaan melakukan sendiri.[19]
2.1.3.2 Zaman Sesudah Kemerdekaan
Kemerdekaan negara Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945 merupakan babak baru perlindungan terhadap buruh/ pekerja, sebab
dengan kemerdekaan berarti berlakunya tata hukum negara Indonesia merdeka dan
tidak berlakunya lagi tata hukum pemerintah kolonial. Namun berdasarkan pasal
II aturan peralihan UUD 1945 masih banyak peraturan perundang-undangan warisan
kolonial masih tetap berlaku , tetapi secara berangsur-angsur diperbaharui dan
digantikan oleh produk bangsa Indonesia sendiri.[20]
Baru
setelah Indonesia mempertahankan kedaulatannya tahun 1954 terlihat keadaan yang
berubah dalam hubungan perburuhan. Hal ini terlihat dari usaha pemerintah yang
mulai memperhatikan tentang nasib para buruh/ pekerja dengan dikeluarkannya
berbagai peraturan perundang misalnya: Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 yang merupakan
Undang-undang kerja yang diperkuat dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1951 yang
dinyatakan berlaku untuk seluruh Indonesia.
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1948 tentang pengawasan perburuhan yang kemudian diperkuat
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 yang dinyatakan berlaku untuk seluruh
Indonesia. Undang-undang No 23 tahun 1953 tentang kewajiban melaporkan
perusahaan.
Undang-undang No. 21 tahun 1954
tentang perjanjian perburuhan antara serikat buruh dengan
pengusaha.Undang-Undang No. 2 tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan
perburuhan.Undang-Undung Nomor 12 tahun 1964 tentang pemutusan hubungan kerja
diperusahaan swasta.Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 mengenai ketentuan pokok
mengenai tenaga kerja.
Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang keselamatan
kerja, selanjutnya dikeluarkan pula peratun pemerintah No 7 tahun 1948 yang
memberlakukan Undang-Undang kerja tahun 1948, peraturan pemerintah Nomor 13
Tahun 1950 tentang waktu kerja dan waktu istirahat, peraturan pemerintah Nomor
21 Tahun 1954 tentang istirahat tahunan bagi buruh/pekerja, peraturan
pemerintah Nomor 41 Tahun 1953 tentang kewajiban melaporkan perusahaan dan sehubungan
dengan Undang-Undang kecelakaan Nomor 33 Tahun 1947 telah diadakan peraturan
pemerintah Nomor 2 Tahun 1948 tentang peraturan kecelakaan, peraturan menteri
tenaga kerja tentang pertanggungan, sakit, hamil, bersalin dan meninggal dunia,
serta peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang asuransi sosial tenaga
kerja.
Usaha
lebih lanjut yang diambil oleh pemerintah Indonesia antara lain dengan
meratifikasi hasil konveksi ILO, antara lain konveksi Nomor 98 Tahun 1949
mengenai dasar-dasar daripada hak untuk berorganisasi dan untuk berunding
bersama (LN RI Nomor 42 Tahun 1956). Konveksi Nomor 100 Tahun 1951 tentang pengupahan
yang sama bagi buruh laki-laki dan wanita untuk satu pekerjaan yang sama (LN RI
Nomor 171 Tahun 1957) Konveksi Nomor 106 Tahun 1957 istirahat mingguandalam
perdagangan dan kantor-kantor (LN RI Nomor 14 Tahun 1961) Konveksi Nomor 120
Tahun 1964 tentang hygiene dalam perniagaan dan kantor-kantor (LN RI Nomor 14
Tahun 1961).[21]
Kemudian
dalam era tahun 2000-an sebagian besar dari undang-undang tersebut dicabut dan
dig anti. Undang-Undang di era 20 tersebut adalah:
a. Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2000 tentang serikat pekerja/ serikat buruh;
b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan;
c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.[22]
Itulah
antara lain peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk
memperbaiki para buruh/pekerja ditanah air kita, dan dengan sendirinya
peraturan tersebut telah disesuaikan dengan jiwa pancasila dan UUD 1945, juga
dengan pengeratifikasian hasil konvensi ILO dilakukan sepanjang tidak
bertentangan dengan jiwa pancasila dan UUD 1945.[23]
Semakin
ketatnya persaingan global berdampak pada mobilitas tenaga kerja antarnegara.
Belakangan, publik Indonesia hangat dengan isu banyaknya tenaga kerja asing
yang masuk negeri ini. Istilah Tenaga Kerja Asing (TKA) sudah menjadi fenomena
yang lumrah. Dilihat dari perkembangannya, latar belakang digunakannya tenaga
kerja asing di Indonesia mengalami perubahan sesuai zamannya. Ketika Belanda
membuka perkebunan besar di beberapa daerah di Indonesia,seperti Sumatera
Timur, alasan kelangkaan sumber daya manusia sebagai pekerja/buruh yang
mendorong pemerintah Belanda ketika itu mendatangkan pekerja asing dari negara
lain. Kini, dengan semakin berkembangnya IPTEK, maka alasan kebutuhan akan
tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu menjadi alasan utama
digunakan tenaga kerja asing.
Tujuan
pengaturan mengenai tenaga kerja asing ditinjau dari aspek hukum
ketenagakerjaan, pada dasarnya adalah untuk menjamin dan memberi kesempatan
kerja yang layak bagi warga negara Indonesia diberbagai lapangan dan level.
Karenanya, dalam memperkerjakan tenaga kerja asing di Indonesia dilakukan
melalui mekanisme dan prosedur yang ketat dimulai dengan seleksi dan prosedur
perizinan hingga pengawasan.
Berlakunya
UU 13 Tahun 2003 telah mencabut UU No. 3 Tahun 1958 tentang penempatan Tenaga
Kerja Asing di Indonesia. Bab VIII Pasal 42 sampai 49, UU 13 Tahun 2003 menjadi
acuan dasar dalam hal penempatan tenaga kerja asing di Indonesia dan saat ini
telah ditambah berbagai peraturan pelaksana.[24]
2.2
Definisi upah
Tenaga kerja
merupakan faktor produksi kedua yang dianggap paling penting, sebab melalui
jasa tenaga kerja inilah sumber daya alam dapat berubah menjadi hasil produksi
yang bernilai. Untuk itu, atas pengorbanan dan kerjanya tenaga kerja berhak
mendapatkan balas jasa dari majikan atau perusahaannya berupa penghasilan dalam
bentuk upah.
Dalam teori
ekonomi, upah secara umum dimaknai sebagai harga yang dibayarkan kepada pekerja
atas jasanya dalam produksi kekayaan seperti faktor produksi lainnya. Tenaga
kerja diberikan imbalan atas jasanya yang disebut upah.[25]
Sementara Sadono Soekirno mendefinisikan upah sebagai pembayaran yang diperoleh
berbagai bentuk jasa yang disediakan dan diberikan oleh tenaga kerja kepada
para pengusaha.[26]
Sedang T. Gilarso memaknai upah sebagai balas karya untuk faktor produksi
tenaga kerja manusia, yang secara luas mencakup gaji, honorarium, uang lembur,
tunjangan, dan lain-lain.[27]
Secara lebih
jelas pengertian tentang upah dipaparkan dalam Undang-Undang nomor 13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal 1 Undang-Undang tersebut dikatakan
bahwa upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.[28]
Selain upah,
ada beberapa istilah yang sering dipakai untuk menunjuk makna yang sama, yaitu
kompensasi dan imbalan. Secara umum, para ahli ekonomi mempersamakan ketiga
istilah tersebut. Namun dalam manajemen sumber daya manusia modern, istilah
imbalan dan kompensasi lebih banyak digunakan. Jusmaliani dan Sondang P.
Siagian dalam buku mereka menggunakan istilah sistem imbalan. Upah dan gaji
menurut mereka merupakan salah satu komponen imbalan, disamping imbalan yang
dalam bentuk lain seperti insentif, bonus, remunerasi, tunjangan dan fasilitas
sosial lainnya.[29]
Kompensasi,
menurut Handoko, sebagaimana dikutip oleh Edy Sutrisno, adalah segala sesuatu
yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Kompensasi
dapat diberikan dalam berbagai macam bentuk: pertama pemberian uang, seperti
gaji, tunjangan dan insentif, kedua pemberian material dan fasilitas, dan
ketiga pemberian kesempatan berkarir. Gaji adalah kompensasi yang diberikan
kepada karyawan atau pekerja secara periodik, sedang upah adalah kompensasi yang
diberikan berdasarkan hasil kerja tertentu, tidak secara periodik. Tunjangan
adalah kompensasi yang diberikan perusahaan kepada karyawannya, karena karyawan
tersebut dianggap telah ikut berpartisipasi dengan baik dalam mencapai tujuan perusahaan.
Sedang insentif adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan tertentu,
karena keberhasilan atau prestasinya.[30]
Sedang
Veithzal Rivai mengatakan bahwa kompensasi adalah sesuatu yang diterima
karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Kompensasi
terdiri dari kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Kompensasi
finansial terdiri dari kompensasi langsung dan tidak langsung. Kompensasi
finansial langsung terdiri dari upah, gaji, bonus atau komisi. Sedang
kompensasi finansial tidak langsung terdiri dari semua pembayaran yang tidak
tercakup dalam kompensasi finansial langsung, yang meliputi: liburan, berbagai
jenis asuransi, jasa dan lain sebagianya. Sedang kompensasi non finansial
seperti pujian, menghargai diri sendiri, dan pengakuan yang dapat mempengaruhi
motivasi kerja karyawan, produktivitas dan kepuasan.[31]
Dalam
disertasi ini, peneliti menggunakan kata upah, dari pada kata imbalan dan
kompensasi. Penggunaan istilah ini dengan pertimbangan bahwa istilah upah ini
yang digunakan dalam ilmu ekonomi dan dalam regulasi peraturan
perundang-undangan ketenaga kerjaan di Indonesia.
2.2.1 Jenis-jenis upah
2.2.1.1 Upah nominal
Yang
dimaksud dengan upah nominal ialah sejumlah uang yang dibayarkan kepada
karyawan yang berhak secara tunai sebagai imbalan atas pengerahan jasa-jasa
atau pelayanannya sesuai dengan ketentuanketentuan yang terdapat dalam
perjanjian kerja dibidang industri atau perusahaan ataupun dalam suatu organisasi
kerja, dimana kedalam upah tersebut tidak ada tambahan atau keuntungan yang
lain yang diberikan kepadanya. Upah nominal ini sering pula disebut upah uang (money
woges) sehubungan dengan wujudnya yang memang berupa uang secara keseluruhannya.
2.2.1.2
Upah nyata (real woges)
Yang
dimaksud dengan upah nyata adalah upah uang yang nyata yang benar-benar harus
diterima oleh seseorang yang berhak. Upah nyata ini ditentukan oleh daya beli
upah tersebut yang akan banyak tergantung dari :
a. Besar atau kecilnya jumlah uang yang
diterima
b. Besar atau kecilnya biaya hidup yang
diperlukan.
Adakalanya
upah itu diterima dalam wujud uang dan fasilitas atau in natura, maka
upah nyata yang diterimanya yaitu jumlah upah uang dan nilai rupiah dari
fasilitas tersebut.
2.2.1.3
Upah hidup
Dalam hal ini
upah yang di terima seorang karyawan iturelatif cukup untuk membiayai keperluan
hidup yang lebih luas,tidak hanya kebutuhan pokok nya saja yang dapat dipenuhi
melainkan juga sebagian dari kebutuhan sosial keluarganya, misalnya iuran
asuransi jiwa, pendidikan dan beberapa lainnya.
2.2.1.4 Upah minimum (minimum
wages)
Sebagai yang
diterangkan bahwa pendapatan yang dihasilkan para karyawan dalam suatu perusahan
sangat beperan penting. Dalam hal ini maka upah minimum sebaiknya dapat
mencukupi kebutuhan- kebutuhan hidup karyawan beserta keluarganya,walaupun dalam
arti yang sederhana,cost of living perlu diperhatikan dalam penentuan upah.
Tujuan utama
penentuan upah minimum yaitu:
1. Menonjolkan arti dan peranan tenaga
kerja(buruh atau karyawan) sebagai sub sistem yang kreatif dalam suatu sistem
kerja.
2. Melindungi kelompok kerja dari adanya
sistem pengupahan yang sangat rendah dan yang keadaannya secara material yang
kurang memuaskan
3. Mendorong kemungkinan diberikannya upah
yang sesuai dengan nilai pekerjaan yang dilakukan setiap pekerja.
4. Mengusahankan terjaminnya ketenangan atau
kedamaian dalam bekerja
2.2.1.5 Upah wajar (fair
wages)
Upah wajar
dimaksudkan sebagai upah yang secara relative dinialai cukup wajar oleh
pengusaha dan para karyawan sebagai uang imbalan atas jasa-jasa yang diberikan
karyawan kepada perusahaannya, sesuai dengan perjanjian kerja diantara mereka.
Upah yang
wajar ini tentunya sangat bevariasi dan bergerak antara upah minimum dan upah
hidup, yang diperkirakan oleh pengusaha cukup untuk mengatasi
kebutuhan-kebutuhan karyawan dan keluarganya (disamping mencukupi kebutuhan
pokok juga beberapa kebutuhan pangan lainnya tansportasi dan sebagainya).
Upah yang
diberikan kepada karyawan lazimnya berwujud uang, akan tetapi menurut pasal
1601-p KUH perdata upah itu dapat berwujud pula sebagai :
a. Makanan yang harus dimakan atau bahan
pangan, bahan penerangan, bahan bakar
b. Pakaian seragam atau pakaian kerja
c. Hasil perusahaan yang ditentukan bagi
karyawan atau buruh
d.
Pemberian upah selama masa cuti dan lain-lain.[32]
Mengenai
upah berupa uang, KUHPa pasal 1602h menetapkan bahwa pembayarannya harus
dilakukan dalam alat pembayaran yang sah di Indonesia,artinya dalam mata uang
Indonesia.jika upah itu ditetapkan dengan mata uang asing, perhitungannya
dilakukan menurut kurs pada waktu dan tempat dilakukan pembayaran.
KUHPa menetapkan
bahwa upah yang ditetapkan menurut jangka waktuharus dibayar disaat buruh mulai
bekerja sampai saat berakhirnya hubungan kerja. Dengan demikian jika hubungan
kerja berakhir sebelum waktunya dan juga jika berakhir dalam suatu jangka waktu
pembayaran,perusahaan wajib membayar upah untuk semua hari buruh atau kayawan
bekerja.
Biasanya
upah itu besarnya dan bentuknya ditetapkan dalam perjanjian kerja itu sendiri
atau dalam peraturan upah yang ditetapkan oleh pengusaha atau dalam perjanjian
kerja. Upah bagi karyawan merupakan satu-satunya bekal hidup baginya dan keluarganya.karena
itu diadakan berbagai ketentuan dalam perundangundangan sebagai jaminan bahwa
upah itu benar-benar akan dibayarkan oleh perusahaan dan diterima oleh karyawan
itu sendiri.[33]
2.2.2 Penetapan Pengupahan
Menurut
undang-undang kecelakaan nomor 33 tahun 1947, yang dimaksud dengan istilah upah
adalah :
a. Tiap pembayaran berupa uang yang diterima
oleh karyawan itu adalahsebagai ganti pekerjaan yang dikerjakannya.
b. Makan, seragam, dan uang transportasi yang
nilainya dapat ditaksir menurut harga umum diperusahaan dimana karyawan bekerja
ditempat itu adalah termasuk sebagian dari bentuk upah
Menurut
peraturan perundang-undangan nomor 13 tahun 2003 pasal 88 tentang upah yaitu :
1. Setiap pekerja atau karyawan berhak
memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
2. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau karyawan.
3. Kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja atau karyawan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi :
a. Upah minimum
b. Upah kerja lembur
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan
kegiatan lain diluar pekerjaannya
e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat
kerjanya
f. Bentuk dan cara pembayaran upah
g. Denda dan potongan upah
h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan
upah
i.
Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
j.
Upah untuk pembayaran pesangon, dan
k. Upah untuk penghitungan pajak penghasilan.
Upah tidak
dibayar apabila pekerja atau karyawan tidak melakukan pekerjaan, dalam
ketentuan ini dapat dijelaskan dalam undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 93
bahwa :
1. Upah tidak dibayar apabila pekerja atau
karyawan tidak melakukan pekerjaan
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak berlaku dan perusahaan wajib membayar upah apabila :
a. Pekerja atau karyawan sakit sehingga tidak
dapat melakukan pekerjaan
b. Pekerja atau karyawan yang sakit pada hari
pertama dan kedua sakit sehingga tidak bisa masuk bekerja
c. Karyawan tidak masuk bekerja karena
karyawan yang bersangkutan menikah, menikahkan, mengkhitankan, istrinya
melahirkan, atau salah satu dari keluarganya ada yang meninggal dunia
d. Karyawan tidak dapat masuk bekerja karena
sedang menjalankan kewajiban terhadap Negara
e. Karyawa tidak bisa masuk bekerja Karena
menjalankan ibadah yang diperintah agamanya
f. Karyawan bersedia melakukan pekerjaan yang
telah dijanjikan tetapi perusahaan tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan
sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari perusahaan
g. Karyawan melaksanakan hak istirahat
h. Karyawan melakukan tugas pendidikan dari
perusahaan
3. Upah yang dibayar kepada karyawan yang
sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sebagai berikut :
a. Untuk 4 bulan pertama karyawan sakit,
dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah
b. Untuk 4 bulan kedua karyawan sakit, dibayar
75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah
c. Untuk 4 bulan ketiga karyawan masih sakit,
dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah, dan
d. Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua
puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan
oleh perusahaan.
4. Upah yang dibayarkan kepada pekerja atau
buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c
sebagai berikut :
a. Pekerja atau karyawan menikah, dibayar
untuk selama 3 (tiga) hari
b. Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2
(dua) hari
c. Mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama
2 (dua) hari
d. Istri melahirkan atau keguguran kandungan,
dibayar untuk selama 2 (dua) hari
e. Salah satu keluarga yang meninggal dunia,
dibayar untuk selama 2 (dua) hari, dan
f. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal
dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
Dalam
pengertian “tidak melakukan pekerjaan” tidak termasuk “melakukan pekerjaan
dengan tidak baik”, “tidak melakukan kewajiban tambahan, namun ada berbagai
pengecualian karyawan tidak bisa melakukan pekerjaan tetapi tetap mendapatkan
upah, dapat diuraikan bahwa : dalam hal karyawan karena sakit atau kecelakaan
sehingga berhalangan melakukan pekerjaan (pasal 1602c). dengansakit harus diartikan
keadaan badaniah atau rohaniah yang mengakibatkan karyawan terhalang melakukan
pekerjaan, sehingga mengakibatkan karyawan tidak masuk bekerja. Tetapi dalam
hal seperti ini tidak membawa akibat bahwa karyawan kehilangan haknya atas upah
yang akan diterimanya.
Dalam
undang-undang kecelakaan menetapkan bahwa kepada karyawan yang sementara tidak
mampu bekerja diberikan tunjangan yang sama besarnya dengan upah, terhitung
mulai pada hari karyawan tidak menerima upah lagi untuk palinga lama 120 hari.
Jika sesudah 120 hari
karyawan masih belum mampu bekerja,
diberikan 50% sampai karyawan mampu lagi bekerja. Selanjutnya upah dipotong dengan
jumlah biaya (upah pokok) yang dapat dihemat oleh karyawan karena tidak
melakukan pekerjaan selama ia sakit. Biaya ini adalah biaya yang benar-benar
dihemat. Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka
besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari
jumlah pokok dan tunjangan tetap.
Dalam sistem
pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan sistem.
Pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah, yaitu :
a. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja
dan keluarganya
b. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja
seseorang
c. Menyediakan insentif untuk mendorong
peningkatan produktivitas kerja.
Penghasilan
atau imbalan yang diterima seseorang karyawan atau pekerja sehubungan dengan
pekerjaannya dapat digolongkan kedalam bentuk, yaitu :
a. Upah atau gaji dalam bentuk uang
b. Tunjangan dalam bentuk natura
c. Fringe benefit, dan
d.
Kondisi lingkungan kerja.
Mengenai
upah, seperti pada saat sekarang ini masih banyak juga peusahaan-perusahaan
atau pengusaha lain yang masih belum menerapkan upah standar (upah minimum)
kepada karyawan, padahal apa yang dikerjakan karyawan untuk perusahaan atau
tempat dimana ia bekerja sudah melakukan yang terbaik untuk perusahaannya. Pembayaran
upah dalam sebulan kerja kepada karyawan diatas upah standar atau upah dasar
(minimun) sering digunakan dalam penentuan kebijakan upah terakhir, dengan
dasar perbandingan tiap jam kerja. Menggunakan cara ini adalah untuk memudahkan
konsekuen promosi (karier) yang lebih meningkat. Hal ini, adalah penting karena
bagaimanapun dapat membedakan antara upah, penghasilan dan pendapatan.
Upah
biasanya ditetapkan oleh kedua belah pihak dalam perjanjian kerja, dalam
peraturan upah, ada kemungkinan bahwa dalam perjanjian atau peraturan tidak
terdapat ketentuan mengenai upah itu. Dalam hal upah tidak ditetapkan dalam
perjanjian kerja, pada umumnya ditarik kesimpulan bahwa kedua belah pihak telah
bersepakat bahwa penetapan upah akan dilakukan oleh pengusaha secara sepihak.
KUHD pasal
402 secara tegas menetapkan bahwa penetapan upah berupa uang yang akan
dibayarkan, tidak dapat diserahkan kepada salah satu pihak. Besarnya upah
berupa uang harus ditetapkan dalam perjanjian-kerja dan tidak boleh diubah yang
dapat merugikan karyawan
BAB III
PENUTUP
3
3.1
Kesimpulan
Pada awalnya
hukum ketenagakerjaan disebut hukum perburuhan, dan sekarangpun keduanya masih
dipakai baik oleh para ahli hukum maupun dunia akademik, dimana hukum
perburuhan berasal dari kata “arbeidsrecht”. Kata arbeidsrechtitu sendiri,
banyak batasan pengertiannya. Istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang
bersifat umum yaitu, setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya
atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Daftar Pustaka
Adawiyah, Robiatul. 2016. Analisis
Terhadap Perubahan Ketentuan Pengupahan di Indonesia
Melalui Teori Maslahah Mursalah. Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah.
Melalui Teori Maslahah Mursalah. Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah.
Ibrahim, Zulkarnain. 2013. Eksistensi
Hukum Pengupahan yang Layak Berdasarkan Keadilan
Substantif. Jurnal Dinamika Hukum.
Substantif. Jurnal Dinamika Hukum.
Priyono, Edy. 2002. Situasi
Ketenagakerjaan Indonesia dan Tinjaun Kritis Terhadap Kebijakan
Upah Minimum. Jurnal Analisis Sosial.
Upah Minimum. Jurnal Analisis Sosial.
Randang, Frankiano B. 2011. Kesiapan
Tenaga Kerja Indonesia dalam Menghadapi Persaingan
dengan Tenaga Kerja Asing. Jurnal Ilmiah Hukum.
dengan Tenaga Kerja Asing. Jurnal Ilmiah Hukum.
Riyadi, Fuad. 2015. Sistem dan Strategi
Pengupahan Perspektif Islam. Iqtishadia.
Sulistiawati, Rini. 2012. Pengaruh Upah
Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia. Jurnal Eksos.
Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia. Jurnal Eksos.
[1] Dede Agus, Hukum
Ketenagakerjaan, (Banten: Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2011), h. 1
[2] Moch. Faisal
Salam, Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Industrial di Indonesia,
(Bnadung: Mandar Maju, 2009) h. 43
[3] Libertus
Jehani, Hak-Hak Pekerja Bila di PHK, (Tangerang: Visi Media, 2006), h. 1
[4] Hardijan
Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), h.
9
[5] 6Abdul Ghofur
Anshori, Hukum Perbankan Syriah UU NO. 21 Tahun 2008, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2009) h. 76
[6] Gatot
Supramono, Hukum Orang Asing di Indonesia, ( Jakarta: Sinar Grafika,
2014) h. 4
[7] Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, Himpunan Peraturan Perundang- Undang Tentang
Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Industrial, (Banten: Pemerintah Provinsi
Banten, 2015) h. 562
[8] Abdul Ghofur
Anshori, Hukum Perbankan Syariah UU NO. 21 Tahun 2008, … … , h. 76
[9] Gatot
Supramono, Hukum Orang Asing di Indonesia, … … , h. 5
[10] Maimun, Hukum
Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007), h.
11
[11] Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, Himpunan Peraturan Perundang- Undang Tentang
Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Industrial,… …, h. 71
[12] Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, Himpunan Peraturan Perundang- Undang Tentang
Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Industrial, … … , h. 6
[13] UU
Ketenagakerjaan 2003 , (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007) h. 87
[14] Asri
Wijayanti, Hukum Ketenagkerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2014) h.7
[15] Dede Agus, Hukum
Perburuhan Konvensi Dasar ILO, (Serang: Dinas Pendidikan Provinsi Banten,
2012) h. 25
[16] Moch. Faisal
Salam, Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Industrial di Indonesia, (Bandung:
Maju Mundur, 2009) h. 29
[17] Dede Agus, Hukum
Perburuhan Konvensi Dasar ILO, … …., h. 16
[18] Dede Agus, Hukum
Perburuhan Konvensi Dasar ILO, … …., h. 17
[19] Agusmidah, Hukum
Ketenagakerjaan Indonesia Dinamika dan Kajian Teori, … …, h 22
[20] Dede Agus, Hukum
Perburuhan Konvensi Dasar ILO, … …., h. 15
[21] Moch. Faisal
Salam, Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Industrial di Indonesia, … …, h.
39
[22] Zaeni
Asyhadie, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, … …,
h. 16
[23] Moch. Faisal
Salam, Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Industrial di Indonesia, … …, h.
40
[24] Agusmidah, Hukum
Ketenagakerjaan Indonesia Dinamika dan Kajian Teori, ... …, h. 111
[25] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam. Jilid. 2, 361
[26] Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi, Teori Pengantar, Edisi III
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 350
[27] T. Gilarso, Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro (Yogyakarta: Kanisius,
2003), 211
[28] Lihat: Pasal
1 poin 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
[29] Lihat: Jusmaliani, Pengelolaan Sumber Daya Insani (Jakarta: Bumi
Aksara, 2011), 116-127; Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta:
Bumi Aksara, 2003), 252-284
[30] Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Kencana,
2011), 183
[31] Veithzal
Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: dari Teori ke Praktek
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 357
[32] Kartasapoetra,
Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 1994) hal.
99-106.
[33] Iman
Soepomo. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja,(Jakarta :
djambatan,1999). h. 108
Subscribe to:
Posts (Atom)
Klik Disini
POPULER
LABEL LIST
- Asuransi Syariah
- Biologi
- Ekonomi Islam
- Investasi
- Kewirausahaan
- Koperasi dan UMKM
- Logo Universitas
- Logo Universitas Aceh
- Logo Universitas Jakarta
- Metodologi Penelitian
- Pemasaran Syariah
- Perbankan Syariah
- Perekonomian Indonesia
- Perilaku Organisasi Bisnis
- Postingan Lainnya
- Resume Buku
- Sistem Informasi Manajemen
- Skripsi
- Statistika
- Studi Kelayakan Bisnis
- Sumber Daya Manusia (SDM)
Search This Blog
Blog Archive
- October 2023 (5)
- November 2020 (1)
- April 2020 (12)
- March 2020 (4)
- February 2020 (44)
- October 2019 (3)
- September 2019 (1)
- March 2019 (2)
- February 2019 (23)
- January 2019 (2)
- November 2018 (1)
- October 2018 (1)
- September 2018 (2)
- August 2018 (1)
- July 2018 (32)
- July 2017 (1)
- June 2017 (5)
Powered by Blogger.